Kritik terhadap Postmodernisme
Dalam buku The Philosophical Discourse of Modernity, Habermas mengemukakan berbagai kritiknya terhadap pemikiran postmodernisme. Ia menyatakan bahwa asal-usul konsep “post-modernity” itu sendiri harus diteliti. Habermas menyatakan ada kelemahan mendasar pemikiran kaum postmodernis tentang (“modernitas” yang dianggap ahistoris. Para pemikir postmodernis seakan-akan menghilankan dimensi dan cakrwila historis yang memunculkan “postmodern” itu. haberms berpendapat bahwa apa yang disebut postmodern itu hanyalah lanjutan dari modernitas yang belum selesai, karena itu pemikir postmoderni tidak dapat menyatakan diri melampaui modernitas itu.
Para pengikut Hegel, termasuk Teori Kritis Mazhab Franfurt, mencoba mengatsi msalah modernitas dengan etap bertolak dri asumsi-asumsi epistemologi modern. Nietszche justru mengambil jalan radikal dengan mencoba modernitas dan rasionalitas modern itu.
Ben Agger dalam The Discourse of Domination : from the Franbkfurt School to the Postmodernism (1992), dalam bab berjudul ”Postmodernism : Ideology or Critical Theory” menyatakan posmodernisme dan feminisme sebagai teori Kritis.
Ada karakteristik yang sama dan menjadi ciri utama Teori Kritis dan postmodern, yaitu bahwa teori sosial harus memiliki peran yang berarti bagi proses transformasi duani dan meningkatkan kondisi kemanusian pada arah yang lebih manusiawi. Hal ini terlihat jelas pada teori poskolonial, feminisme, dan cultural studies atau multikulturalisme.
Fredric Jameson dalam tulisannya “Postmodernisme dan Masyarakat Konsumer” menyatakan bahwa datangnya era postmoderni membawa serta pemusnahan telak distingsi-distingsi tempat bergantungnya Teori Kritis itu.
Bourdieu menantang egaliterianisme budaya dan menunjukkan bagaimana dan hubungan yang mendalam antara kelanjutan ketidaksetaraan ekonomi dan budaya. Menurut Bourdieau, masing-masing lokasi kelas sosial memiliki habitusnya sendiri-sendiri yang membawa anggotanya pada kecenderungan bentuk-bentuk khusus seler dan presiasi khusus objek budaya, sosial dan lainya (Turner, 2002, 17)
Postmodernisme dan Kritik Pembangunan
Pemikiran-pemikiran postmodernisme dapat digunakan untuk menganalisis diskursus terhadap tantangan pembangunan. Kata devbelopment, yang diterjemahkan ke bahasa Indonesia menjadi “pembangunan”, menyiratkan dominasi, penindasan dan pengeksploitasian postmodernisme telah menyumbangkan perkembangan teori kritik terhadap teori pembangunan dan modrnisasi dari perspektif yang sangat berbeda dengan teori-teori kritik sebelumnya.
Sumbangan terbesar postmodernisme terhadap teori dan perubahan sosial adalah membuat teori itu lebih sensitif terhadap relasi kekuasaan dan dominasi menyadarkan kita bagaimana relasi kekuasaan teranyam di setiap aspek kehidupan, dan ini bertentangan dengan umumnya ilmu sosial yang berasumsi ilmu ini netral objektif, dan tak berdosa.
Kalau bagi Marx kekuasaan ad pada kaum pemilik modal, Dahdenrof pada kelompok elite, maka pada Foucault kekuasaan bisa terjadi pada diskursus dan pengetahuan.
Kilas Balik Postmodernisme
Modernisme dan postmodernisme, tidak sekedar sebagai aliran filsafat dan teori sosial yang hanya berorientasi pada konsep, sistem, dan metode saja. Bukan juga sekadar strukturalisme dn postrukturalisme dalam pengertian Strauss dan Foucault.
Para pemikir modernisme kontemporer seperti Karl Popper, Houston Smith, dan Haberms, tidak menganggap penting soal timbulnya gerakan postmodernisme.
Dalam kaitannya dengan keragaman gerakan postmodernisme sendiri, maka post modernisme dapat dibagi dalam dua aliran besar, yakni postmodernisme epistemologis dan postmodernisme empirik.
Pemikir postmodernisme yang dapat dimasukkan ke dalam kelompok ini adalah Lyotard, Derrida, Foucault, dan Rorty. Ulrich Beck, dalam bukunya Risk Society : Towards a New Modernity (1998) menjelaskan “risiko” sebagai kemungkinan-kemungkinan kerusakan fisik (termasuk mental dan sosial) yang disebabkan oleh proses teknologi dan proses-proses lainnya, seperti proses sosial, politik, komunikasi.
Eksplorasi Beck terhadap peran, status, dan implikasi teknologi menimbulkan perdebatan yang hangt. Pertama, karyanya berhubungan dengan tema-tema pasca-modernitas dan pasca modern. Argumen Beck bahwa masyarakat berisiko yang telah membelah kontrak asurnsi antara masa kini dan masa depan bisa dperbandingkan dengan keraguan pasca-modern atas meta-naratif kemajuan. Kedua, Beck menekankan signifikansi sosiologi lingkungan dan ekologi. Di Jerman, Beck berpengaruh besar pada pemikiran dan politik lingkungan hidup, namun di negara-negara berbahasa Inggris pengaruhnya telah berkurang karena perbedaan bahasa antara publikasi asli dan terjemahan (buku Beck dipublikasikan di Jerman tahun 1986, terjemahan bahasa Inggrisnya keluar tahun 1992)
Risiko juga merupakan tema karya Anthony Giddens. Ia membedakan risiko lingkungan pra-modern (tradisional) dan modern. Giddens menekankan pentingnya lingkungan, perang dan hubungan personal dalam pengalaman modern dan konstruksi risiko.
0 Response to "Kritik terhadap Postmodernisme"
Post a Comment