Komponen Utama Desa Wisata
Terdapat dua konsep yang utama dalam komponen desa wisata :
1. Akomodasi : sebagian dari tempat tinggal para penduduk setempat dan atau unit-unit yang berkembang atas konsep tempat tinggal penduduk.
2. Atraksi : seluruh kehidupan keseharian penduduk setempat beserta setting fisik lokasi desa yang memungkinkan berintegrasinya wisatawan sebagai partisipasi aktif seperti : kursus tari, bahasa dan lain-lain yang spesifik.
Sedangkan Edward Inskeep, dalam Tourism Planning An Integrated and Sustainable Development Approach, hal. 166 memberikan definisi : Village Tourism, where small groups of tourist stay in or near traditional, often remote villages and learn about village life and the local environment. Inskeep : Wisata pedesaan dimana sekelompok kecil wisatawan tinggal dalam atau dekat dengan suasana tradisional, sering di desa-desa yang terpencil dan belajar tentang kehidupan pedesaan dan lingkungan setempat.
Cukup membayar 25 ribu rupiah saja sudah bisa menikmati pemandangan kebun teh sepuasnya. Kami sampai di lokasi pukul 6-7 pagi, sampai-sampai bisa melihat persiapan para kru di kebun dan beberapa keluarga besar yg sedang menikmati liburan. Menurut saya tempat ini cocok untuk pelatihan-pelatihan atau semacam diklat outdoor . Kami mencoba berjalan-jalan lebih jauh lagi. Tetapi tiba-tiba dipanggil oleh petugas dan mereka menyarankan jangan terlalu jauh dan keluar dari jalanan beraspal. Karena semakin jauh berjalan, mereka tidak bisa memantau keselamatan kami. Sumber: http://restuwk.wordpress.com/.
Pendekatan Pengembangan Desa Wisata
Pengembangan dari desa wisata harus direncanakan secara hati-hati agar dampak yang timbul dapat dikontrol. Berdasar dari penelitian dan studi-studi dari UNDP/WTO dan beberapa konsultan Indonesia, dicapai dua pendekatan dalam menyusun rangka kerja/konsep kerja dari pengembangan sebuah desa menjadi desa wisata.
Pendekatan Pasar untuk Pengembangan Desa Wisata
Interaksi tidak langsung
Model pengembangan didekati dengan cara bahwa desa mendapat manfaat tanpa interaksi langsung dengan wisatawan. Bentuk kegiatan yang terjadi semisal : penulisan buku-buku tentang desa yang berkembang, kehidupan desa, arsitektur tradisional, latar belakang sejarah, pembuatan kartu pos dan sebagainya.
Interaksi setengah langsung
Bentuk-bentuk one day trip yang dilakukan oleh wisatawan, kegiatan-kegiatan meliputi makan dan berkegiatan bersama penduduk dan kemudian wisatawan dapat kembali ke tempat akomodasinya. Prinsip model tipe ini adalah bahwa wisatawan hanya singgah dan tidak tinggal bersama dengan penduduk.
Interaksi Langsung
Wisatawan dimungkinkan untuk tinggal/bermalam dalam akomodasi yang dimiliki oleh desa tersebut. Dampak yang terjadi dapat dikontrol dengan berbagai pertimbangan yaitu daya dukung dan potensi masyarakat setempat. Alternatif lain dari model ini adalah penggabungan dari model pertama dan kedua. (UNDP and WTO. 1981. Tourism Development Plan for Nusa Tenggara, Indonesia. Madrid: World Tourism Organization. Hal. 69).
Kriteria Desa Wisata
Pada pendekatan ini diperlukan beberapa kriteria yaitu :
1. Atraksi wisata; yaitu semua yang mencakup alam, budaya dan hasil ciptaan manusia. Atraksi yang dipilih adalah yang paling menarik dan atraktif di desa.
2. Jarak Tempuh; adalah jarak tempuh dari kawasan wisata terutama tempat tinggal wisatawan dan juga jarak tempuh dari ibukota provinsi dan jarak dari ibukota kabupaten.
3. Besaran Desa; menyangkut masalah-masalah jumlah rumah, jumlah penduduk, karakteristik dan luas wilayah desa. Kriteria ini berkaitan dengan daya dukung kepariwisataan pada suatu desa.
4. Sistem Kepercayaan dan kemasyarakatan; merupakan aspek penting mengingat adanya aturan-aturan yang khusus pada komunitas sebuah desa. Perlu dipertimbangkan adalah agama yang menjadi mayoritas dan sistem kemasyarakatan yang ada.
5. Ketersediaan infrastruktur; meliputi fasilitas dan pelayanan transportasi, fasilitas listrik, air bersih, drainase, telepon dan sebagainya.
Candi gedong songo terletak di Kabupaten Semarang Jawa Tengah. Berlokasi di daerah pegunungan yang asri, candi gedong songo menjadi tujuan wisata pegunungan dan budaya di sekitar Kabupaten Semarang. Perjalanan WISATA menuju Candi Gedong Songo dapat dimulai dari Yogyakarta. Jika naik kendaraan umun dapat ditempuh sekitar 2,5 jam dengan angkutan umum seperti bis jurusan Jogja - Semarang. Atau jika ingin lebih cepat dapat naik bus patas Nusantara atau bus patas Joglosemar. Dengan bus patas, perjalanam ke Candi Gedong Songo dapat ditempuh selama 2 jam. Sesampai di Gedong Songo pengunjung dapat beristirahat sejenak untuk makan di sekitar lokasi sambaing menghilangkan kelelahan selama perjalanan. Setelah itu dapat segera nikmati indahnya pemandangan alam Candi Gedong Songo dan alamnya yang asri.
Baru Klinting, Telaga Ngebel Ponorogo
Ponorogo, selain terkenal dengan Reyognya, juga terkenal dengan telaga Ngebelnya yang sejuk, asri, dan siap ‘mencuci mata’ pengunjungnya. Ini merupakan salah satu obyek tujuan wisata alam di Ponorogo, belum lengkap bila belum menengok salah satu tempat wisata paling legendaris dan paling populer ini. Telaga Ngebel ini berada di Kecamatan Jenangan, daerah Ponorogo Timur yang berdekatan dengan gunung Wilis. “Ngebel” berasal dari bahasa Jawa, ‘ngembel‘ atau berair; jaman dahulu, ada seorang Wara’i atau orang yang sakti ilmu kanuragan dan ilmu agamanya melewati suatu daerah di kawasan Ponorogo dan melihat fenomena tanah yang berair itu. Maka sang Wara’i pun berujar: “Ana sak wijining jaman, tlatah iki kasebut Ngembel – pada suatu saat nanti daerah ini bernama Ngembel”. Tetapi karena lidah yang salah kaprah dalam waktu yang lama dan turun temurun, maka Ngembel pun berubah menjadi Ngebel.
Masyarakat Ngebel sendiri memiliki dongeng tentang asal muasal Telaga yang menjadi icon Ponorogo. Jaman dahulu, ada sepasang suami istri yang tinggal di kampung yang melahirkan anak seekor ular naga. Naga itu diberi nama Baru Klinting. Melihat keanehan wujud Baru Klinting ini, mereka tak berani tinggal di kampung tersebut karena takut menjadi bahan gunjingan tetangga. Suatu hal yang tak masuk akal adalah mengapa “sepasang manusia memiliki anak seekorular naga?” Namun, itulah adanya. Mereka pun mengungsi ke puncak gunung untuk mengasingkan diri dan memohon pada Sang Hyang Widhi agar mengembalikan rupa putra mereka ke wujud manusia. Doa itu pun didengar. Syarat yang harus dilakukan oleh Baru Klinting adalah melakukan pertapaan selama 300 tahun dengan cara melingkarkan tubuhnya di gunung Semeru. Sayang, panjang tubuhnya kurang sejengkal untuk bisa melingkari seluruh gunung. Maka, untuk menutupi kekurangan itu, ia menyambungkan/ menjulurkan lidahnya hingga menyentuh ujung ekornya. Rupanya, syarat untuk menjadi manusia tak hanya itu. Sang Hyang Widhi meminta sang Ayah agar memotong lidah Baru Klinting yang sedang bertapa tersebut. Baru Klinting yang bersemedi tak menolak toh demi kebaikannya agar menjadi manusia.
Saat waktu bertapa hampir selesai, ada kepala kampung yang akan menikahkan anaknya. Kepala kampung ini sibuk mempersiapakan segala sesuatunya, terlebih lagi soal hidangan. Konon, mereka akan menggelar pesta pernikahan yang sangat mewah dan sangat besar. Untuk menutupi kekurangan bahan makanan, secara sukarela warga membantu berburu di hutan. Ada yang mencari buah-buahan, ranting/ kayu bakar hingga hewan buruan seperti rusa, kelinci, maupun ayam hutan. Tanpa sengaja, ada sekelompok warga yang mengayunkan parangnya pada pokok pohon tumbang. Namun, alangkah kagetnya mereka ternyata parang itu malah berlumuran darah. Dari pokok pohon tumbang itu mengucur darah segar. Bahkan, mereka baru sadar kalau yang mereka tebas tadi bukan pohon tumbang tetapi ular raksasa/ ular naga. Melihat hal ini, warga pun beramai-ramai mengambil dagingnya untuk dimasak dalam pesta pernikahan tersebut.
Hari H pesta adalah hari berakhirnya pertapaan Baru Klinting. Benar saja, naga itu berubah wujud menjadi anak kecil. Sayangnya, si anak mengalami kesusahan dalam berbicara karena lidanya dipotong sebagai syarat menjadi manusia. Tak hanya itu, tubuhnya penuh dengan borok yang membusuk lantaran saat bertapa tubuhnya disayat-sayat untuk diambil dagingnya oleh warga sebagai bahan pesta. Lalu, anak itu mendatangi pesta kepala kampung. Anak itu kelaparan dan memohon agar diberi makanan. Namun, tak satu pun warga yang memedulikannya. Warga malah mengejek dan mengusir anak kecil itu. Melihat nasib anak itu, seorang wanita tua merasa kasihan dan membawanya pulang. Lalu si anak diberi makan dengan lauk berupa daging yang diterima dari pesta kepala kampung. Si anak pun makan dengan lahap tapi dia tak mau memakan daging itu. “Bu, saya pikir sudah tak ada lagi orang baik di kampung ini. Rupanya, masih ada orang seperti Anda. Ketahuilah, sebentar lagi kampung ini akan tenggelam. Maka dari itu, mengungsilah” Begitu pesan Baru Klinting selesai makan. Si wanita tua itu pun menuruti ucapan Baru Klinting tanpa banyak pertanyaan.
Lalu, Baru Klinting pun kembali ke tempat pesta. “Wahai warga semua, lihatlah di tanganku. Aku memiliki sekerat daging. Jika kau mampu memenangkan sayembara yang kuadakan, maka ambillah daging ini. Namun, jika kalian tak mampu, maka berikanlah semua daging yang kalian masak padaku” ucap Baru Klinting. Lalu, Baru Klinting pun menancapkan sebatang lidi ke tanah. “Barang siapa yang mampu mencabutnya, maka kalian memenangkan sayembara ini”. Warga pun mencoba satu per satu. Semuanya tak mampu mencabut sebatang lidi tersebut. Sayangnya, warga tetap tak mau mengembalikan daging yang telah mereka masak. “Lihatlah ketamakan kalian wahai manusia. Lihatlah ketidak pedulian kalian pada sesama, pada manusia yang cacat sepertiku. Bahkan kalian tidak mau mengembalikan hakku. Ketahuilah, daging yang kalian masak itu adalah dagingku saat aku menjadi ular naga. Maka, kalian berhak mendapatkan balasan setimpal. Baru Klinting pun segera mencabut lidi tersebut. Keanehan pun terjadi. Dari lidi itu mengucur air, terus menerus hingga menenggelamkan kampung tersebut. Bahkan sejak itu pula, Baru Klinting berubah lagi menjadi ular dengan melingkarkan tubuhnya di dasar telaga yang bentuknya menyempit di bagian bawah itu. Saat ini, telaga itu masuk daerah Ngebel sehingga terkenal dengan telaga Ngebel.
0 Response to "Komponen Utama Desa Wisata "
Post a Comment