KONFLIK DALAM ORGANISASI PTS

 SITUASI DAN BENTUK KONFLIK DALAM ORGANISASI PTS 

Di tingkat perguruan tinggi unsur-unsur yang terlibat dalam pengambilan keputusan disebutkan dalam Pedoman Otonomi Pengelolaan Perguruan Tinggi, (1991:28) ialah: (1) penyelenggaraan perguruan tinggi, yang mewakili kepentingan masyarakat (politik, ekonomi, sosial, budaya); (2) pimpinan perguruan tinggi, yang merupakan penyandang wibawa struktural dan memegang tanggung jawab pelaksanaan; (3) senat perguruan tinggi, yang mewakili wibawa fungsional masyarakat akademik (masing-masing tenaga kependidikan selalu berperan rangkap yaitu sebagai pelaksana dan pengelola kegiatan); (4) senat mahasiswa, yang mewakili kepentingan mahasiswa (yang berperan sebagai obyek program, juga sebagai sumberdaya dan hasil pelaksanaan program); (5) dewan penyantun, yang diebntuk oleh pimpinan perguruan tinggi 



Untuk memperoleh masukan dan keterkaitan dengan masyarakat. 

Pada tingkat pelaksanaan kegiatan akademik seperti (jurusan dan laboratorium/ studio) pola pengambilan keputusan tersebut sejauh mungkin 

dilakukan juga, walaupun dalam bentuk yang sangat disederhanakan. Sebagai gambaran umum struktur organisasi perguruan tinggi dapat dilihat pada gambar 4. 


Konflik Dalam Organisasi, dapat dikelompokkan ke dalam 2 (dua) bentuk konflik yaitu konflik substantifdan konflik emosional. Dalam. organisasi PTS, dilihat dari tipikalnya konflik dapat terjadi: 


1. KONFLIK DI DALAM INDIVIDU 


Hal ini terjadi, apabila seorang individu dalam organisasi PTS tidak pasti tentang pekerjaan apa yang dihadapkan akan dilakukan olehnya. Seperti tuntutan dan pekerjaan yang ada, berbenturan dengan tuntutan lain, atau tuntutan pekerjaan melebihi ke mampuannya. Sehingga timbul perasaan 

perasaan: (1) marah; (2) ketidak percayaan; (3) ketidak senangan; (4) takut dan sikap menentang atau; (5) bentrokan-bentrokan kepribadian. Konflik seperti ini disebut sebagai konflik emosional. 

1. KONFLIK ANTARA INDIVIDU-INDIVIDU 


tekanan yang berkaitan dengan peranan. Seperti terjadinya sejenis dikotomi dalam penyelenggaraan dan pengelolaan perguruan tinggi swasta, yaitu kewibawaan struktur birokrasi administrasi di satu pihak dan kewibawaan fungsional masyarakat akademik di lain pihak, dimana hal ini diperankan oleh 

dalam melaksanakan kegiatannya sehari­hari. Contoh: Pembantu 

Rektor/ Ketua/ Direktur Bidang Administrasi Umum dan Keuangan memegang kewibawaan struktur biasanya bersifat "rasional" dalam arti pola pengambilan keputusan dilandasi oleh prosedur dan format yang jelas dan baku, yaitu mengembangkan pilihan-pilihan dan alternatif-alternatif untuk kemudian memilih yang optimal. Pembantu Rektor/Ketua/Direktur Bidang Akademik memegang kewibawaan fungsional yang biasanya di perguruan tinggi terpecah­pecah karena mewakili berbagai disiplin ilmu Tenggang rasa dan toleransi yang menyertai kewibawaan fungsional sering menghasilkan pengambilan keputusan yang bersifat kompromi, bukan mufakat berdasarkan musyawarah, sehingga tanggung jawab pelaksana menjadi lemah. Kewibawaan fungsional seperti ini, yang menjadi landasan operasional otonomi keilmuan dan kebebasan akademik, masih merupakan sarana yang dianggap terbaik untuk pengembangan IPTEKS sepanjang tidak terlalu diwarnai oleh kepentingan pribadi. 

Pada konflik antar individu-individu bentuk konflik substantif akan mewarnai konflik ini disamping konflik emosional konflik substantif yaitu terjadinya ketidak sesuaian-ketidak sesuaian yang menyangkut: (1) tujuan-tujuan organisasi; (2) alokasi sumber daya; (3) distribusi imbalan; (4) prosedur kerja; (5) pendelegasian wewenang dan; (6) kebijakan. 

Hal ini sering kali dianggap sebagai hal yang terjadi karena adanya perbedaan­perbedaan dalam kerpibadian. Dalam organisasi PTS, minimal karena tekanan‑ 

69 

3. KONFLIK ANTARA INDIVIDU-INDIVIDU DAN KELOMPOK-KELOMPOK 

Hal ini, sering kali berhubungan dengan cara para individu menghadapi tekanan­tekanan untuk mencapai konfomiitas, yang ditekankan kepada mereka oleh kelompok­kelompok kerja mereka dalam organisasi PTS. Sebagai contoh: dihukumnya seorang dosen tetap oleh kelompok Senat Perguruan Tinggi karena dianggap is tidak dapat memenuhi norma-norma akademik yang sudah ditetapkan Senat Perguruan Tinggi. Pada konflik ini umumnya terjadi dalam bentuk konflik substantif, yaitu terjadinya ketidak sesuaian-ketidak sesuaian yang menyangkut: (1) tujuan­tujuan organisasi; (2) alokasi sumber daya; (3) distribusi imbalan; (4) prosedur kerja; (5) pendelegasian dan; (6) kebijakan dalam penyelenggaraan PTS. 

4. KONFLIK ANTARA KELOMPOK­KELOMPOK DALAM ORGANISASI 

Hal ini, merupakan konflik yang banyak terjadi di dalam organisasi. Dilihat dari daerah struktural dimana konflik dalam organisasi PTS dapat terjadi pada: (1) konflik hirarki; (2) konflik fungsional; (3) 

konflik lini dan staf. Konflik hirarki pada organisasi PTS dapat ditemukan pada 

kelompok unsur pimpinan PTS 

Dengan unsur pelaksana akademik atau antara dosen dengan manajemen PTS itu sendi i. Seperti adanya tuntutan akademik yang dibebankan pada dosen untuk suatu mutu pendidikan, yang selalu dibatasi penggunaan sumber dayanya karena efisiensi sebagai amanat yayasan (Badan Hukum Penyelenggara - PTS). Secara fungsional, juga terdapat pada unsur pelaksana administrasi yaitu antara Bidang Administrasi Umum dan Keuangan yang berpegang pada efisiensi tetapi Bidang Administrasi Akademik berpegang pada efektifitas pencapaian mutu akademik dari penyelenggaraan PTS. Hal ini dilengkapi biasanya oleh konflik lini dan staf dalam pelaksanaan dari suatu pendelegasian wewenang, dimana kekuasaan unsur pimpinan PTS mengalir dalam suatu garis lurus kebawah sampai pada dosen (unsur pelaksana akademik). 

Adakalanya pegawai-pegawai staf melakukan kekuasaan eksekutif karena merasa dekat dengan unsur pimpinan dalam BP-PTS yang akhirnya menimbulkan konflik dengan pegawai lini, akan mulai adanya ketidakjelasan pelimpahan wewenang dan mekanisme kerja dari yang sudah ditetapkan atau di standarisasi baik melalui peraturan atau prosedur yang dibakukan. Dan semua konflik ini, umumnya adalah konflik substantif karena menyangkut: (1) Tujuan-tujuan organisasi; (2) Prosedur kerja; (3) Pendelegasian dan; (4) Kebijakan dari penyelenggaran PTS. Dan 4 (empat) tipikal konflik yang terjadi seperti yang disampaikan pada Bab II, penyebabnya karena (1) Komunikasi ; (2) Struktur organisasi dan (3) Hubungan pribadi. 

Konflik substantif dan konflik emosional dalam tipikalnya masing-masing dalam 

organisasi PTS dapat bersifat destruktif da konstruktif. 

Destruktif jika kedua bentuk konflik tersebut dapat menimbulkan (1) Perasaan cemas/tegang (stress atau mencekam) ; (2) Komunkasi yang menyusut ; (3) Perasaan yang makin menghebat dan 

(4) Menurunnya perhatian terhadap tujuan bersama. Konstruktif jika dapat (1) Meningkatkan Kreativitas dan Inovasi ; 

(2) Upaya meningkat ; (3) Ikatan yang makin kuat dan berkurangnya ketegangan (stress). 

3.2. PENGENDALIAN KONFLIK DALAM ORGANISASI PTS. 

Pengendalian konflik dalam organisasi PTS seperti yang dikemukakan Ruchyat (2001 : 3-4) dapat dilakukan dengan penyelesaian konflik yang pada umumnya dapat dihadapi dengan cara: (1) Teknik konfrontasi melalui diskusi untuk mendapatkan solusinya; (2) Perbaikan praktek organisasi, Yaitu adanya langkah-langkah perbaikan dalam organisasi PTS dan; (3) Perubahan struktur jika terjadi karena akibat struktur organisasi PTS yang tidak tepat. 

Sedangkan metodanya dapat dilakukan seperti yang dikemukakan T. Hani Handoko (1995 : 353) yaitu melalui: (1) Konsensus; (2) Konfrontasi dan; (3) Penggunaan tujuan­tujuan yang lebih tinggi (super ordinate goals). 

G.R. Terry (1982:205) dalam bukunya yang berjudul Principle of Management menyatakan bahwa : 

Konflik biasanya mengikuti suatu pola teratur yang terdiri dari 4 (empat) tahapan, yaitu: (1) timbul suatu krisis tertentu; (2) gejala eskalasi ketidaksesuaian paham terjadi; (3) konfrontasi menjadi pusat perhatian dan; (4) krisis selanjutnya dialihkan untuk diselesaikan. 

1. KONFRONTASI KONFLIK 

Dalam menyelenggaraan PTS, dimana adanya kewibawaan struktural birokrasi administrasi di satu pihak dan kewibawaan fungsional masyarakat akademik dilain 

pihak akan membawa kedalam bentuk­bentuk konflik substantif yang pada akhirnya bermuara pada bentuk konflik emosional. Untuk itu perlu dilakukan rekonsialisasi dalam bentuk diskusi yang akan lebih membawa pada isu-isu konflik sesungguhnya sehingga mengubah konflik destruktif menjadi konflik konstruktif. 

2. PENINGKATAN KONFLIK (ESKALASI) 

Dan konflik adanya kewibawaan struktural birokrasi administrasi dengan kewibawaan fungsional masyarakat akademik, akan terjadi spiral kecil dalam kelompok organisasi PT'S, yang akan menghancurkan kesatuan kelompok. Untuk itu perlu dilakukan langkah-langkah perbaikkan tujuan/sub tujuan organisasi PTS, klasifikasi tugas/wewenang setiap personel, penyempurnaan kebijakan, rotasi personel dan pelatihan personel dalam penyelenggaraan PTS. 

3. PENURUNAN KONFLIK (DE-ESKALASI) 

Penurunan konflik cenderung terjadi, jika orang dalam organisasi PTS disadarkan bahwa debat yang berkepanjangan terlalu membuang waktu dan energi.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "KONFLIK DALAM ORGANISASI PTS "

Post a Comment