Ciri Diagnostik Gangguan Konversi :


Ciri Diagnostik Gangguan Konversi : 

1. Paling tidak terdapat satu simtom/defisit yang melibatkan fungsi motorik/sensoris yang menunjukkan adanya gangguan fisik. 

2. Faktor psikologis dinilai berhubungan dengan gangguan tersebut karena onset/kambuhnya simtom fisik terkait dengan munculnya stresor psikososial atau situasi konflik. 

3. Orang tersebut tidak sengaja menciptakan simtom atau berpura-pura memiliki dengan tujuan tertentu. 

4. Simtom tidak dapat dijelaskan sebagai suatu ritual budaya atau pola respon, juga tidak dapat dijelaskan dengan gangguan fisik apapun melalui landasan pengujian yang tepat. 

5. Simtom menyebabkan distres emosional yang berarti, hendaya dalam satu atau lebih area fungsi, seperti fungsi sosial atau pekerjaan, atau cukup untuk menjamin perhatian medis. 

Simtom tidak terbatas pada keluhan nyeri atau masalah fungsi seksual, juga tidak dapat disebabkan oleh gangguan mental lain. 



Perlu dibedakan dengan Malingering dan Factitious Disorder 
Pada malingering, individu berpura-pura menampilkan ketidakmampuan karena niat untuk menghindari tanggung jawab (secara sadar). Dengan demikian dilakukan dengan terarah dan hati-hati agar tidak ketahuan berbohong. 
Pada factitious disorder, gejala mirip gangguan konversi namun bersifat volunteer (secara sadar), motivasinya cenderung tidak jelas, individu memiliki kebutuhan akan peran sebagai pasien tetapi bukan untuk tujuan kriminil seperti pada malingering. 





1. SOMATIZATION DISORDER (GANGGUAN SOMATISASI / BRIQUET’S SYNDROME) 

Gangguan somatisasi memiliki ciri keluhan somatik yang beragam dan berulang. Keluhan yang muncul ini biasanya mencakup sistem organ yang berbeda. Keluhan ini tidak dapat dijelaskan oleh penyebab fisik, karena biasanya muncul dalam konteks gangguan psikologis, seperti kecemasan dan gangguan depresi. 
Keluhan berulang-ulang secara histrionic 
Bersifat multiple somatic 
Tidak ada penyebab fisik yang jelas 
Sering mengunjungi dokter, menggunakan obat-obatan, perawatan bahkan pembedahan. 
Keluhan dapat berupa sakit kepala, sakit punggung, sakit perut, kelelahan, nyeri dada, masalah seksual, masalah pencernaan. 
Prevalensi pada perempuan lebih besar daripada laki-laki. 
Gangguan ditimbulkan karena intensitas stressor yang besar. 





Etiologi dan Terapi 

Psikoanalisa: gangguan muncul karena impuls-impuls yang terepresi dan dikonversikan ke gejala fisik. Menurut teori ini, penyebab hysteria atau gangguan konversi disebabkan oleh kondisi psikologis. Ego berfungsi mengendalikan dorongan seksual atau agresi yang tidak dapat diterima secara sosial, dalam bentuk represi. Kendali ini akan menghambat timbulnya kecemasan jika individu sadar akan munculnya dorongan tersebut. Namun, energi sisa yang ada dalam dorongan tersebut dikonversikan ke dalam simtom fisik, seperti kebutaan atau kelumpuhan. 

Terapi: membantu mengangkat dorongan-dorongan yang terepresi. Penanganan dengan pendekatan ini dilakukan dengan cara mengungkap dan mengangkat konflik tidak sadar ke dalam kesadaran. Jika konflik ini diungkap dan dilalui, maka simtom tidak akan muncul sebagai usaha untuk menyelesaikan masalah. 



Behaviorisme: adanya pengangkatan gejala-gejala fisik sebagai cara untuk memperoleh tujuan yang diinginkan. Misalnya, orang dengan gangguan konversi dapat dibebaskan dari tugas/tanggung jawab dalam suatu pekerjaan. Lingkungan sekitar pun mendukung jika orang tersebut tidak melaksanakan tanggung jawabnya. Kemudian, ketika orang ini tidak mengalami sakit, namun ingin terbebas dari tanggung jawab, maka ia akan memunculkan simtom tersebut. 

Terapi: mengurangi kecemasan dan mendorong perilaku yang membolehkan pelepasan gejala. Selain itu, penanganan dengan pendekatan ini menekankan pada menghilangkan sumber dari reinforcement sekunder yang dihubungan dengan keluhan fisik. Misalnya, mengabaikan keluhan orang yang mengalami gangguan tersebut, mengajarkan kepada orang yang mengalami gangguan itu untuk menghargai usaha memenuhi tanggung jawabnya, mengajarkan orang yang mengalami gangguan untuk mengatasi kecemasan dan stres dengan cara yang lebih adaptif. 





Kognitif: Penjelasan kognitif berfokus pada peran dari pikiran yang terdistorsi. Orang yang mengalami hipokondriasis memiliki kecenderungan untuk membesar-besarkan keluhan fisik yang ringan. Mereka salah menginterpretasi simtom ringan sebagai tanda sakit yang serius, yang akhirnya justru menimbulkan kecemasan. Kecemasan itu sendiri akhirnya menimbulkan simtom fisik yang tidak menyenangkan. Hal ini seperti lingkaran setan yang tidak putus. Demikian juga halnya dengan orang yang mengalami BDD memiliki pikiran yang salah akan konsep dirinya. 

Terapi: Penanganan dengan pendekatan ini dilakukan dengan restrukturisasi kognitif, yaitu dengan mengubah keyakinan penderita yang salah akan adanya suatu penyakit dalam tubuh dan keyakinan yang salah mengenai konsep diri. 

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Ciri Diagnostik Gangguan Konversi : "

Post a Comment