Kasih Sayang Rasulullah saw. sebagai Koridor.
Sulit dicarikan bandingan kasih sayang seseorang kepada orang lain, sebagaimana yang dipertunjukkan Rasulullah saw. kepada umatnya. Tidak hanya kepada mereka yang mencintainya saja beliau memperlihatkan kasih sayang yang tulus, kepada orang yang membencinya sewaktu menderita sakit beliau yang pertama kali mengunjungi dan mendo’akannya; ketika malaikat hendak mengangkat bukit untuk menghancurkan sekelompok pemuda Tha’if yang mencaci-maki dan melukainya, Rasulullh saw. melarangnya dengan penuh kesabaran. Bahkan tatkala sampai di Sidratal Muntaha tempat tertinggi dan termulia sewaktu Isra’ Mi’raj, beliau ditawari untuk tinggal disana, Rasulullah saw. menjawab: “Bagaimana dengan umatku?”. Pernah suatu saat beliau diminta untuk merasakan sakitnya orang yang sedang sakaratul maut, Nabi Muhammad saw. mengatakan: “Sakit, sakit sekali. Aku menangis, bagaimana dengan umatku yang banyak dosanya”. Kelak pada saat orang dibangkitkan dari kubur, mereka akan berkata: “Siapa yang membangunkan aku dari tidur?”, tapi Rasulullah saw. yang cinta dan sangat peduli pada umatnya berkata:”Umatku, dimana umatku?”
Semua nasihat, anjuran dan larangan bahkan perjuangan hidup mati Rasulullah saw. seluruhnya dilaksanakan karena kasih sayang kepada umatnya demi memenuhi perintah Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang kepada hambaNya.
“Dialah Allah yang memilih kalian, dan Dia tidak mempersulit kalian dalam beragama”
(Surat Al Hajj ayat 78).
“Allah menghendaki kemudahan bagi kalian, tidak menghendaki kesukaran bagi kalian”,
(Surat Al Baqarah 185).
Tidak ada sama sekali maksud menghalang-halangi, mempersulit atau menutup jalan umatnya untuk memenuhi kebutuhan jasmani dan rohaninya, memenuhi kebutuhan sosialnya, memperoleh penghargaan dan posisi, serta untuk mengaktualisasikan dirinya.
Itu semua adalah koridor, batas-batas, sinyal keselamatan dunia-akhirat. Apabila dilanggar Rasulullah saw. akan mengingatkan dengan penuh kesabaran agar bertaubat kepada Allah swt., jangan diulangi lagi. Menurut Hadits riwayat Muslim dan Bukhari, disebutkan bahwa Rasulullah saw. setelah menyeberangi as-Sirat berdiri di ujung jembatan memperhatikan umatnya yang lewat satu-persatu sambil terus berdo’a: ‘Allahumma sallim’ – Yaa Allah, Selamatkanlah, Selamatkanlah . . . . . . . . . . .
“Tidak ada paksaan dalam agama, Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari jalan yang sesat, karena itu barang siapa yang ingkar kepada Thaghut (sesembahan selain Allah) dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada tali yang teguh yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (Surat Al Baqarah ayat 256).
Apabila dirasakan kebutuhan telah terpenuhi, kelebihannya jangan dihamburkan tidak karuan untuk memuaskan segala nafsu keinginan; janganlah menunda sedekah walaupun sedikit asal datang dari rejeki yang halal. Dalam sebuah Hadits Rasullullah saw bersabda:"Orang Mukmin ialah orang yang menginfaqkan kelebihan rizkinya dan menahan kelebihan lidahnya"
Dari Abu Hurairah r.a Nabi saw. bersabda: “Tidak akan terjadi kiamat, sebelum harta kekayaan telah bertumpuk-tumpuk dan melimpah ruah, sehingga pemilik harta merasa sedih karena tidak ada orang yang bersedia menerima sedekahnya. Dan orang yang diminta untuk menerima sedekahnya menjawab: ‘Aku tidak membutuhkan sedekah anda”.
Dari Abu Hurairah r.a Rasulullah saw. bersabda: “Siapa yang bersedekah dengan sebutir kurma dari usaha yang halal, maka Allah akan menerimanya dengan baik, lalu dipeliharaNya seperti kamu memelihara anak kambing atau anak unta, sehingga sedekahmu itu tambah besar menjadi sebesar gunung atau lebih besar dari itu”.
(Shahih Muslim).
Dan ini dijamin merupakan pilihan berbagai program tabungan jangka panjang (‘individual financial planning’)yang paling menguntungkan, penuh kepastian, tanpa resiko inflasi, bunga dan kepailitan lembaga pelaksana.
Menurut Abu Dzar r.a. pada suatu kesempatan beberapa orang sahabat mengajukan suatu permasalahan kepada Rasulullah saw. : “Kaum hartawan dapat memperoleh pahala yang lebih banyak. Mereka shalat seperti kami shalat, puasa seperti kami puasa, dan bersedekah dengan sisa harta mereka”. Rasulullah saw. menjawab: “Bukankah Allah telah menjadikan berbagai macam cara untuk kamu bersedekah? Setiap kalimah tasbih adalah sedekah; setiap kalimah takbir adalah sedekah; setiap kalimah tahmid adalah sedekah; setiap kalimah tahlil adalah sedekah; amar ma’ruf dan nahi munkar adalah sedekah; bahkan pada kemaluanmu pun terdapat pula unsur sedekah”.
Tanya mereka: “(Kalau begitu) dapat pahalakah kami bila kami menunaikan nafsu syahwat kami?”
Jawab Rasulullah saw.: “Kalau kamu melakukannya dengan yang haram (berzina) tentu kamu berdosa. Sebaliknya bila kamu lakukan dengan yang halal
(isterimu) kamu dapat pahala”.
Hal yang mirip dengan itu pernah diajukan oleh seorang jamaah muda shalat tarawih di sebuah masjid di Bandung: “Enak pak Ustadz jadi orang kaya, tarawih bersama-sama di masjid, infaq dan sedekahnya banyak, menunaikan ibadah haji pakai ONH Plus!”
Allah swt. Maha penyayang kepada hamba-hambaNya, kasih-sayang dan rahmatNya dicurahkan dalam bentuk ni’mah yang berbeda-beda, ni’mah rizki yang berbeda banyaknya; ni’mah sehat ada yang jarang sakit, selalu merasa fit, ada yang sakit-sakitan; kecerdasan (IQ, EQ) dengan score rata-rata, ada yang diatas atau dibawh 100; bakat ‘leadership’ yang tidak sama, ada yang tidak mampu memimpin tapi dipimpin juga susah dan sebagainya. Sayang kebanyakan kita yang diidolakan bagaimana bisa cepat kaya, asal ada uang semuanya jadi beres ? Padahal menekuni proses (aktifitas, ikhtiar) dan menyerahkan hasilnya kepadaNya, lebih menenangkan dan menentramkan hati.
“Dan jika Allah melapangkan rizki bagi hamba-hambaNya tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Dia menurunkan dengan apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha melihat terhadap hamba-hambaNya”. (Surat Asy Syuura ayat 27).
Supaya hati teduh tenang, terjauh dari kelelahan dan kekesalan, marilah kita berdzikir bersama, mohon ampun kepada Allah yang Maha Kuasa atas keluasan rahmat dan barokahNya, yang menahan dan melepas rizki sesuai kadar yang dikehendakiNya, karena kasih sayang kepada hamba-hambaNya :
“Astaghfirullahal’adzhiem alladzii laailaaha illa huwal hayyul qayyuumu wa atuubu ilaih 3X,
“Laa illaaha illallaah wahdahu laa syariikalahu, lahul mulku walahul hamdu, yuhyi wayumitu, biyadhihil khair, wahuwa ‘alaa kulli syai-in qadier,
“Allaahumma laa mani’a limaa a’thaita wa laa mu’thiya limaa mana’ta walaa yanfa’u dzaal jaddi minkaljad,
“Allahumma antas salaam wa minkas salaam, tabaarakta yaadzal jalaali wal ikraam”.
“Hamba mohon ampun pada Allah Yang Maha Agung, dzat yang tiada Tuhan melainkan Dia, yang Maha Hidup lagi Berdiri Sendiri, dan hamba bertaubat kepadaNya, 3X,
“Tiada Tuhan melainkan Allah sendirinya, tidak ada sekutu bagiNya, yang mempunyai segala kerajaan dan segala pujian, yang menghidupkan dan mematikan, dengan segala kebaikan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu,
“Yaa Allah tiada yang dapat menghalangi dari apa yang Engkau berikan kepada hambaMu, dan tiada yang dapat memberikan kepada seseorang dari apa yang telah Engkau halangi. Dan tiada artinya kemuliaan itu dihadapanMu bagi orang yang mendapat kemuliaan,
“Yaa Allah, Engkaulah salam (yang menguasai kesejahteraan dan keselamatan) dan dari Engkaulah datangnya salam,. BarokahMu wahai Tuhan yang mempunyai Kebesaran dan Kemuliaan”.
derajat ketakwaan seseorang, sehingga apabila kebutuhan pertama dan kedua sudah terpenuhi maka urutan kebutuhan berikutnya akan dipenuhinya bersamaan dengan pemenuhan kewajiban keagamaan yang berkaitan dengan tingkat penghasilan. Upaya perbaikan kualitas diri dalam melaksanakan amal ibadah akan membawanya pada pertimbangan tingkat prioritas pengeluaran lain yang dirasakan penting seperti zakat,infaq, sidqah dan ibadah yang membutuhkan dana cukup seperti haji dan umrah.
Pada tingkat kemampuan yang lebih atas, tanpa mengabaikan kewajiban yang timbul sebagai konsekwensi interaksi ikatan sosial berupa pemenuhan kebutuhan yang lebih tinggi (‘belonging and social needs, esteem and status, self actualization and fulfillment) dari hati nurani yang dibimbing NurIllahi, akan muncul dorongan kehendak untuk memperbaiki kualitas hidup ummat dengan upaya-upaya sosial yang lebih besar seperti membangun masjid, madrasah, menjadi donatur tetap yayasan pendidikan dan sebagainya.
Surat Ali Imran ayat 14 dan 15 berbunyi:
“Dijadikan indah (pandangan) manusia kecintaan kepada segala yang diingini dari pada wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas dan perak, kuda pilihan, binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik (sorga)”.
“Katakanlah: ‘Maukah aku beritakan kepadamu dengan yang lebih baik dari yang demikian itu?’ Bagi orang-orang yang bertakwa pada sisi Tuhan mereka ada sorga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya, dan (ada) isteri-isteri yang disucikan dan (mendapat) keridhaan Allah. Dan Allah Maha Melihat pada hamba-hambaNya”.
Sebaliknya kepada orang-orang yang kikir Allah swt. menurunkan peringatan khusus kepada mereka, sesuai firmanNya dalam surat Ali Imran ayat 180:
“Janganlah (sekali-kali) orang-orang yang kikir dengan harta yang Allah berikan kepadanya dari karuniaNya mengira, bahwa kekikiran itu baik bagi mereka, tetapi (sebenarnya) kekikiran itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan (di lehernya) kelak pada hari kiamat. Dan kepunyaan Allah lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi, dan Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan”.
0 Response to "Kasih Sayang Rasulullah saw. sebagai Koridor. "
Post a Comment