Azas-azas Perancangan Percobaan.

Pengulangan (replication), pengacakan(randomization) dan penendalan setempat (Local controle) merupakan asas pokok dalam perancanan percoaan. Sedangkan keortogonalan , pemautan(confounding) dan keefisienan merupakan asas tambahan. 
Pengulagan diperlukan untuk memungkinkan memperoleh suatu dugaanbagi ragam galat percobaan. Ragam galat percobaan adalah suatu dasar pengukuran yang diperlukan dalam penelitian bedabeda teramati dari data respons percobaan, dan diperlukan juga dalam menentukan lebar selang kepercayaan sustu dugaan. 
Pengulangan diperlukan untuk mengasilkan suatu dugaan yang lebih tepat (cermat) untuk ragam galat percobaan. 
Pengulangan dapat memberikan dugaan yang lebih teliti untuk ragam dari suatu rataan atau beda antara dua rataan. Hal ini disebabkan karena makin kecil ragam galat suatu percobaan, maka makin tinggi ketelitian percobaan itu. Ragam galat semakin kecil dengan bertambah banyaknya ulangan. 
Pengulangan dapat memberikan dugaan yang lebih teliti untuk suatu ragam rataan contoh atau beda antara dua rataan contoh. 



3.3. Banyaknya Ulangan. 

Berapa banyaknya ulangan untuk tiap perlakuan yang harus dipertimbangkan agar diperoleh suatu dugaan yang cukup dekat (teliti) disekitar suatu parameternya, merupakan pertanyaan wajar yang banyak ditanyakan oleh para peneliti, dalam menerapkan statistika sebagai suatu alat analisis. Pertanyaan tersebut tidak mudah dijawab secara lugas, karena ada hal-hal yang harus dipahami dalam menggunakan rumus atau kaedah yang ada. 

Misalnya parameter pupolasi yang hendak diduga ialah µ, dengan dugaan tak bias adalah ωi. Sebagai suatu statistik, ωi bukanlah suatu kontanta, nilainya dapat beragam dari suatu contoh ke contoh acak lainnya yang mungkin terseleksi dari satu percobaan. 

Umumnya ragam ωi adalah Var(ωi) = (1/ri)тi2, disini ri adalah banyaknya ulangan untuk memperoleh ωi dan тi2 adalah ragam populasi ke-i. Dalam sustu percobaan biasanya diuji lebih dari satu macan perlakuan, misalnya t macam perlakua. Apabila didalam suatu percobaan ragam masing-masing perlakuan dianggap seragam, maka : т12 = т22 = …………тt2 = тi2 , katakanlah setiap perlakuan ulangannya sama yaitu sebanyak r. Selanjutnya, apabila sebaran datanya normal dengan rataan µi dan ragamnya sama yaitu : (тi2/r) maka peluang 1-α untuk penduga selang µi adalah : 

P[ωi – Zα/2√(тi2/r) ≤ µI ≤ ωi – Zα/2√(тi2/r)] = 1- α. Jika lebar rentangan sebesar R, maka R = 2 Zα/2√(тi2/r). Pengkuadratan hubungan yang terakhir menghasilkan R2 = 4 (Zα/2)2(тi2/r) sehingga : r = 4(Zα/2)2(тi/R)2 

Untuk memperoleh suatu dugaan yang teliti bagi µi dalam suatu selang kepercayaan yang dikendaki, 1- α kiki harus menentukan besar penyimpangan dugaan itu kekiri atau kekanan parameter yang hendak diduga. Dengan kata lain kita harus menentukan nilai mutlak untuk R. Misalnya rentang yang ditentukan R = 2 dan ragamnya тi2 = 4, dan berdasarkan table Z, Zα/2 = 1,96 (taraf signifikansi 0,05 atau selang kepercayaan 0,95), maka : 

r = 4(Zα/2)2(тi/R)2 = 4(1,96)2(4/4) = 15,37 Jadi banyaknya ulangan yang diperlukan dengan ketentuan diatas adalah sebanyak 16 satuan atau buah. Tetapi dalam kenyataannya R dan т2 jarang atau sulit ditentukan. 

Untuk percobaan membandingkan dua perlakuan, banyaknya ulangan dicari dengan respek terhadap deda sebenarnya antara rataan dari dua perlakuan, yaitu : δ = µ1 - µ2., Besarnya nilai δ diduga dengan d = ŷ1 – ŷ2. 

Jika varian kedua perlakuan ini sama yaitu sebesar тi2/r dan datanya menyebar normal, maka ragam gabungan dari kedua perlakuan tersebut adalah 2тi2/r, sehingga jika beda sebenarnya yang diinginkan darim kedua perlakuan tersebut adalah B, maka pada taraf signifikansi 0,05 adalah sebagai berikut : 

(ŷ1 – ŷ2)/(2тi2/r)1/2 = Zα/2 

B/(2тi2/r)1/2 = Zα/2 

B=(2тi2/r)1/2 (Zα/2) 

r = [2(Zα/2)2тi2]/B2 

Misalkan varians atau keragaman (тi) dari suatu peubah respons diketahui sebesar 4 satruan dan beda yang diinginkan antara dua perlakuan tidak lebih dari 1,5 satuan, dengan tingkat kepercayaan 95%, maka diperlukan sampel sebanyak : r = [2(Zα/2)2тi2]/B = [2(1,96) 24]/(1,52) = 13.66. 

Jadi diperlukan 14 buah sampel, dari rumus diatas terlihat bahwa semakin besar keragaman atau semakin beragam respon maka semakin banyak jumlah sampel yang diperlukan, dan sebaliknya semakin besar beda yang diinginkan untuk menyatakan perbedaan populasi hipotetik, maka semakin sedikit diperlukan sampel. 

Dalam banyak keadaan, biasanya тi2 tidak diketahui dan dalam percobaan diduga dengan S2 (kuadrat tengah Galat), dengan keadaan ini artinya kita menggunakan informasi percobaan dalam memperhitungkan kembali banyaknya ulangan yang seharusnya diperlukan, apabila percobaan sewrupa dalam kondisi-kondisi yang sama dilakukan. 

Ada suatu kaedah yang cukup terkenal dalam menentukan banyaknya ulangan berdasarkan derat bebas penduga тi2 (S2), yaitu bahwa banyaknya ulangan yang dianggap cukup, ditentukan dari n – p ≥ 15. Untuk rancangan acak lengkap n – p adalah n – p = t(r-1), sehingga hubungan yang dipergunakan dalam menentukan banyaknya ulangan adalah : t(r-1) ≥ 15, disini t = banyaknya perlakuan dan r banyaknya ulangan yang dicari). Untuk Rancangan Acak Kelompok n – p = (t – 1)(b – 1) dalam RAK Subsampling tb(r-1), disini b adalh jumlah kelompok dalam RAK. 

Dasar kaedah tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut, penduga bagi тi2 yaitu S2 secara umum ditentukan : 

S2 = (Jumlah Kuadrat Galat)/(Derat Bebas Galat) = JKG/(DBG = JKG/(n – p 

Dari rumus diatas dapat dipikirkan bahwa nilai ragam sisaan atau galat percobaan akan kecil apabila jumlah kuadrat galat mendekati nol dan/atau derajat bebas galat semakin besar. Jumlah kuadrat galat akan sama dengan nol jika Yij seragam nilainya untuk semua pengamatan ke- ij. Hal ini adalah suatu hal yang amat langka terjadi dalam suatu percobaan. Jika diperhatikan dari rumus diatas, JK Galat sebagai suatu konstanta yang besarnya misalnya ditentukan sma dengan 2, maka yang dapat diubah adalah derajat bebas galat, jadi besarnya 2/(n-p) dapat dianggap sebagai suatu factor pengganda yang dikendaki dekat dengan nol untuk memperoleh S2 yang kecil. 

Berapa nilai 2/(n-p) yang dianggap cukup tergantung dari ketelitian yang diharapkan. Misalnya, berikut ini dicantumkan beberapa nilai DB galat sebagai berikut : 


DB 




10 

16 

20 

40 

100 


2/DB 

1,0 

0,5 

0,25 

0,20 

0,125 

0,100 

0,05 

0,02 




Dari daftar diatas dapat diamati bahwa perbedaan nilai 2/DB dari DB=16 ke DB=20 kecil sekali, jika dibandingkan perbedaan DB=10 ke DB=16, yaitu : 0,025 berbanding 0,075. Perubahannya semakin kecil bila DB semakin besar, jadi DB≥16 dianggap cukup baik, karena perubahannya sudah cukup kecil. 

Dalam percobaan yang berhubungan dengan persentase atau peluang suatu kejadian atau prevalensi, jika peluang terjadinya suatu kejadian diketahui, maka berdasarkan sebaran Binom dari n kejadian yang diinginkan terjadi atau diharapkan muncul, maka kemungkinan kejadian x akan terjadi, jika peluang atau prevalensi timbulnya kejadian sebesar p adalah (nx)px(1- p)n-x ,. Jika kita tidak menginginkan tidak mendapatkan kejadian x atau kemungkinan tidak terjadinya x atau x=0 diinginkan sangat kecil, yaitu sebesar α, maka : 

(nx)px(1- p)n-x = α 

(n0)p0(1- p)n-0 = α 

(1- p)n= α 

Log(1- p)n= Log α 

n = (Log)/Log(1- p) 

Misalkan diketahui peluang terjadinya suatu kejadian sebasar 0,40, maka dengan tingkat kepercayaan sebesar 95% diperlukan sample untuk bias dipercayai bahwa kejadian itu akan ditemukan/terjadi adalah : 

n = (Log 0,05)/Log (1 - 0,40) = -1,30103/-0,22185 = 5, 86 

Jadi minimum jumlah unit penel;itian yang digunakan sebanyak 6 buah. 

Berdasarkan Sebaran Binom diketahui bahwa rataan np dan ragamnya np(1- p), maka jika dugaan yang diinginkan dari p maksimum menyimpang sebesar b maka : 

b = Zα/2

n = p(1- p)[( Zα/2)/b]2 

Jadi jumlah sample yang digunakan untuk menduga peluang atau prevalensi suatu kejadian pada contoh diatas pada taraf signifikansi 5% dan jika maksimum penyimpangan yang diinginkan tidak lebih dari 0,08 adalah : 

n = p(1- p)[( Zα/2)/b]2 

n = 0,40(1- 0,40)[(1,96)/0,08]2 

n = 144,08 

Jadi jumlah sample minimum diperlukan sebanyak 145 buah 

3.4. Pengacakan (Randomization) 

Jika ada n buah satuan percobaan dipergunakan untuk percobaan dengan 2 perlakuan dengan ulangan n1 dan n2 di mana n1 + n2 = n, katakanlah misalnya n1 = n2, Maka timbul suatu pertanyaa apakah perbedaan respons hasil penelitian disebabkan karena perbedaan/akibat perlakuan, tentu jawaban yang diinginkan adalah Ya!. Tetapi mungkin tidak, karena ada sebab lain yaitu karena kebetulan sample n1 dipilih yang lebih baik dari n2, atau karena sebab lainnya. 

Setiap peneliti yang berhati-hati akan berusaha untuk mengelakkan pengaruh bukan karena perlakuan dengan berbagai cara, namun bahan percobaan dapat memiliki perbadaan cirri-ciri yang tidak dikendalikan dari penampilan cirri luarnya saja. Jadi cara yang ampoh dan adil pengendalian pengaruh yang tidak dikenal adalah dengan cara acak. 

Dalam melakukan percobaan ada beberapa situasi dimana kita melakukan pengacakan, di antaranya : 

1. Penarikan contoh acak untuk menetapkan obyek-obyek amatan. Suatu contoh acak terdiri atas n unsure ditarik dari suatu populasi kongkrit berukuran N yang terhingga. Misalnya dalam rangka memilioh anak contoh dari suatu satuan percobaan. 

2. Penetapan ukuran acak obyek-obyek untuk dilakukan proses percobaan, pengujian, pengamatan, atau pengidenfikasian karateristik atau kandungan bahan tertentu. Dalam hal ini 1,2,………,n 

3. Pengalokasian acak t macam perlakuan terhadap suatu gugus satuan percobaan berukuran b≥t satuan percobaan (b kelompok besar satuan percobaan)

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Azas-azas Perancangan Percobaan."

Post a Comment