Cara Untuk Pengembangan Karakter
.
Pendidikan untuk pembangunan karakter hendaknya tidak diartikan sebagai
membuat satu mata pelajaran baru dengan nama ’pembangunan karakter’. Pada
dasarnya semua mata pelajaran yang diajarkan dapat dipakai wahana untuk
mengembangkan karakter. Semua pelajaran dapat dimanfaatkan untuk menggugah,
untuk memberi inspirasi, dan membuka kesempatan pada siswa dan para mahasiswa
untuk meningkatkan kepercayaan diri, kegigihan, kejujuran, kedermawanan,
optimisme dan karakter baik lainnya. Apabila dalam sebuah mata pelajaran,
seorang siswa atau mahasiswa diberi kesempatan untuk mempresentasikan
pendapatnya atau hasil observasi, atau hasil percobaannya di depan kelas, maka
hal itu akan meningkatkan kepercayaan diri siswa atau mahasiswa yang
bersangkutan. Apabila siswa atau mahasiswa bekerja dalam kelompok, mereka akan
punya kesempatan untuk mengembangkan kebiasaan berbagi atau belajar toleran
terhadap keanekaragaman.
Suasana Belajar yang Apresiatif.
Suasana pendidikan di Indonesia sangat miskin apresiasi. Para pengajar
sulit sekali menghargai atau memberi apresiasi terhadap keberhasilan atau
kemajuan yang dicapai oleh para siswa atau mahasiswa. Para pengajar biasanya
diam saja atau tidak mengatakan apa-apa apabila ada siswa atau mahasiswanya
melakukan hal-hal yang baik. Mereka lebih suka melihat atau menyoroti atau
mengomentari kekurangan yang ada pada seorang siswa atau mahasiswa. Secara
umum, para pengajar lebih suka memberi umpan balik negatif daripada umpan balik
positif, atau lebih suka menghukum daripada menghargai.
Pengembangan suasana apresiatif justru memilih cara pendekatan sebaliknya.
Pendekatan apresiatif didasarkan atas pandangan bahwa karakter atau kebiasaan
baik lebih mudah dan cepat dikembangkan
dengan mengapresiasi kebajikan dan kekuatan yang ada pada seseorang, bukan
dengan menyoroti keburukannya atau kelemahannya. Pendekatan ini tidak hanya
mencari hal-hal baik atau keberhasilan yang menonjol atau spektakuler, namun
memperhatikan kebaikan atau kekuatan atau keberhasilan sekecil apapun yang
dimiliki atau telah dilakukan oleh seseorang dan mengapresiasinya. Beberapa penelitian
di Institut Teknologi Bandung menunjukkan bahwa lingkungan yang apresiatif
menguatkan rasa-kompeten atau rasa percaya diri [4], dan menguatkan perilaku
inovatif pada seseorang [5].
Bagaimana dengan kelemahan atau kebiasaan buruk yang ada pada seseorang?
Apakah akan dibiarkan? Pendekatan ini meyakini bahwa kalau kebiasaan baik pada
seseorang berkembang, kebiasaan buruknya akan berkurang. Ini adalah bagian dari
strategi pembangunan karakter dengan bertumpu pada kekuatan dan kebajikan.
Lingkungan yang Menyediakan
Ruang Luas untuk Melakukan Eksperimen
dan Meksplorasi.
Di samping suasana yang apresiatif, perlu dikembangkan lingkungan yang memberi ruang yang luas bagi siswa atau
mahasiswa bereksperimen dengan dirinya dan
mengeksplorasi lingkungannya, khususnya lingkungan sosialnya. Untuk itu,
kegiatan-kegiatan ekstra kurikuler yang dirancang dan dilaksanakan oleh para
siswa atau mahasiswa menjadi sangat penting artinya. Kegiatan seperti ini bisa
berbentuk Himpunan Jurusan, Dewan Mahasiswa (dimasa lalu), Kabinet Mahasiswa,
dan Unit-unit Aktivitas yang menjadi
tempat bagi para mahasiswa yang punya minat yang sama dalam bidang kesenian,
olahraga, pendidikan, kewirausahaan dan yang lainnya untuk menyalurkan bakat
atau minatnya melalui kegiatan yang terorganisir.
Organisasi kemahasiswaan yang sifatnya ekstrakurikuler seperti ini adalah
ranah yang sangat baik bagi para siswa atau mahasiswa untuk belajar mengambil
tanggung jawab dalam mendidik dirinya sendiri dan saling mendidik diantara
rekan sejawat. Ini adalah komunitas di mana seorang mahasiswa menjalankan
agenda pendidikan dirinya sendiri. Menurut pendapat saya, hasil utamanya bukan
hanya mahasiswa yang lebih terampil pada bidang yang ditekuninya dalam
olahraga, kesenian, atau bidang-bidang lain, namun mereka menjadi lebih matang.
Dengan terlibat aktif dalam kegiatan kemahasiswaan, seorang mahasiswa belajar
mengemukakan gagasannya, belajar melihat suatu masalah dari berbagai sudut
pandang, belajar meyakinkan orang lain, belajar memimpin orang lain, belajar
memimpin diri sendiri, belajar menjadi pengikut
orang lain, belajar menghargai orang lain, belajar berbagi, belajar
berkontribusi, belajar menghargai perbedaan, belajar berempati, belajar
memegang nilai-nilai atau prinsip-prinsip hidup, belajar membuat rencana,
belajar melaksanakan rencana yang sudah dibuat, belajar mengakui kelebihan
orang lain, belajar mengakui kekurangan diri sendiri, belajar menjadi pemenang
yang rendah hati, belajar menerima kekalahan dengan lapang dada, belajar
bersikap sportif. Secara singkat, seorang mahasiswa dapat memanfaatkan
organisasi kemahasiswaan untuk tempat pengembangan kematangan sosial. Ini
adalah tempat yang dapat dipakai untuk mengasah diri dalam mengembangkan
cita-cita hidup, karakter dan kecakapan sosial. Dalam unit-unit kegiatan dan
organisasi kemahasiswaan, seorang mahasiswa bisa memperoleh hal-hal yang tidak
diperolehnya di dalam kelas dan pengalaman menjadi aktivis dalam organisasi
ekstrakurikuler sering dirasakan menjadi salah satu faktor yang sangat penting
dalam menentukan keberhasilan seseorang sesudah menyelesaikan studinya di
perguruan tinggi.
Investasi Besar-besaraan
Pada Peningkatan Mutu Guru.
Tidak ada pendidkan yang bermutu tanpa guru yang bermutu. Guru di sini
mencakup guru pada semua jenjang pendidikan, dari Taman Kanak-kanak sampai
Perguruan Tinggi. Mengharapkan perbaikan mutu pendidikan tanpa perbaikan mutu
guru adalah sebuah ilusi. Sayangnya, selama tiga dekade terakhir ini, para guru
adalah kelompok warga negara yang paling
tidak menikmati hasil-hasil pertumbuhan ekonomi (baik dari manfaat sosial
maupun manfaat ekonomik), dibandingkan dengan kelompok profesi lainnya. Dari
pengalaman bekerja sama dan berinteraksi
dengan ribuan orang guru dan kepala sekolah selama 12 tahun terakhir ini saya
berani menyatakan bahwa secara umum para guru dan kepala sekolah pada tingkat
SMA dan SMP, bekal mereka sangat tidak mencukupi dalam hampir semua bidang yang
diperlukan untuk menjadi seorang pendidik yang baik di awal abad 21 ini.
Sekarang ini, guru-guru dan kepala sekolah kita masih merupakan kelompok
masyarakat yang terisolasi dari perkembangan pengetahuan, metoda serta
paradigma pendidikan yang baru. Hal ini terjadi bukan karena kemauan mereka,
namun merupakan akibat dari cara negara kita
menangani pendidikan selama ini. Perbaikan mutu ini tidak ada
hubungannya dengan sertifikasi guru.
Rendahnya gaji para guru dibandingkan dengan profesi lain di Indonesia
telah menyebabkan kurangnya penghargaan masyarakat terhadap profesi guru dan
menjadikan profesi guru sebagai pilihan terakhir bagi banyak orang atau pemuda
yang masuk ke perguruan tinggi. Pendidikan guru kalah bersaing dalam menarik
calon mahasiswa yang berpotensi tinggi. Semua ini menjadi ’downward spiral’
dalam mutu guru di Indonesia. Di pihak lain, ketika pemerintah dan masyarakat
‘memberi’ hanya sedikit kepada para guru, pemerintah dan masyarakat menuntut
sangat banyak dan tuntutannya makin meningkat, khususnya dalam hal mutu
pendidikan. Kalau ada pihak yang tidak puas dengan mutu pendidikan, sering sekali yang dijadikan kambing hitam adalah para
guru.
Kalau bangsa Indonesia ingin melakukan ‘turn
around’ dalam bidang pendidikan, maka negara ini perlu segera mulai
melakukan investasi besar-besaran dalam peningkatan mutu guru. Posisi guru hendaknya dikembalikan
sebagai ujung tombak dan pelaku utama dalam peningkatan mutu pendidikan, bukan
diperlakukan sebagai ’pelengkap penderita’. Para guru hendaknya dibebaskan dari
sistem dan suasana birokratik serta suasana feodalistik di lembaga-lembaga dan
dinas-dinas pendidikan yang mengekang mereka untuk mengeluarkan potensinya yang
terbaik. Kesejahteraan guru memang issue besar, namun peningkatan kesejahteraan
hendaknya dijadikan bagian yang tidak terpisahkan dari peningkatan mutu guru.
0 Response to "Cara Untuk Pengembangan Karakter"
Post a Comment