KEMAJUAN BANGSA DI TENTUKAN PENDIDIKAN
Majunya suatu bangsa
tergantung majunya pendidikan. Kalimat ini sangat sesuai, karena pemimpin suatu
bangsa pastilah mereka yang berpendidikan. Wawasan pendidikan yang luas sangat
mempengaruhi bagaimana seseorang berpikir, bersikap, dan bertindak. Pemimpin
yang baik tidak harus jenius, tetapi yang lebih utama dapat memberi suri
tauladan kepada orang-orang yang dipimpinnya. Hal ini berarti pemimpin haruslah
memiliki akhlak mulia yang ditunjukkan dalam perilaku nyata, seperti jujur, ikhlas,
suka menolong, dan agamis. Bukankah satu tauladan lebih baik dari seribu kata ?
Berkaitan dengan hal itu, maka
kurikulum pendidikan kita saat ini selain menekankan penanaman pengetahuan,
juga akhlak mulia dan keterampilan. Bahkan akhlak mulia dipandang lebih penting
dibandingkan yang lain. Oleh karena itulah, guru sebagai pelaksana pendidikan
di tingkat pembelajaran yang langsung bertatap muka dengan peserta didik, perlu
kiranya untuk mengedepan-kan penanaman akhlak mulia dalam setiap proses
pembelajaran yang berlangsung. Selama ini tugas penananam akhlak mulia
seolah-olah hanya menjadi beban guru agama, padahal guru mata pelajaran apapun
seyogyanya menanamkan hal itu, meski hanya sesekali.
Pada era globalisasai saat
ini, peserta didik sangat rentan terhadap pengaruh negatif dari luar, baik
karena pergaulan maupun lewat dunia maya yang bebas diakses kapan saja. Oleh
karena itu tugas guru untuk dapat menjadi pendidik sekaligus orangtua dan
sahabat bagi anak didiknya, agar mereka terhindar dari pengaruh negatif
tersebut. Seorang pendidik harus cepat tanggap dan selalu berempati dengan
kondisi anak didiknya, sehingga secepatnya dapat membantu permasalahan yang
dihadapi mereka.
Guru Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam (MIPA) adalah salah satu guru mata pelajaran yang menjadi momok bagi
sebagian besar peserta didik. Hal ini disebabkan selain substansi ilmu yang
memang memerlukan keseriusan, juga tampilan guru-guru MIPA biasanya serius,
tegas, terkesan galak dan killer. Kesan seperti ini tentu saja
menghambat kelancaran transfer knowledge yang akan dilakukan di kelas
dimana ilmu yang dipelajari sudah sulit ditambah dengan rasa takut dan tegang
yang menyelimuti peserta didik ketika pelajaran berlangsung.
Berdasarkan kenyataan ini, maka penting
kiranya guru-guru MIPA meningkatkan keprofesionalannya dengan memiliki
kecerdasan emosional (EQ) yang baik, karena di era seperti ini EQ sangat
diharapkan tertampilkan dalam usaha meningkatkan kualitas pembelajaran yang
berujung pada peningkatan prestasi belajar. Sebagian besar guru MIPA umumnya
memiliki tingkat kecerdasan intelektual yang relatif tinggi yang dinyatakan
dengan besarnya IQ (Intelligence Quotient), karena penguasaan materi
MIPA sangat memerlukan penalaran berpikir yang tinggi. Dengan berkembangnya
ilmu pengetahuan, maka diketahui ada satu faktor yang juga berpengaruh dan
berinteraksi secara dinamis dengan IQ, yang dikenal dengan kecerdasan emosional
(EQ).
Lawrence E. Shapiro (1997 : 5 - 6) menyatakan
bahwa EQ dapat membu-at seseorang menjadi bersemangat tinggi dalam bekerja,
disukai dalam pergaulan, bertanggung jawab, peduli orang lain, dan produktif.
Kualitas emosional meliputi : empati, mengungkapkan dan memahami perasaan,
mengendalikan amarah, kemandirian, kemampuan menyesuaikan diri, disukai,
kemampuan menyelesaikan masalah antar pribadi, ketekunan, kesetiakawanan,
keramahan, dan sikap hormat.
Bila memang EQ merupakan faktor
pendukung keberhasilan seseorang dalam bekerja, maka seorang guru sangat tepat
kalau memiliki kualitas emosional tersebut. Guru harus mampu mengendalikan
amarah, sebab guru yang mengajar dengan marah tidak akan berhasil mengubah anak
didiknya menjadi pandai, bahkan mungkin sebaliknya. Demikian pula jika guru
tidak menunjukkan keramahan, bagaimana mungkin anak didik berani bertanya dalam
kelas. Menurut Muchalal (2000 : 3), guru harus dapat berperan seperti aktor,
kapan ia harus serius dan harus bercanda agar suasana pembelajaran menjadi
menyenangkan.
0 Response to "KEMAJUAN BANGSA DI TENTUKAN PENDIDIKAN"
Post a Comment