Konsepsi Dasar Hak atas Kekayaan Intelektual (HAKI)
PENGANTAR
Tulisan ini ditujukan untuk menjelaskan beberapa strategi penelusuran hasil-hasil riset dan strategi perlindungannya dalam regime paten. Ada tiga isu utama yang akan dibahas berkaitan dengan tema diatas, yaitu: eksistensi, strategi atau metode dan momentum. Eksistensi ini mengacu pada apa yang yang kita maksudkan dengan hasil-hasil riset dalam tulisan ini dan mengapa ia harus dilindungi. Selanjutnya, bagaimana cara memberikan perlindungan terhadap hasil-hasil riset –dalam bentuk penemuan yang telah dipatenkan- mengacu pada strategi yang dapat diterapkan. Sudah tentu, strategi yang hendak diterapkan dalam memberikan perlindungan atas hasil-hasil riset tersebut mencakup pembahasan yang terkait dengan instrument hukum atau norma-norma hukum yang melindunginya, tahapan perlindungannya, dan cara melindunginya.
2. PENDAHULUAN
Tak dapat diragukan lagi bahwa tampilan peradaban manusia saat ini merupakan elemen kebaruan (emergent properties) dari seluruh rangkaian dan sekaligus akumulasi dari kreatifitas dan produktifitas manusia. Pertanyaannya, apakah yang menjadi bahan bakar dan akselerator dari kreatifitas dan produktifitas manusia tersebut? Dalam beberapa hasil penelusuran literature, ditemukan bahwa akselerator yang sangat signifikan dalam peningkatan dan pengembangan kreatifitas dan produktifitas manusia tersebut terletak pada terciptanya iklim yang kondusif.
Iklim yang kondusif tercipta bila semua komponen masyaratkanya dapat mengembangkan potensi dan energinya secara optimal tanpa hambatan[1]. Dalam kaitannya dengan pengembangan kreatifitas dan produktifitas masyarakat, iklim yang kondusif mensyaratkan adanya kerangka hukum yang kuat dalam menjamin dan melindungi hak-hak dan kewajiban setiap masyarakat dalam mengembangkan kreatifitasnya. Hal penting lainnya adalah dinamika perekonomian –industri dan perdagangan- yang dinamis yang dapat berfungsi sebagai medium dalam pemanfaatan hak-hak kreatif masyarakat.
Pengalaman beberapa negara maju menunjukkan bahwa terciptanya iklim yang kondusif menuju creative community ini terletak pada keberhasilan pemerintah dan masyarakatnya dalam membangun kebijakan (political will) yang mengintegrasikan komponen pendidikan dan penelitian, serta industri dan perdagangan. Produk kebijakan tersebut dapat dilihat dalam bentuk produk peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan hasil-hasil penelitian berikut pemanfaatannya[2]. Dalam hal ini, produk hukum itu adalah pengaturan paten[3].
Paralel dengan uraian diatas, pembahasan tentang pengidentifikasian, pengeksploitasian, dan perlindungan hasil-hasil riset ini akan ditelaah dalam kerangka rezim paten.
3. EKSISTENSI HASIL-HASIL RISET DALAM REGIM PATEN
Bagian ini akan membahas perihal hakekat dari hasil-hasil riset yang dilindungi dalam regim paten. Mengapa ia harus dilindungi? Bagaimana rasionalisasi, dan justifikasi teknisnya? Apa yang kita maksudkan dengan hasil-hasil riset yang dilindungi dalam regim paten ini? bagaimana cakupan perlindungannya, serta kerangka hukum dan cara pengidentifikasian atau penelusuran dan penentuan hasil-hasil riset yang dapat dilindungi dalam regim paten.
3.1. Doktrin Inventor: Konsep Dasar Pengapresiasian Kreatifitas dan Produktifitas dalam Pengembangan Hasil-Hasil Riset
Konsep dasar dalam pengapresiasian dan pengembangan hasil-hasil riset tidak dapat dilepaskan dari risalah pengkonstruksian perlindungan hukum bagi kreatifitas dan produktifitas manusia. Konsep ini dapat ditelusuri dari ajaran Lockean yang menjadi landasan filosofis bagi pemvalidasian eksistensi sebuah kreatifitas yang saat ini dikenal dengan HAKI. Konsepsi dasar hak atas kekayaan intelektual (HAKI) bersumber pada proposisi yang dipostulasikan oleh John Locke[4], filosof Inggris abad ke XVII. Inti gagasan proposisi tersebut menempatkan hak milik sebagai hak yang melekat (inherent) pada kepribadian individu[5]. Setiap orang memiliki hak untuk mempertahankan hidup dengan karya fisik, ide, kreativitas dan derivat-derivatnya. Jika seseorang mengkombinasikan karya manusiawinya, dengan obyek-obyek alamiah dan menambahkan sesuatu dari dirinya, maka secara otomatis hasilnya merupakan bagian dari kekayaannya[6], dan tidak dapat dihilangkan dari dirinya tanpa seizinnya[7]. Untuk itu, semua manusia memiliki hak-hak alamiah tertentu dan untuk menikmati hak-hak tersebut tidak memerlukan izin dari pemerintah[8]. Proposisi ini sesungguhnya menggambarkan proses interaksi (structural coupling) antara manusia dan alam sebagai syarat minimal untuk hidup manusiawi. Namun demikian, seluruh derivat dari structural coupling itu seharusnya tidak membatasi orang lain dalam melakukan atau menikmati derivat tersebut secara wajar.
Deskripsi di atas membimbing kita pada kesimpulan yang mengkualifikasi hak milik intelektual sebagai hak kodrat[9] dan ia harus diberikan perlindungan sebagai bagian dari hak kodrat yang dianugerahkan oleh Tuhan kepada manusia. Dengan demikian ia dapat dikategorikan ke dalam nilai-nilai universal yang harus dihormati oleh manusia sebagai subyek hukum.
0 Response to "Konsepsi Dasar Hak atas Kekayaan Intelektual (HAKI)"
Post a Comment