Apa Itu Konsumerisme
Walaupun mungkin sebagai pengaruh pada kebudayaan konsumerisme tak sama nyata dengan yang lain, (tidak banyak orang yang secara specifik menyebutnya sebagai penyebab perubahan kebudayaan) pengaruh ini dapat dihubungkan dengan jumlah jawaban yang disampaikan oleh para responden tentang perubahan kebudayaan, misalnya kenaikan jumlah mall di kota Yogyakarta. Kata konsumerisme itu justru berasal dari kata mengkonsumir (to consume). Kata ini adalah istilah yang diciptakan untuk menenangkan kebutuhan dunia ini untuk tetap mengkonsumir barang-barang yang biasanya tidak dibutuh. Menurut seorang komentator, konsumerisme dapat ditenangkan sebagai suatu ideologi atau sistem yang timbul berdasarkan (antara lain), ‘manipulasi objek sebagai tanda; satu sistem komunikasi (seperti bahasa); satu moralitas, yaitu satu sistem pertukaran ideologis; produksi perbedaan; menciptakan isolasi dan mengindividu, serta satu logika sosial.’ [1]
Seorang komentator yang sama juga mengatakan bahwa konsumerisme itu mampu memegang kendali cara hidup kita, dan yang dikomunikasikan adalah ide bahwa konsumsi telah meluas kepada semua kebudayaan; kita tengah menyaksikan komodifikasi budaya. [2] Berdasarkan pikiran-pikiran ini yang mendorong saya berfikir akan dampak mungkin pada masyarakat jawa di Yogyakarta dari pengaruh konsumerisme ini.
Menurut dukungan dari komentar para responden serta pengalaman saya pribadi tinggal di Yogyakarta selama dua belas bulan terakhir ini, perubahan itu sedikit demi sedikit terjadi menurut bagaimana masyarakat memandang tanda-tanda, citra-citra atau barang-barang sebagai sesuatu yang dapat dikonsumsi atau dimilikinya. Semakin lama, khususnya kaum muda lebih bercenderung dipengaruhi apa yang dipamerkan di sekitar mereka, sebagaimana ditunjukkan pada mereka misalnya melalui iklan-iklan yang menjual dengan pesona luar biasa alat-alat yang seharusnya mereka miliki supaya trendi dan modern. Oleh karena itu, munculnya tekanan-tekanan yang digerakkan pengaruh-pengaruh berkuasa seperti media massa dan pesona kebudayaan Barat, khususnya yang asli dari negara-negara modern.
Dari penjelasan ringkas ini telah mudah memahami bagaimana beberapa pengaruh dapat bekerja bersama sehingga berpengaruh pada kebudayaan melalui memohon kepada bagian tertentu masyarakat itu, biasanya kaum muda sebab mereka adalah motor penggerak masa depan masyarakat. Terutama saya kaget selama waktu tinggal bersama orang muda di Yogyakarta tekanan yang ada untuk tetap mengikuti mode yang terbaru. Banyak dari teman saya yang berasal dari Jawa yang menerima upah seperpuluh besar upah saya tetapi akan memalukan saya dengan alat-alat komunikasi atau teknologi yang begitu canggih dan baru.
Juga ada beberapa responden yang mengungkapkan perasaan gelisah mereka akan kenaikan jumlah mall dan pusat perbelanjan besar yang baru-baru ini dibangun di kota Yogyakarta. Pertama, mall-mall baru secara nyata akan mengancam sampai tingkat tertentu pemilik toko tradisional yang menjual-beli di daerah sekitar mall itu.
Walaupun pengaruh ini sendiri tak akan merusak kebudayaan, dengan pasti akan mengontribusikan pada kekurangan pengetahuan dan cara menurunkan satu cara hidup pada generasi berikut, maka lama kelamaan orang-orang akan melupakan cara hidup mereka yang dahulu. Kedua, mall-mall dan pusat perbelanjaan besar bercenderung melayani hanya orang-orang yang lebih mampu akan hal-hal keuangan dan mode. Bagi kebanyakan orang awam yang tertarik saja pada isi jumlah pusat perbelanjaan besar ini sungguh-sungguh pengalaman yang menyenangkan tetapi biasanya ada sisi yang negatif sebab banyak orang menjadi budak pada kebutuhan memiliki barang-barang baru yang ditunjukkan di jendela semua toko-toko ini. Selain itu banyak orang lagi yang sangat miskin tak punya harapan sama sekali membeli atau berbelanja di dalam mall-mall ini jadi perpisahan masyarakat menjadi lebih nyata lagi. Contoh ini adalah intisari globalisasi, yang digerakkan perusahaan antarbangsa besar yang mencoba mendikte pada masyarakat dimanapun di dunia bagaimana menjalankan hidup mereka dan apa yang mereka butuhkan untuk mencapai hidup ini.
Menurut saya, konsumerisme memiliki potensi mempercepat roda perubahan kebudayaan di kota Yogyakarta, khususnya saat memfokuskan para kaum muda yang lebih rentan pada pesona ide-ide atau cara hidup yang baru. Mungkin ini akan membawa manfaat kepada masyarakat untuk mencapai kesempatan-kesempatan baru agar memajukan cara hidup dan kebudayaan mereka, walau ada banyak rintangan yang harus diatasi dalam konsumerisme, khususnya jebakan menjadi seorang budak pada pengaruh-pengaruh besar di dunia ini yang cenderung acuh tak acuh pada kebutuhan seorang individu di dalam masyarakat dan cara hidup orang itu.
0 Response to "Apa Itu Konsumerisme "
Post a Comment