Pemahaman Tentang Resistensi Obat
Resistensi Obat
Resistensi terhadap obat masih merupakan rintangan utama dalam hal pengobatan tumor 3. Baik faktor farmakologis maupun seluler mungkin menjadi penyebab resistensi obat. Konsentrasi obat terutama tergantung pada dosis dan lamanya masa infus. Pengaruh obat mungkin dibatasi oleh lokasi tumor (misalnya dalam susunan saraf pusat) atau oleh jumlah darah yang terbatas di beberapa daerah tumor. Namun, jikapun pengaruh terhadap sel tumor dapat dicapai secara optimal, sejumlah faktor seluler mungkin merupakan penyebab resistensi obat. Berkurangnya aliran obat ke dalam sel, metabolisme obat yang tidak sempurna ke arah senyawa aktifnya, dan resistensi terhadap aneka obat (multidrug resistance).
Multidrug resistance terjadi dengan timbulnya jenis – jenis sel kanker baru yang menolak tidak saja obat – obat yang sebelumnya efektif tetapi juga obat – obat antineoplastik yang secara kimiawi tidak berhubungan dengan sel yang sebelumnya tidak terpengaruh obat antineoplasma 3. Obat – obat yang berkaitan dengan multidrug resistance adalah obat dengan molekul hidrofobik yang dihasilkan dari bahan alami, misalnya alakaloid vinka, daktinomisin. Pada umumnya, obat – obat ini tidak memiliki sasaran sitotoksik yang sama dalam sel.
Efek Samping
Pada dosis terapeutik, mielosupresi, alopesia dan mukositis biasanya merupakan toksisitas yang dapat diprediksi dari kebanyakan obat antineoplasma 3. Mual dan muntah merupakan efek langsung terhadap jalur garstrointestinal dan / atau stimulasi dalam zona pemicu kemoreseptor (chemoreceptor trigger zone) pada ventrikel empat.. Penggunaan dari inhibitor dari reseptor 5HT3 telah sangat menurunkan insidens efek samping akut dari obat antineoplasma.
1. Toksisitas pada ginjal
Penurunan fungsi ginjal bukan peristiwa yang jarang pada pasien yang diterapi kanker. Sisplatin menyebabkan kerusakan pada tubulus yang reversibel dalam 3 – 4 minggu 3. Hal ini dapat dicegah dengan pemberian cairan & diuretik. Metotreksat dosis tinggi juga dapat menyebabkan terbentuknya presipitat di tubuli yang reversibel dalam 2 – 3 minggu. Hal ini dicegah dengan pemberian cairan, alkalinisasi urin dan menghindari pemberian obat salisilat dan sufametoksazol.
2. Hepatotoksik
Metotreksat dosis tinggi sering menyebabkan peningkatan enzim hati dan fibrosis hati 3. Aktinomisisn-D menyebabkan hepatomegali, jaundice dan asites.
3. Neurotoksik
Neuropati merupakan toksisitas yang paling sering membatasi dosis vinkristin 3. Keracunan meliputi susunan sensorik dan motorik, dan adanya rasa sakit. Sebagai tambahan adanya rasa sakit, aa kemungkinan terjadi hilangnya refleks tendon dan parestesia pada jari tangan dan kaki. Footdrop dan wristdrop adalah gejala awal neuropati.
Ototoksik dari sisplatin berhubungan dengan dosis kumulatif dan berakibat pada menurunnya ketajaman pendengaran diatas 2000 Hz.
Meskipun sangat jarang terjadi pada anak – anak efek samping yang serius dari kegagalan fungsi otak dan serebelum dapat diamati pada pasien yang menerima dosis tinggi ara-C. Gejalanya meliputi ataksia, disartria dan nistagmus. Toksisitas tampaknya berhubungan erat dengan dosis dan risikonya meningkat pada dosis total yang melampaui 24 gram/m2 3.
Metotreksat intratekal bisa menyebabkan iritasi meningen dan araknoiditis dalam 2 – 34 jam setelah pengobatan dan bisa berlangsung selama 12 – 72 jam. Gejalanya adalah sakit kepala hebat, leher kaku, muntah, letargi, demam dan kadang pleiositosis dari cairan serebrospinal. Gejalanya berhubungan dengan dosis kumulatif.
4. Kardiotoksik
Timbulnya insidens kardiomiopati meningkat pada dosis kumulatif 450 mg/m2 untuk adriamisin dan 600 mg/m2 untuk daunorubisin. Kegagalan jantung biasanya timbul dalam waktu 1 tahun setelah terapi, namun dapat timbul 10 tahun sejak pengobatan. Subklinis yang abnormal pada ventrikel kiri, termasuk peningkatan afterload dan penurunan kontraktilitas jantung merupakan kejadian yang umum dan seringkali progresif. Oleh karena itu, pemantauan jantung yang berkelanjutan seumur hidup direkomendasikan pada pasien yang berhasil selamat dengan pengobatan antrasiklin 3.
5. Toksisitas pada paru
Bleomisin paling sering menyebabkan toksisitas pada paru. Tapi penggunaannya pada anak adalah jarang.
0 Response to "Pemahaman Tentang Resistensi Obat "
Post a Comment