Otonomi dan Desentralisasi Pendidikan
Istilah desentralisasi pendidikan muncul dalam paket UU tentang otonomi daerah yang pelaksanaannya dilatarbelakangi oleh keinginan segenap lapisan masyarakat untuk melakukan reformasi dalam semua bidang pemerintahan. Menurut Bray dan Fiske (Depdiknas, 2001:3) dalam Wasitohadi (2008: 8-10) desentralisasi pendidikan adalah suatu proses di mana suatu lembaga yang lebih rendah kedudukannya menerima pelimpahan kewenangan untuk melaksanakan segala tugas pelaksanaan pendidikan, termasuk pemanfaatan segala fasilitas yang ada serta penyusunan kebijakan dan pembiayaan. Senada dengan itu, Husen & Postlethwaite (1994:1407) dalam Wasitohadi (2008: 8-10) mengartikan desentralisasi pendidikan sebagai “the devolution of authority from a higher level of government, such as a departement of education or local education authority, to a lower organizational level, such as individual schools”. Sementara itu, menurut Fakry Gaffar (1990:18) dalam Wasitohadi (2008: 8-10) desentralisasi pendidikan merupakan sistem manajemen untuk mewujudkan pembangunan pendidikan yang menekankan pada keberagaman, dan sekaligus sebagai pelimpahan wewenang dan kekuasaan dalam pembuatan keputusan untuk memecahkan berbagai problematika sebagai akibat ketidaksamaan geografis dan budaya, baik menyangkut substansi nasional, internasional atau universal sekalipun.
Mengapa bidang pendidikan didesentralisasikan? Tentang hal itu, ada berbagai pendapat dari para ahli. Husen & Postlethwaite (1994:1407) dalam Wasitohadi (2008: 8-10) menguraikan mengenai alasan desentralisasi (reasons for decentralization), yaitu (a) the improvement of schools, (b) the belief that local participation is a logical form of governance in a democracy, dan (c) in relation to fundamental values of liberty, equality, fraternity, efficiency, and economic growth. Sementara itu, setelah melakukan studi di berbagai negara, Fiske (1998:24-47) dalam Wasitohadi (2008: 8-10) menyebutkan sekurang-kurangnya ada empat alasan rasional diterapkannya sistem desentralisasi, termasuk pendidikan, yaitu (a) alasan politis, seperti untuk mempertahankan stabilitas dalam rangka memperoleh legitimasi pemerintah pusat dari masyarakat daerah, sebagai wujud penerapan ideologi sosialis dan laissez-faire dan untuk menumbuhkan kehidupan demokrasi, (b) alasan sosio-kultural, yakni untuk memberdayakan masyarakat lokal, (c) alasan teknis administratif dan paedagogis, seperti untuk memangkas manajemen lapisan tengah agar dapat membayar gaji guru tepat waktu atau untuk meningkatkan antusiasme guru dalam proses belajar mengajar, (d) alasan ekonomis-finansial, seperti meningkatkan sumber daya tambahan untuk pembiayaan pendidikan dan sebagai alat pembangunan ekonomi.
Sehingga dalam prakteknya dengan adanya Undang-undang Otonomi Daerah kewenangan pengelolaan pendidikan berubah dari sistem sentralisasi ke desentralisasi. Desentralisasi pendidikan berarti terjadinya pelimpahan kekuasaan dan kewenangan yang lebih luas kepada daerah untuk membuat perencanaan dan mengambil keputusannya sendiri dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi di bidang pendidikan (Abdul Halim, 2001: 15)
Berdasarkan PP Nomor 25 Tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan propinsi sebagai daerah otonom, pada kelompok bidang pendidikan dan kebudayaan disebutkan bahwa kewenangan pemerintah meliputi;
1. Penetapan standar kompetensi siswa dan warga belajar, serta pengaturan kurikulum nasional dan penilaian hasil belajar secara nasional, serta pedoman pelaksanaannya
2. Penetapan standar materi pelajaran pokok
3. Penetapan persyaratan perolehan dan penggunaan gelar akademik
4. Penetapan pedoman pembiayaan penyelenggaraan pendidikan
5. Penetapan persayaratan penerimaan, perpindahan sertifikasi siswa, warga belajar dan mahasiswa
6. Penetapan persayaratan peningkatan/zoning, pencarian, pemanfaatan, pemindahan, penggandaan, sistem pengamanan dan kepemilikan benda cagar budaya, serta persyaratan penelitian arkeologi
7. Pemanfaatan hasil penelitian arkeologi nasional serta pengelolaan museum nasional, galeri nasional, pemanfaatan naskah sumber arsip, danmonumen yang diakui secara internasional
8. Penetapan kalender pendidikan dan jumlah jam belajar efektif setiap tahun bagi pendidikan dasar, menengah dan luar sekolah
9. Pengaturan dan pengembangan pendidikan tinggi, pendidikan jarak jauh, serta pengaturan sekolah internasional
10. Pembinaan dan pengembangan bahasa dan sastra Indonesia
Sementara itu, kewenangan pemerintah propinsi meliputi hal-hal sebagai berikut;
1. Penetapan kebijakan tentang penerimaan siswa dan mahasiswa dari masyarakat minoritas, terbelakang atau tidak mampu,
2. Penyediaan bantuan pengadaan buku peljaran pokok/ modul pendidikan untuk taman kanak-kanak, pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan luar sekolah
3. Mendukung/membantu pengaturan kurikulum, akreditasi, dan pengangkatan tenaga akademis
4. Pertimbangan pembukaan dan penutupan perguruan tinggi
5. Penyelenggaraan sekolah luar biasa dan balai pelatihan atau penataran guru
6. Penyelenggaraan museum propinsi, suaka peninggalan sejarah, kepurbakalaan, kajian sejarah dan nilai tradisonal, serta pengembangan bahasa dan budaya daerah
Dalam prakteknya, desentralisasi pendidikan berbeda dengan desentralisasi bidang administrasi, karena jikalau desentralisasi bidang administrasi berhenti pada level pemerintahan kabupaten/kota, sedangkan desentralisasi pendidikan justru sampai kepada lembaga pendidikan atau sekolah sebagai ujung tombak daripada pelaksanaan desentralisasi pendidikan. Dalam prakteknya desentralisasi pendidikan yang dikembangkan adalah manajemen berbasis sekolah (MBS) yang sebenarnya diadopsi dari beberapa negara yang telah menerapkan program ini, hal ini dimaksudkan guna memperbaiki mutu pendidikan dan sumber daya manusia Indonesia yang belakangan dirisaukan oleh berbagai pihak.
Dalam konteks desentralisasi ini, peran serta masyarakat sangat diperlukan guna mendukung pelaksanaan desentralisasi terutama di bidang pendidikan, karena dengan keikutsertaan masyarakat akan menjadikan program-program pemerintah daerah di bidang pendidikan akan dapat berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan. Untuk itu keikutsertaan masyarakat dalam membangun pendidikan yang mandiri dengan profesional akan melahirkan generasi baru yang mempunyai kualitas yang baik dan dapat bersaing dengan negara-negara lain yang ada.
0 Response to "Otonomi dan Desentralisasi Pendidikan"
Post a Comment