HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL (HAKI)

1. Definisi HAKI

Ada banyak pendapat ahli mengenai definisi HAKI. Dalam kehidupan sehari-hari, istilah “Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI)” merujuk pada bidang hukum secara umum mengenai hak cipta, paten, disain, merek dagang dan hak-hak terkait (Bently & Sherman, 2001). Bagi beberapa ahli, “HAKI adalah hak-hak yang bisa ditegaskan menyangkut intelektualitas manusia” (Alison & Surfin, 2001).  Dalam Perjanjian TRIPs, HAKI didefinisikan sebagai “the right [of Creators] to prevent others from using their inventions, designs, or other creations” (Publikasi WTO: http://www.wto.org/english/thewto_e/whatis_e/tif_e/agrm6_e.htm ). [hak (pencipta) untuk mencegah orang lain menggunakan penemuan, desain, atau ciptaan lain]. Menurut Perjanjian TRIPs, HAKI terdiri dari:

·         Hak Cipta dan hak-hak terkait (Copyright and related rights);
·         Merek dagang termasuk merek jasa (Trademarks, including service marks);
·         Indikasi geografis (Geographical indications);
·         Desain Industri (Industrial designs);
·         Paten (Patents);
·         Tataletak sirkit terpadu (Layout-designs (topographies) of integrated circuits); dan,
·         Rahasia Dagang (Undisclosed information, including trade secrets)

Dari semua pendapat di atas, adalah jelas bahwa istilah HAKI merupakan “istilah generik”, yang mencakup baik hak cipta (Paul Craig & Gráinne de Búrca).
Organisasi HAKI dunia yaitu World Intellectual Property Rights Organization (WIPO) menerangkan, bahwa “Hak milik intelektual merujuk pada hasil karya dari pemikiran: penemuan, karya artistik dan sastra, dan simbol, nama, citra, dan desain yang digunakan dalam perniagaan” [Intellectual property refers to creations off the mind: inventions, literary and artistic works, and symbols, names, images, and designs used in commerce.”] Menurut WIPO, HAKI dibagi dalam dua kategori, yaitu 1) hak milik perindustrian, yang mencakup paten, merek, desain industri, indikasi geografis. 2) hak cipta, yang mencakup karya artistik dan sastra seperi novel, puisi dan pertunjukan, film, karya musikal, karya artistik seperti gambar, lukisan, fotografi dan ukiran, dan desain arsitektur. Hak-hak terkait dengan Hak Cipta adalah mencakup hak-hak dari artis pertunjukan dalam pertunjukannya, produser rekaman dalam produksi rekaman mereka, dan penyiaran dalam program-program televisi dan radio.

[“Intellectual property is divided into two categories: Industrial property, which includes inventions (patents), trademarks, industrial designs, and geographic indications of source; and Copyright, which includes literary and artistic works such as novels, poems and plays, films, musical works, artistic works such as drawings, paintings, photographs and sculptures, and architectural designs. Rights related to copyright include those of performing artists in their performances, producers of phonograms in their recordings, and those of broadcasters in their radio and television programs.”]

2. Hakekat HAKI

Hak-hak yang ada di dalam HAKI sebagian besar diaplikasikan dalam perdagangan barang dan jasa, sehingga makna (the subject matter) dari HAKI mengelilingi dan mempengaruhi kehidupan sehari-hari dari tiap orang. Akibatnya hakikat dari tatanan hak yang pada dasarnya bersifat privat mempengaruhi aturan-aturan publik di dalam masyarakat.
Bagi beberapa ahli, hak-hak yang terdapat di dalam HAKI bersumber dari tatanan hukum yang melindungi HAKI. (“Intellectual property law creates property rights in a wide and diverse range of things and in the various insignia applied to goods and service” – Bently & Sherman). Namun –paling tidak bagi saya – hal itu tidaklah demikian.

3. HAKI sebagai benda tidak berwujud


HAKI memiliki berbagai bentuk yang saling berbeda, tapi juga memiliki kemiripan tertentu. Kemiripan yang utama ialah perlindungan terhadap benda “tidak berwujud” (intangible things). Benda-benda ini disebut ‘tidak berwujud’ karena mereka merupakan gagasan, penemuan, tanda, dan informasi.
Hal ini menempatkan HAKI dalam posisi yang berbeda dengan hak milik atas benda ‘berwujud’ yang mana berfungsi sebagai titel atas suatu obyek yang berwujud/berbentuk. Sedangkan HAKI, pada saat merupakan bentuk tidak berwujud juga sekaligus mengandung hak-hak yang tidak berwujud. Dengan kata lain, hak milik yang tidak berwujud dikandung dalam obyek berwujud (In the other words, the intangible property is embodied in the tangible object – Bently & Sherman). Keadaan semacam ini melahirkan konsekuensi hukum.

Konsekuensi yang lahir dari sifat tidak berwujud HAKI adalah, bahwa sifat dari HAKI ini membatasi kemampuan pemilik benda untuk bertindak terhadap benda miliknya. Penguasaan secara nyata atas suatu benda tidak pada saat yang sama melahirkan kepemilikan atas HAKI dari benda tersebut.



Contoh: Jika seorang mahasiswa membeli kaset/CD musik di toko, hal itu berarti sang mahasiswa menjadi pemilik kaset/CD yang dibelinya, namun tidak berarti dia menjadi pemilik hak cipta atas lagu-lagu di dalam kaset/CD tersebut. Dia juga tidak menjadi pemilik hak cipta atas sampul kaset/CD, dan juga bukan pemegang hak merek atas merek produk yang dibelinya. Bandingkan dengan keadaan dimana seseorang membeli rumah (benda berwujud), maka dengan sendirinya dia memiliki kemampuan untuk bertindak bebas atas rumah tersebut.
Mengapa hal ini bisa terjadi? Karena dalam kasus pembelian kaset/CD di atas, yang dibeli oleh sang mahasiswa sebenarnya adalah lagu-lagu (karya cipta) yang direkam di dalam wadah kaset/CD tersebut. Bukan maksud sang mahasiswa untuk membeli wadahnya, karena dia bisa membeli kaset/CD kosong jika hanya ingin membeli wadah.




Di bagian dunia yang lain, seperti di negara-negara anggota Uni Eropa dan di Amerika Serikat, masalah sifat tidak berwujud dari HAKI ini sudah mencapai tingkat pembahasan pada aspek perdagangan barang dan jasa, terutama menyangkut prinsip ‘exhaustion of right’. Hal ini akan dibahas kemudian.

Mengenai pelanggaran HAKI, sedikit banyak juga dipengaruhi oleh sifat HAKI sebagai hak yang tidak berwujud. Tidaklah mudah bagi orang untuk memahami mengapa seseorang tidak bisa menikmati kebebasan penuh atas benda miliknya, termasuk memperoleh manfaat ekonomi darinya. Seseorang bisa saja bertanya mengenai hak yang lahir dari tindakannya atas suatu benda (misalnya pembelian barang). Pemilik benda bisa saja bertanya, “Mengapa saya tidak menggunakan benda yang telah saya beli ini untuk memperoleh uang dan keuntungan atas sejumlah uang yang telah saya keluarkan untuk pembeliannya?”. Namun dia tidak dapat melakukannya tanpa melalui prosedur HAKI jikalau tidak ingin dituduh melakukan pelanggaran HAKI

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL (HAKI)"

Post a Comment