Biografi Max Weber


Maximilian Weber lahir di Erfurt, Jerman, 21 April 1864. Weber meninggal di München,  Jerman, 14 Juni 1920 (pada umur 56 tahun) adalah seorang ahli ekonomi politik dan sosiolog dari jerman yang dianggap sebagai salah satu pendiri ilmu sosiologi dan administrasi negara modern. Weber telah menjelajahi semua sejarah tertulis, mulai dari bangsa yunani kuno hingga awal masa hindu. Karya utamanya berhubungan dengan rasionalisasi dalam sosiologi agama dan pemerintahan, meski ia sering pula menulis di bidang ekonomi. karyanya yang paling populer adalah The Protestant Ethic and Spirit of Capitalism (1905) yang mengawali penelitiannya tentang sosiologi agama. Weber berpendapat bahwa agama adalah salah satu alasan utama bagi perkembangan yang berbeda antara budaya barat dan timur.  Pusat penelitian weber terletak pada dua segi utama, yakni: agama yang mempengaruhi pandangan hidup manusia dan perubahan sosial ekonomi yang mempengaruhi Agama.
2.2 Pemikiran Max Weber
Dalam bukunya yang berjudul The Protestant Ethic and Spirit of Capitalism, Weber menganalisis bahwa perubahan masyarakat barat menuju kemajuan ekonomi tidak hanya disebabkan oleh kelompok bisnis dan pemodal. Dalam penelitiannya, sebagian dari nilai keberagamaan protestan memiliki aspek rasionalitas ekonomi dan nilai-nilai tersebut ditunjukkan pada spirit keagamaan (Max Weber,2006: 95).
Weber menemukan bahwa teologi Protestan, terutama sekte Calvinis, mendorong orang untuk melakukan aktivitas keduniaannya secara rasional di satu sisi, dan di sisi lain etika tersebut juga mendorong orang untuk mewujudkan kehidupan yang asketik (sederhana), rajin beribadah, dan hidup hemat. Sikap hidup seperti ini di kembangkan masyarakat untuk memperoleh perkenan Tuhan, sehingga mereka merasa menjadi insan yang memang dipilih Tuhan. Kerja bagi penganut etika Protestan dilakukan karena dianggap sebagai calling atau tugas suci dari Tuhan. Para penganut Calvinis yakin bahwa hidup harus diupayakan melalui kerja keras, dan mereka yakin bahwa hidup memang harus didedikasikan kepada efisiensi dan rasionalitas agar kerja manusia menjadi maksimal sebagaimana dikehendaki Tuhan.
Penting dicatat, weber sesungguhnya tidak bermaksud untuk mengatakan bahwa etika protestan-salvinisme adalah faktor tunggal bagi kebangkitan kapitalisme. Weber hanya bermaksud menunjukkan segi idealis yang sejak dulu diabaikan untuk menekankan bahwa penjelasan komprehensif mengenai asal usul kapitalisme modern itu harus mencakup pertimbangan etika ekonomi dan bentuk ekonomi. selain itu, tanpa bermaksud menyatakan bahwa calvinisme menimbulkan kapitalisme dalam model-model sebab-akibat tunggal, weber menegaskan bahwa munculnya tipe kapitalisme ini hanya bisa dijelaskan secara memadai melalui model-model multidimensional.3
Sebenarnya bagi weber, perkembangan kapitalisme di dunia barat berkaitan erat dengan dua hal: rasionalitas instrumental dan etika protestan. Max weber mengkonsepsikan empat bentuk rasionalitas tersebut, yaitu traditional rationality, value rationality, effective rationality, dan purpossive rationality. Menurutnya purpossive rationality adalah bentuk paling tinggi, karena kemunculannya bersifat instrumental dengan pertimbangan rasional untuk mencapai satu tujuan. Rasionalitas instrumental mengarahkan tindakan individu dan masyarakat agar tetap guna, efisien dan efektif mencapai satu tujuan.
    Point penting yang dapat ditarik dari pemikiran weber adalah tautan antara tradisi budaya masyarakat (purpossive rationality) dan nilai-nilai ajaran keagamaan (etika protestan) menjadi pemicu perkembangan kapitalisme modern di Barat.4
 Bagaimana sesungguhnya pandangan weber tentang pengaruh agama dan etos kerja? Weber menyatakan bahwa berbeda dengan ajaran katolik seperti yang diajukan oleh Santo Thomas Aquino yang melihat kerja sebagai satu keharusan demi kelanjutan hidup, maka calvinisme, terutama sekte puritanisme melihat kerja sebagai beruf  atau panggilan. Kerja tidaklah sekedar pemenuhan keperluan, tetapi suatu tugas yang suci. Pensucian kerja berarti mengingkari sikap hidup keagamaan yang melarikan diri dari dunia. Sikap hidup keagamaan yang diinginkan oleh doktrin ini adalah intensifikasi pengabdian agama yang dijalankan dalam kegairahan kerja sebagai gambaran dan pernyataan dari manusia terpilih.4 Akhirnya weber menyatakan, semangat kapitalisme adalah yang bersandarkan kepada cinta, ketekunan, hemat, berperhitungan, rasional dan sanggup menahan diri. Selanjutnya sukses hidup yang dihasilkan oleh kerja keras bisa pula dianggap sebagai pembenaran bahwa ia adalah manusia terpilih.5 Kaitan kerja sebagai beruf, weber menemukan jawaban ini dalam “this wordly asceticism” yang diartikan sebagai pertapaan duniawi. Pola hidup ascetis ini mengakibatkan terbangunnya etika kerja dan moralitas yang tinggi.
Di dalam karyanya tersebut jelas sekali pandangan tentang waktu,uang dan kerja. Namun, di samping itu perlu diketahui tentang pemahaman protestan tentang takdir. Bagi weber dalam teologi protestan khususnya sekte calvinisme yang dianggap sebagai aliran yang paling banyak menyumbang bagi perkembangan semangat kapitalisme barat. Ada ajaran tentang takdir dan nasib manusia di hari nanti. Menurutnya takdir ini telah ditentukan dan keselamatan manusia akan diberikan kepada manusia terpilih. Siapakah yang terpilih? Ajaran ini menyatakan bahwa tidak ada kepastian.  Dalam bahasa yang berbeda, implikasi yang muncul dari cara pandang tentang takdir dan harapan menjadi manusia terpilih adalah lahirnya nilai-nilai cinta ketekunan, hemat, berperhitungan, rasional dan sanggup menahan diri, dan sukses hidup. Yang dihasilkan oleh kerja keras bisa pula dianggap sebagai pembenaran bahwa sipemeluk adalah orang-orang yang terpilih. Akumulasi nilai-nilai yang telah disebut di atas melahirkan apa yang dimaksud semangat kapitalisme.
Ada dua kata kunci yang penting dari tesis weber. Pertama, kerja sebagai beruf atau panggilan untuk menjadi manusia terpilih. Dan dalam perspektif weber kerja merupakan upaya untuk menjadi manusia pilihan Tuhan. Kedua, paham ascetisme atau dalam bahasa mistisme islam disebut dengan zuhud. Namun zuhud bukanlah dalam makna membenci kehidupan dunia atau tindakan yang pasif. Weber menuliskan bahwa, kontemplasi yang pasif  tidak ada manfaatnya, bahkan secara langsung patut dicela, sebab hal itu tidak membahagiakan Tuhan jika dibandingkan dengan suatu karya aktif dari kehendak-Nya di dalam satu panggilan.6
2.4 Respon peneliti Indonesia terhadap teori Max Webel
Teori weber diakui banyak pakar tidak saja menarik tetapi juga fenomenal. Termasuk di Indonesia, banyak ilmuan sosial yang meneliti dalam rangka mendukung atau memperkuat, membantah atau melemahkannya terutama yang berkaitan dengan islam. Beberapa penelitian berikut ini menunjukkan larisnya teori weber dikalangan peneliti Indonesia.
Taufiq Abdullah seorang sejarahwan kenamaan Indonesia memberikan pengakuannya terhadap pengaruh tesis weber dalam artikelnya “Tesis weber dan Islam Indonesia” sebagai artikel pembuka dalam buku Agama, Etos Kerja dan Perkembangan Ekonomi, ia menuliskan sebagai berikut:
•    Tesis Max weber tentang apa yang disebutkannya The Protestant Ethic and Spirit of Capitalism sampai sekarang merupakan salah satu teori yang paling menarik perhatian. Sejak ia memperkenalkannya pada tahun 1905 dan memperlihatkan kemungkinan adanya hubungan antara ajaran agama dengan perilaku ekonomi, sampai sekarang masih merangsang berbagai perdebatan dan penelitian empiris.7
M. Luthfi Malik dalam teorinya, Pasar, Masjid dan Etos Kerja telah mengungkapkan ragam studi untuk membuktikan kesahihan tesis weber tentang pengaruh teologi terhadap etos kerja. Luthfi menyebut nama-nama ilmuan yang setuju dengan weber seperti Geertz, lance Castle dan Mitsuo nakamura. M. Luthfi Malik juga mengutip studi Sukidi tentang Ahmad Dahlan (1868-1923) yang disebutnya sebagai “muslim calvinis”. Ahmad Dahlan dikenal sebagai salah seorang reformis modernis yang memiliki sikap asketis tinggi sekaligus semangat kewirausahaan. Sejak dini ahmad dahlan sudah mengamalkan ajaran islam secara konsisten. Sejak menginjak usia 15 tahun, dia menunaikan ibadah haji dan tinggal di mekkah selama 5 tahun untuk mendalami ilmu agama. Pada priode itu, dia mulai berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran gerakan pembaruan islam seperti Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridha, Ibn Taimiyah. Dia pulang kampung pada tahun 1888 dan berganti nama menjadi Haji Ahmad Dahlan.
    Pada tahun 1912 KH. Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah yang bertujuan melaksanakan cita-cita pembaruan islam di bumi Nusantara. Ini menguat asumsi bahwa simbol “haji” bisa menjadi kekuatan penggerak yang menumbuhkan kebajikan etos kerja yang kuat dalam aktivitas usaha perdagangan batik ahmad dahlan. Begitu kuat sikap asketis yang membentuk disiplin diri, terintegrasi dengan baik dalam karakter pengabdiannya. Sikap jujur, rajin, hemat,suka membantu, serta mendorong transformasi sosial keagamaan dan ekonomi masyarakat.8
    Jelas terlihat ada kaitannya antara agama dengan etos kerja. Baik penelitian geertz, lance castle ataupun sukidi membuktikan adanya pengaruh paham keagamaan dengan etos kewirausahaan.
2.4 Pandangan islam tentang kaitan teologi dengan etos kerja
•    Penafsiran weber tentang islam dalam konteks lahirnya dunia modern.
Islam dalam pandangan weber adalah sebuah agama monoteistik. Monoteistik akhir dari tradisi ibrahim (Abrahamic Religions) yang kemudian bergeser menjadi semacam agama yang menekankan “prestise sosial”. Berbeda dengan sekte Calvinis, Islam tidak memiliki afinitas teologis dengan perkembangan kapitalisme. Islam periode mekkah sebagai agama eskatologis berkembang dalam convecticle kota piestik yang mempertahankan suatu tendensi untuk menarik diri dari dunia (zuhud). Namun dalam perkembangan selanjutnya di Madinah dan dalam evolusi komunitas-komunitas awal, agama ini berubah menjadi agama prajurit dengan tekanan-tekanan kelas yang sangat kuat. Dengan ulasan lain, seperti dikutip oleh Taufik Abdullah, meskipun islam dipercaya sebagai agama yang menganut sistem teologi yang “monoteistis universalistis”. Islam dianggap weber sebagai agama “kelas prajurit” mempunyai kecendrungan pada kepentingan feodal, berorientasi pada prestise sosial, bersifat sultanistis dan patrimonial birokratis, serta tidak mempunyai prasyarat rohaniah bagi pertumbuhan kapitalisme. Weber percaya bahwa ajaran islam mempunyai sikap anti akal dan sangat menentang pengetahuan, terutama pengetahuan teologis. 
    Perintah-perintah religius hukum suci tidak diarahkan pada tujuan konversial dalam konteks pertamanya. Tujuan utamanya adalah perang hingga para pengikut kitab lain harus membayar upeti, hingga islam tumbuh dalam puncak skala sosial dunia dengan meminta upeti dari agama-agama lainnya. Sehingga islam adalah agama para prtualang yang diorientasikan kepada nilai-nilai penaklukan dan perampasan yang bersifat duniawi.
•    Penafsiran weber tentang katolik dan Buddha dalam konteks lahirnya dunia modern
Menurut weber katolik dan buddha sesungguhnya tidak mendukung etos kerja. Amin Abdullah juga mengungkapkan kritik weber. Ia menuliskan, berkaitan dengan itu weber pernah mempertanyakan dengan nada sinis bahwa agama-agama seperti islam, katolik, buddha adalah agama yang tidak mendukung pada proses produksi atau munculnya kapitalisme awal.9
•    Tanggapan Para Pemikir Islam tentang pandangan Weber.
Menurut pemikir-pemikir islam, pandangan weber keliru sekaligus menunjukkan rendahnya tingkat pemahamannya tentang islam. Bisa jadi weber tidak serius dalam mendalami islam atau ia memang memiliki pandangan yang masih biasa ala orientalis.
Tidak hanya pemikir muslim yang mengkritik weber, Robert N Bellah juga tidak kalah sengit menentang tesis weber. Bellah yang mengeksplorasi temuan weber, mendapatkan bukti-bukti otentik baru di kalangan masyarakat jepang yang menganut paham teologi Tokugawa dan Budhisme Zen, Ternyata mereka sangat efektif dalam usaha.
Khusus dalam islam, ajaran etos kerja dan hidup zuhud dalam maknanya yang positif sangat mendapatkan perhatian yang serius. Di dalam Al-Qur’an akan banyak ayat yang menjelaskan bahwa pentingnya kerja keras, kerja cerdas dan ikhlas, menghargai waktu dan etika mulia lainnya. Nilai-nilai ini tentunya sangat penting sekaligus berpengaruh pada perilaku ekonomi umat islam.
Berbicara tentang etos kerja, sangat erat kaitannya dengat niat atau motivasi utama orang tersebut bekerja. Etos kerja seorang muslim adalah semangat untuk menapaki jalan lurus, dalam hal mengambil keputusan pun, para pemimpin harus memegang amanah terutama para hakim. Hakim berlandaskan pada etos jalan lurus tersebut sebagaimana dawud ketika ia diminta untuk memutuskan perkara yang adil dan harus didasarkan pada nilai-nilai kebenaran. “ketika mereka masuk (menemui) daud lalu ia terkejut karena (kedatangan) mereka. Mereka berkata: “Janganlah kamu merasa takut; kami adalah dua orang yang berperkara yang salah seorang dari kami berbuat zalim kepada yang lain; maka berilah keputusan antara kami dengan adil dan janganlah kamu menyimpang dari kebenaran dan tunjukilah kami ke jalan yang lurus” (QS. Ash shaad:22)
Allah memerintahkan kita untuk bekerja keras dalam firman-Nya: Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (Q.S. Al-Qashash:77). Islam juga mengajarkan agar setiap detik dari waktu harus di isi dengan 3 (tiga) hal yaitu, untuk meningkatkan keimanan, beramal sholeh (membangun) dan membina komunikasi sosial, firman Allah: 1. demi masa. 2. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, 3. kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran. (Q.S.Al-Ashr:1-3).
Kerja Keras merupakan usaha maksimal untuk memenuhi keperluan hidup di dunia dan di akhirat disertai sikap optimis. Setiap orang wajib berikhtiar maksimal untuk memenuhi kebutuhan hidup di dunia dan akhirat. Kebutuhan hidup manusia baik jasmani maupun rohani harus terpenuhi. Kebutuhan jasmani antara lain makan, pakaian dan tempa tinggal sedangkan kebutuhan rohani diantaranya ilmu pengetahuan dan nasehat. Kebutuhan itu akan diperoleh dengan syarat apabila manusia mau bekerja keras dan berdo’a maka Allah pasti akan memberikan nikmat dan rizki-Nya.
Bekerja atau berikhtiar merupakan kewajiban semua manusia. Karena itu untuk mencapai tujuan hidup manusia harus bekerja keras terlebih dahulu. Dalam lingkup belajar, kerja keras sangat diperlukan sebab belajar merupakan proses ang membutuhkan waktu. Orang akan sukses apabila ia giat belajar, tidak bermalas-malasan.
Intinya adalah semua manusia wajib berkerja keras. Nabi Daud adalah pandai besi, Nabi Zakariya adalah tukang kayu, Nabi Muhammad SAW adalah pengembala hingga akhirnya ia jadi pedangang yang berhasil.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Biografi Max Weber "

Post a Comment