TENTANG GAGAL JANTUNG

Gagal Jantung 



Gagal jantung sering disebut gagal jantung congestive (congestive heart failure) 



adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah yang adekuat untuk memenuhi 





kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi. Penyebab gagal jantung yag paling sering adalah kelainan fungsi otot jantung yang disebabkan oleh: 

1. Aterosklerosis koroner (mengakibatkan terganggunya aliran darah ke otot jantung, sehingga fungsi otot jantung terganggu) 

2. Hipertensi sistemik atau pulmonal (meningkatkan beban kerja jantung dan hipertrofi serabut otot jantung, yang dianggap sebagai mekanisme kompensasi untuk meningkatkan kontraktilitas jantung, namun pada saatnya kondisi hipertrofi otot jantung tersebut dapat menyebabkan fungsi jantung terganggu dan akhirnya terjadi gagal jantung). 

3. Penyakit miokardium degeneratif dan peradangan (secara langsung dapat merusak serabut otot jantung, sehingga menyebabkan kontraktilitas jantung menurun. 

Tanda dominan gagal jantung adalah meningkatnya volume intravaskuler yang dapat menyebabkan edema dan penambahan berat badan. Tanda yang lain adalah peningkatan tekanan vena pulmonalis yang dapat menyebabkan edema paru. Hasil pemeriksaan radiologi pada pasien yang mengalami gagal jantung, umumnya ditemukan pembesaran jantung (kardiomegali) menunjukkan adanya hipertrofi dan atau dilatasi jantung (Ignatavicius, et al. 1995, p.894). Rasio besar jantung dengan diameter thorax (Cardiac Thorax Ratio/ CTR) pada orang normal adalah kurang dari 50%, sedangkan pada kardiomegali CTRnya adalah lebih dari 50%. 

Efek ketidakmampuan jantung memompa darah dengan adekwat menyebabkan curah jantung dan perfusi darah ke seluruh jaringan tubuh menjadi menurun, termasuk perfusi ke organ ginjal. Apabila perfusi ke ginjal menurun, maka fungsi ginjal juga akan menurun, khususnya dalam mengekskresikan sisa metabolisme tubuh. Kerusakan/ 





menurunnya fungsi ginjal dapat direfleksikan dengan adanya peningkatan kadar sisa metabolisme tubuh, diantaranya: blood urea nitrogen (BUN), serum creatinine, dan penurunan nilai creatinine clearance (Ignatavicius, et al. 1995, p.893). 

Nilai kreatinin serum yang normal = 0,5-1,1 mg/dl pada perempuan dan 0,6-1,2 mg/dl pada pria, Ureum atau Blood Urea Nitrogen (BUN) yang normal = 10 - 20 mg/dl; dan nilai kliren kreatinin (CCT) normal = 97-137 ml/menit pada pria, dan 88-128 ml/menit pada perempuan (Ignatavicius, 1995, pp.2121-2124). 







2.2 Faktor Risiko 



Berikut ini diuraikan beberapa faktor resiko terjadinya gangguan kardiovaskuler dan gagal ginjal. 




2.2.1 Hipertensi 



Hipertensi adalah tekanan darah menetap dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg, dan tekanan diastolik di atas 90 mmHg (Smeltzer & Bare, 2002. p. 776, 2002. p. 

896). Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko utama untuk terjadinya penyakit jantung koroner (PJK). Penelitian di berbagai tempat di Indonesia (1978) mendapatkan prevalensi hipertensi untuk Indonesia berkisar antara 6-15%, sedangkan di negara- negara maju seperti misalnya Amerika National Health Survey menemukan frekuensi yang lebih tinggi yaitu mencapai 15-20%. Lebih kurang 60% penderita hipertensi tidak terdeteksi, 20% dapat diketahui tetapi tidak diobati atau tidak terkontrol dengan baik, sedangkan hanya 20% dapat diobati dengan baik. 

Penyebab kematian akibat hipertensi di Amerika adalah kegagalan jantung 45%, miokard infark 35%, cerebrovascular accident 15% dan gagal ginjal 5%. Komplikasi 





yang terjadi pada hipertensi esensial biasanya akibat perubahan struktur arteri dan arterial sistemik, terutama terjadi pada kasus-kasus yang tidak diobati. Mula-mula akan terjadi hipertrofi dari tunika media diikuti dengan hialinisasi setempat dan penebalan fibrosis dari tunika intima dan akhirnya akan terjadi penyempitan pernbuluh darah. Tempat yang paling berbahaya adalah bila mengenai miokardium, arteri dan arterial sistemik, arteri koroner dan serebral, serta pembuluh darah ginjal. 

Komplikasi terhadap jantung akibat hipertensi yang paling sering terjadi adalah kegagalan ventrikel kiri, PJK seperti angina pektoris dan miokard infark. Dari beberapa penelitian didapatkan ±50% penderita miokard infark menderita hipertensi dan 75% kegagalan ventrikel kiri penyebabnya adalah hipertensi. Perubahan hipertensi khususnya pada jantung disebabkan karena: 

1. Meningkatnya tekanan darah. 



Peningkatan tekanan darah merupakan beban yang berat untuk jantung, sehingga menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri (faktor miokard). Keadaan ini tergantung dari berat dan lamanya hipertensi. 

2. Mempercepat timbulnya aterosklerosis. 



Tekanan darah yang tinggi dan menetap akan menimbulkan trauma langsung terhadap dinding pembuluh darah arteri koronaria, sehingga memudahkan terjadinya aterosklerosis koroner (faktor koroner). Hal ini menyebabkan angina pektoris, insufisiensi koroner dan miokard infark lebih sering didapatkan pada penderita hipertensi dibandingkan orang normal. 

Tekanan darah sistolik diduga mempunyai pengaruh yang lebih besar. Kejadiannya PJK pada hipertensi sering ditemukan dan secara langsung berhubungan dengan tingginya tekanan darah sistolik. Penelitian Framingham selama 18 tahun terhadap 





penderita berusia 45-75 tahun mendapatkan hipertensi sistolik merupakan faktor pencetus terjadinya angina pektoris dan miokard infark. Pada penelitian tersebut juga didapatkan penderita hipertensi yang mengalami miokard infark mortalitasnya 3x lebih besar daripada penderita yang normotensi dengan miokard infark. Kejadian miokard infark 2x 1ebih besar pada kelompok tekanan darah diastolik 90-10 mmHg dibandingkan tekanan darah diastolik (85 mmHg, sedangkan pada tekanan darah diastolik) 105 mmHg 4x lebih besar. 

Penelitian Stewart (http://library.usu.ac.id/download/fk/gizi-bahri4.pdf) juga memperkuat hubungan antara kenaikan tekanan darah diastolik dengan risiko mendapat miokard infark. Apabila hipertensi sistolik dan diastolik terjadi bersamaan maka akan menunjukkan risiko yang lebih besar dibandingkan penderita yang tekanan darahnya normal. Hipertensi sistolik saja ternyata menunjukkan risiko yang lebih tinggi daripada hipertensi diastolik saja. Uchenster juga melaporkan bahwa kematian PJK lebih berkorelasi dengan tekanan darah sistolik dibandingkan tekanan darah diastolik. Pemberian obat yang tepat pada hipertensi dapat mencegah terjadinya miokard infark dan kegagalan ventrikel kiri akan tetapi perlu juga diperhatikan efek samping dari obat- obatan dalam jangka panjang. Oleh sebab itu pencegahan terhadap hipertensi merupakan usaha yang jauh lebih baik untuk menurunkan risiko PJK. 

Tekanan darah yang normal merupakan penunjang kesehatan yang utama dalam kehidupan dan ada hubungannya dengan faktor keturunan, perilaku dan cara kehidupan, kebiasaan merokok dan alkoholisme, diet serta pemasukan Na & K yang seluruhnya adalah faktor-faktor yang berkaitan dengan pola kehidupan seseorang. Kesegaran jasmani juga berhubungan dengan tekanan derah sistolik, seperti yang didapatkan pada 




penelitian Fraser dkk. (http://library.usu.ac.id/download/fk/gizi-bahri4.pdf) orang-orang dengan kesegaran jasmani yang optimal tekanan darahnya cenderung lebih rendah. 


Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "TENTANG GAGAL JANTUNG"

Post a Comment