Kemahiran Mengendalikan Keseimbangan.

Orang yang terbatas kemampuan (terutama finansiilnya) harus mampu mengendalikan gerak keinginan dirinya dan mengatur kebutuhan hidupnya. Hidup effisien melalui pengaturan pengeluaran dengan misalnya menghindari pemborosan dan menyusun kembali skala prioritas merupakan langkah penting dan rasional dalam mengendalikan manajemen keuangan rumah tangga. Bagi mereka yang banyak melakukan pembelian dengan angsuran, sebaiknya menyusun ‘cash flow’ forecast sederhana, yang memperkirakan arus uang masuk dan arus uang keluar misalnya bulanan, terlebih bila memiliki sumber penghasilan tambahan di luar gaji seperti toko, wartel, mengajar part timer dan sebagainya sebagai sambilan. 

Langkah konkrit pengendalian: 
Membatasi pembelian dengan angsuran/kredit. 
Mendekatkan keinginan pada kebutuhan. 
Mengurangi kemungkinan ‘impulse buying’ (pembelian seketika lihat). 
Tidak terpengaruh ‘decieved promotion’ (iklan yang menyesatkan). 
Membandingkan harga produk yang bersaing (‘price competition’) 
Mengerti manfaat dan fitur barang (‘features of product’) 
Effisiensi menyeluruh: pemakaian telepon, listrik, gas dan air. 
Mengatur mobilitas sesuai keperluan. 

Dari sisi lain perlu diusahakan kemungkinan peningkatan kemampuan 

antara lain sekolah/kuliah/training yang lebih tinggi, kemungkinan promosi, alternatif tempat kerja yang lebih baik, alternatif tambahan sumber rejeki yang lain yang halal dan barokah. 

Surat Az Zummar ayat 52 berbunyi: 

“Dan apakah mereka tidak mengetahui, bahwasanya Allah melapangkan rizki bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Dia (pula) yang menyempitkan(nya). Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar (terdapat) tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang beriman”. 

Kebiasaan hidup sederhana akan membuat orang lebih rasional, dengan anggaran rumah tangga yang tidak selalu mengalami defisit, manajemen rumah tangga secara keseluruhan akan mudah dikontrol (‘undercontrol’). Kelebihan sumber dana berlebihan diatas kebutuhan tanpa kemampuan mengendalikan ‘household budget’ dapat mengakibatkan kesulitan-kesulitan yang tidak terduga karena banyaknya pemborosan pengeluaran yang dapat mendatangkan resiko besar. Kondisi seperti ini dapat membawa rumah tangga pada kondisi irasional yang berpengaruh pada sikap dan moralitas seluruh anggotanya. 

Dalam surat Ibrahim ayat 7, Allah swt. berfirman: 

“Dan (ingatlah juga) tatkala Tuhanmu memaklumkan: ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambahnya (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmatKu), maka sesungguhnya azabKu sangat pedih”. 


Kemampuan memenuhi kebutuhan yang berbeda-beda. 

Dalam konsep Islam, kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hidup tidak sepenuhnya bergantung pada banyaknya bilangan materi yang dimiliki. Dengan akal, kecerdasan, pengalaman dan referensi orang lain masih terbuka kemungkinan untuk mengatur kembali (‘rearrangement’) kebutuhan. Contoh yang konkrit misalnya hendak memasukkan anak ke sekolah lanjutan; yang dijadikan pertimbangan pertama tidak selalu harus mencari sekolah mana yang paling favorit, tapi urutannya dapat diatur menjadi: intensitas mata pelajaran agama - kapasitas atau prestasi anak – kecenderungan pilihan anak – biaya transportasi – lingkungan pergaulan sekolah – prestasi sekolah dan seterusnya. Dengan demikian dapat terjadi kemungkinan penghematan biaya, anak dapat mengikuti pelajaran dengan wajar dan terbentuk pengembangan kecerdasan dan kepribadian yang lebih Islami. 

Hal yang lebih mendasar lagi adalah keikhlasan menerima keadilan Illahi dalam membagi rejeki. Jangan terlalu cepat mengasosiasikan besarnya penghasilan atau kepemilikan dengan kemampuan pemenuhan kebutuhan. Sampai batas tertentu hal ini memang nampak sebagai sesuatu yang masuk akal, tapi bagi orang yang lemah iman, kurang wawasan, kurang syukur ni’mah, kondisi serba berkelebihan materi dapat mengakibatkan malas beribadah, tidak menyadari adanya nikmat-nimat Allah yang lain, menurunnya daya ikhtiar dan tidak pandai menyusun skala prioritas kebutuhan. Pada tingkatan yang paling membahayakan dirinya adalah apabila sampai pada kondisi merasa kurang perlu bergantung pada sesuatu yang lain yakni kekuatan dan kekuasaan Allah swt., sehingga hidayah dan pertolonganNya tidak akan membantunya dalam menghadapi kesulitan hidup dan datangnya musibah yang mungkin menimpa. 

Surat Ibrahim ayat 34 berbunyi: 

“Jika kalian hendak menghitung-hitung nikmat Allah (yang dikaruniakan kepada 

manusia) kalian tidak akan dapat menghitungnya”. 

Bagi mereka yang dikaruniai kelebihan rejeki, kesehatan, kelebihan ilmu dan pengalaman serta mengamalkan ajaran agama sejak usia muda, akan tertunduk wajah dan hatinya seraya berharap semoga Allah swt. menerima amal ibadahnya, pemanfaatan ilmunya, zakat dan infaqnya serta mengampuni dosa-dosa dan kesalahannya karena Rasulullah saw. telah memperingatkan dengan sabdanya: 

“Pada suatu hari (hari kiamat) kaki seseorang tidak akan dapat bergerak sebelum ditanya tentang empat perkara: Tentang umurnya untuk apa dihabiskan; tentang masa mudanya untuk apa digunakan; tentang hartanya dari mana diperoleh dan untuk apa dibelanjakan; dan tentang ilmunya, apa yang telah diperbuat dengannya!” 

(Diriwayatkan oleh Thabraniy dengan isnad dari Mu’adz bin Jabal r.a.). 

arr'� bo��� ��� v:line> 

Keinginan Kebutuhan 

Menyusun Skala Prioritas Kebutuhan. 

Manusia hidup selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhannya, sehubungan dengan keterbatasan kemampuan pemenuhannya diperlukan penyusunan skala prioritas kebutuhan. Secara sederhana struktur kebutuhan terbagi dua, yakni pertama kebutuhan primer meliputi makan, pakaian dan tempat tinggal, kedua kebutuhan sekunder meliputi pendidikan, pergaulan, rekreasi dan sebagainya. 

Setiap membicarakan skala kebutuhan orang segera teringat nama Abraham H Maslow, yang menyusun heirarki kebutuhan mulai yang tertinggi prioritasnya hingga prioritas akhir, sebagai berikut: 
Basic physical needs (kebutuhan fisik yang mendasar) 
Safety and security (keamanan dan kepastian) 
Belonging and social needs (kebutuhan keterikatan sosial) 
Esteem and status (penghargaan dan status) 
Self actualization and fulfillment (aktualisasi/keberadaan diri dan pemenuhannya) 

Bagi kelompok masyarakat dengan penghasilan relatip rendah, urutan nomor satu harus didahulukan yang dilanjutkan dengan urutan dua yang menyangkut keamanan dan kepastian hidup kedepan. Setiap orang memiliki kecenderungan skala prioritas yang berbeda-beda, terutama bagi kelompok orang yang berpenghasilan tinggi urutan satu dan dua tidak menjadi masalah. Sedangkan urutan prioritas tiga, empat dan lima mereka susun sesuai interest atau minat, latar belakang pendidikan dan peran sosial masing-masing, bahkan kadang-kadang berubah-ubah menurut selera dan usianya. 

Bagi manusia muslim, penyusunan skala prioritas kebutuhan sangat dipengaruhi oleh derajat ketakwaan seseorang, sehingga apabila kebutuhan pertama dan kedua sudah terpenuhi maka urutan kebutuhan berikutnya akan dipenuhinya bersamaan dengan pemenuhan kewajiban keagamaan yang berkaitan dengan tingkat penghasilan. Upaya perbaikan kualitas diri dalam melaksanakan amal ibadah akan membawanya pada pertimbangan tingkat prioritas pengeluaran lain yang dirasakan penting seperti zakat,infaq, sidqah dan ibadah yang membutuhkan dana cukup seperti haji dan umrah. 

Pada tingkat kemampuan yang lebih atas, tanpa mengabaikan kewajiban yang timbul sebagai konsekwensi interaksi ikatan sosial berupa pemenuhan kebutuhan yang lebih tinggi (‘belonging and social needs, esteem and status, self actualization and fulfillment) dari hati nurani yang dibimbing NurIllahi, akan muncul dorongan kehendak untuk memperbaiki kualitas hidup ummat dengan upaya-upaya sosial yang lebih besar seperti membangun masjid, madrasah, menjadi donatur tetap yayasan pendidikan dan sebagainya. 

Surat Ali Imran ayat 14 dan 15 berbunyi: 

“Dijadikan indah (pandangan) manusia kecintaan kepada segala yang diingini dari pada wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas dan perak, kuda pilihan, binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik (sorga)”. 

“Katakanlah: ‘Maukah aku beritakan kepadamu dengan yang lebih baik dari yang demikian itu?’ Bagi orang-orang yang bertakwa pada sisi Tuhan mereka ada sorga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya, dan (ada) isteri-isteri yang disucikan dan (mendapat) keridhaan Allah. Dan Allah Maha Melihat pada hamba-hambaNya”. 

Sebaliknya kepada orang-orang yang kikir Allah swt. menurunkan peringatan khusus kepada mereka, sesuai firmanNya dalam surat Ali Imran ayat 180: 

“Janganlah (sekali-kali) orang-orang yang kikir dengan harta yang Allah berikan kepadanya dari karuniaNya mengira, bahwa kekikiran itu baik bagi mereka, tetapi (sebenarnya) kekikiran itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan (di lehernya) kelak pada hari kiamat. Dan kepunyaan Allah lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi, dan Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan”.

Subscribe to receive free email updates:

Related Posts :

0 Response to "Kemahiran Mengendalikan Keseimbangan. "

Post a Comment