KONFLIK DI DALAM INDIVIDU SENDIRI.

Setiap konflik dapat bersifat meresahkan bagi orang atau orang-orang yang berhubungan denganya. Diantara konflik­konflik yang lebih mencemaskan secara potensial dapat disebut konflik-konflik yang dapat melibatkan sang individu sendiri. Konflik-konflik dapat muncul karena kelebihan beban peranan (Role Overloads) dan ketidakmampuan peranan orang yang bersangkutan (Person-Role Incompatibilities). 

Konilik dapat terjadi apabila orang mendapatkan "beban berlebihan" atau apabila menerima terlampau banyak tanggung jawab. 

Ini juga mungkin berkembang sebagai konflik nilai-nilai antara aktivitas-aktivitas kerja dan tangung jawab keluarga. 

Salah satu perspektif tentang konflik di dalam individu sendiri mencakup empat macam situasi alternatif sebagai berikut: 

(a) Konflik pendekatan-pendekatan (Approach-Approach Conflict). Seseorang harus memilih antara dua buah alternatif behavioral yang sama atraktif. 

(b) Konflik menghindari-menghindari (Avoidance-Avoidance Conflict). Orang dipaksa untuk melakukan pilihan antara tujuan-tujuan yang sama tidak aktraktif dan tidak diinginkan. 

(c) Konflik pendekatan-menghindari (Approach-Avoidance Conflict). Orang didorong ke arah suatu tujuan tunggal, karena adanya keinginan untuk mencapainya, tetapi secara simultan orang didesak untuk menghindarinya, karena adanya aspek-aspek yang tidak dinginkan yang berkaitan dengannya. 

(d) Konflik pendekatan-menghindari multiple. Orang mengalami kombinasi­kombinasi multiple dan konflik pendekatan-menghindari. 

2. KONFLIK ANTAR PRIBADI 

Konflik antar pribadi terjadi antara seorang individu atau lebih. Sifatnya kadang­kadang adalah substantif atau emosional. Setiap orang pernah mempunyai pengalaman dengan konflik antar pribadi; ini merupakan bentuk utama konflik yang dihadapi oleh para manajer. Disebabkan oleh karena konfrontasi dengan satu orang atau lebih, maka ini juga merupakan hal yang ingin dihindari. 

3. KONFLIK ANTAR KELOMPOK 

Situasi konflik lain muncul di dalam organisasi, sebagai suatu jaringan kerja kelompok-kelompok yang saling kait mengkait. Konflik antar kelompok merupakan hal yang lazim terjadi pada organisasi-organisasi. Ini dapat 

menyebabkan upaya koordinasi dan integrasi menjadi sulit dilaksanakan. Dalam setiap kasus, hubungan-hubungan antar kelompok perlu dimanaje dengan tepat, guna memelihara kerjasama dan 

untuk mencapai hasil-hasil konstruktif, dan mencegah timbulnya hasil-hasil destruktif, yang dapat timbul karena adanya konflik­konflik. 

4. KONFLIK ANTAR ORGANISATORIS 

Konflik dapat pula terjadi antara organisasi­organisasi. Pada umumnya konflik demikian dipandang dan sudut persaingan yang mencirikan lembaga-lembaga swasta. Tetapi, konflik antar organizatoris (antara organisasi-organisasi) merupakan persoalan yang lebih luas. 

Perhatikan misalnya, ketidaksesuaian paham antara yayasan dan organisasi­organisasi PTS-nya. 

3. PENYELESAIAN KONFLIK DALAM ORGANISASI 

Penyelesaian Konflik (Conflict Resolution) pada umumnya dapat dihadapi dengan cara: (1) bersikap tidak peduli terhadapnya ; (2) menekaruiya ; atau (3) menyelesaikannya. Sikap tidak peduli berarti, tidak ada upaya langsung untuk menghadapi sebuah konflik yang telah termanivestasi. Jika konflik dibiarkan berkembang dapat menjadi kekuatan konstruktif atau sebuah kekuatan destruktif. 

Menekan sebuah konflik yang terjadi (Suppression), menyebabkan menyusutnya dampak konflik yang negatif, tetapi tidak mengatasi, ataupun meniadakan pokok­pokok penyebab timbulnya konflik tersebut. Suppression, hanya sebuah pemecahan semu yang menyebabkan kondisi-kondisi anteseden, yang merupakan penyebab orisinal terjadinya konflik tetap ada. 

Ruchyat (2001:3-4) mengemukakan empat strategi untuk menyelesaikan konflik, yaitu: 1. Teknik konfrontasi digunakan jika 

menginginkan penyelesaian yang sama 

menguntungkan (win-win). 

Pendapat/konsep yang menyebabkan konflik didiskusikan untuk dibiarkan sehingga terjadi 

mendapatkan solusinya. penyelesiannya mengikuti lima 

2. Gaya penyelesaian tertentu diterapkan kecenderungan. 

jika dinginkan penyelesaian secara 

alamiah. Pada pokoknya konflik 










Gambar 2. Konflik Subtansi dan Emosional pada konflik dalam organisasi 




3. Perbaikan praktik organisasi diterapkan jika dari evaluasi ditemukan bahwa konflik terjadi akibat praktik organisasi yang kurang tepat. Untuk itu perlu dilakukan langkah-langkah, antara lain: perbaikan tujuan/sub tujuan, 

lclasifikasi tugas/wewenang setiap personel, penyempurnaan kebijakan, rotasi personil dan pelatihan personil jika diperlukan. 

4. Perubahan struktur organisasi diterapkan jika konflik diakibatkan oleh struktur organisasi yang kurang baik (bukan sekedar praktiknya yang salah). 

Akhir dari konflik akan tergantung pada cara yang dipakai dalam pemecahan konflik tersebut. Apabila dengan cara pemecahan tertentu, kedua belah pihak merasa puas maka tidak ada masalah. Tetapi bila salah satu pihak atau kedua belah pihak merasa dikecewakan, maka keadaan ini akan berakibat lain. Pihak yang dikecewakan akan menyimpan ketegangan tertentu dalam dirinya dan hal ini akan menjadi kekuatan tersembunyi untuk munculnya latent conflict yang mudah tersudut akibat insiden tertentu. Menurut T. Hani Handoko (1995:353), pada dasarnya terdapat tiga metode dalam penyelesaian konflik, yaitu: 

1. Konsensus, dimana pihak-pihak yang sedang bertentangan bertemu bersama untuk mencari penyelesaian terbaik masalah mereka, dan bukan mencari kemenangan sesuatu pihak; 

2. Konfrontasi, dimana pihak-pihak yang saling berhadapan menyatakan pendapatnya secara langsung satu 

sama lain, dan dengan kepemimpinan 

yang terampil dan kesediaan untuk menerima penyelesaian, suatu penyelesaian konflik yang rasioal sering dapat diketemukan; dan 

3. Penggunaan tujuan-tujuan yang lebih tinggi (superordinate goals) dapat juga menjadi metode penyelesaian konflik bila tujuan tersebut disetujui bersama. 

Lebih lanjut, T. Hani Handoko (1995:353‑
354) menyatakan dalam organisasi ldasik 

terdapat empat daerah struktural dimana konflik sering timbul, yaitu: 

1. Konflik hirarki, yaitu konflik antara berbagai tingkatan organisasi. Manajemen menengah mungkin konflik dengan personalia penyelia, dewan direktur mungkin konflik dengan manajemen puncak, atau secara umum terjadi konflik antara manajemen dan para karyawan. 

2. Konflik fungsional, yaitu konflik antara berbagai departemen fungsional organisasi. Sebagai contoh klasik, konflik antara departemen produksi dan pemasaran dalam suatu organisasi perusahaan. 

3. Konflik lini-staf, yaitu konflik antara lini dan staf. Hal ini sering merupakan hasil adanya perbedaan-perbedaan yang melekat pada personalia lini dan staf. 

4. Konflik formal-informal, yaitu konflik antara organisasi formal dan informal. 

Suatu organisais yang bebas sama sekali dari konflik kemungkinan merupakan organisasi yang statis, apatis dan tidak tanggap terhadap kebutuhan akan perubahan. Hal ini dapat digambarkan pada gambar 3. 

Suatu perubahan tidak timbul begitu saja, melainkan membutuhkan stimulus, dan stimulus tersebut adalah konflik. Seperti yang ditunjukkan gambar 3 tidak semua konflik itu fungsional, karena terdapat juga konflik yang berpengaruh negatif terhadap efektivitas organisasi, untuk itulah konflik perlu dikelola secara baik. 

Penanganan situasi-situasi konflik secara 

berhasil, memerlukan kemampuan untuk memahami proses-proses serta elemen­elemen yang melandasinya. Konflik yang timbul mungkin bersifat konstruktif dalam hal pengambilan keputusan terbaik untuk kepentingan organisasi, atau is dapat destruktif karena terjadi sikap "permusuhan" dengan seorang karyawan utama.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "KONFLIK DI DALAM INDIVIDU SENDIRI. "

Post a Comment