UNSUR -UNSUR DALAM PROSES KOMUNIKASI
Menurut Kotler, unsur-unsur dalam proses komunikasi adalah sebagai berikut:
1. Sender : Komunikator yang menyampaikan pesan kepada seseorang atau sejumlah
orang.
2. Encoding : Penyandian, yakni proses pengalihan pikiran ke dalam bentuk lambang.
3. Message : Pesan yang merupakan seperangkat lambang bermakna yang disampaikan
oleh komunikator.
4. Media : Saluran komunikasi tempat berlalunya pesan dari komunikator ke
komunikan.
5. Decoding : Pengawasandian, yaitu proses di mana komunikan menetapkan makna
pada lambang yang disampaikan oleh komunikator kepadanya.
6. Receiver : Komunikan yang menerima pesan dari komunikator.
7. Response : Tanggapan, seperangkat reaksi pada komunikan setelah diterpa pesan.
8. Feedback : Umpan balik, yakni tanggapan komunikan apabila tersampaikan atau
disampaikan kepada komunikan.
9. Noise : Gangguan tak terencana yang terjadi dalam proses komunikasi sebagai
akibat diterimanya pesan lain oleh komunikan yang berbeda dengan pesan
yang disampaikan oleh komunikator kepadanya.
Dari bagan di atas dapat diketahui bahwa komunikasi yang baik akan terjadi apabila komunikator mengetahui dengan baik khalayak sasaran dari pesan yang akan disampaikan dan tanggapan apa yang diinginkannya. Ia harus terampil dalam menyandi pesan dengan memperhitungkan bagaimana komunikan sasaran biasanya mengawasandi pesan. Komunikator harus mengirimkan pesan melalui media yang tepat dalam mencapai sasarannya. Dalam proses komunikasi ini, komunikator juga harus mampu mengantisipasi terjadinya gangguan (noise) selama proses komunikasi berlangsung.
Dalam proses komunikasi pada suatu organisasi, setiap distorsi yang diakibatkan oleh noise pasti akan menimbulkan konflik, baik konflik antarkaryawan, konflik antara atasan dan bawahan, antara kelompok dan kelompok ataupun antara seseorang dan kelompok. Tubbs dan Moss (1996) menyatakan bahwa para ahli teori cenderung menganggap konflik sebagai aspek alamiah hubungan manusia, yang tidak dengan sendirinya bersifat destruktif. Hocker dan Wilmot (dalam Tubbs dan Moss, 1996) berpendapat bahwa konflik adalah suatu proses alamiah yang melekat pada sifat semua hubungan yang penting dan dapat diatasi dengan pengelolaan konstruktif lewat komunikasi. Menurut Nitisemito (dalam Suminar, 1999), konflik perlu dipelajari karena konflik dapat terjadi pada setiap organisasi. Dengan jalan mempelajari masalah konflik, maka kita dapat mengetahui konflik yang mempunyai akibat positif dan akibat negatif. Dengan demikian kita dapat mencegah kemungkinan timbulnya konflik-konflik yang merugikan, mengarahkan konflik-konflik yang positif serta berusaha menghilangkan konflik-konflik yang dapat merugikan.
Suminar (1999) mengatakan untuk dapat mencegah konflik, maka pertama-tama kita harus mempelajari sebab-sebab timbulnya konflik. Ada banyak faktor penyebab timbulnya konflik. Salah satu penyebab timbulnya konflik menurut Suminar adalah terjadinya salah paham. Kesalahpahaman yang terjadi dalam kegiatan komunikasi di suatu organisasi mungkin sekali disebabkan oleh gangguan (noise) pada saat proses komunikasi berlangsung. Untuk lebih memahami penyebab timbulnya konflik, kita dapat memperhatikan bagan berikut.
1. Sender : Komunikator yang menyampaikan pesan kepada seseorang atau sejumlah
orang.
2. Encoding : Penyandian, yakni proses pengalihan pikiran ke dalam bentuk lambang.
3. Message : Pesan yang merupakan seperangkat lambang bermakna yang disampaikan
oleh komunikator.
4. Media : Saluran komunikasi tempat berlalunya pesan dari komunikator ke
komunikan.
5. Decoding : Pengawasandian, yaitu proses di mana komunikan menetapkan makna
pada lambang yang disampaikan oleh komunikator kepadanya.
6. Receiver : Komunikan yang menerima pesan dari komunikator.
7. Response : Tanggapan, seperangkat reaksi pada komunikan setelah diterpa pesan.
8. Feedback : Umpan balik, yakni tanggapan komunikan apabila tersampaikan atau
disampaikan kepada komunikan.
9. Noise : Gangguan tak terencana yang terjadi dalam proses komunikasi sebagai
akibat diterimanya pesan lain oleh komunikan yang berbeda dengan pesan
yang disampaikan oleh komunikator kepadanya.
Dari bagan di atas dapat diketahui bahwa komunikasi yang baik akan terjadi apabila komunikator mengetahui dengan baik khalayak sasaran dari pesan yang akan disampaikan dan tanggapan apa yang diinginkannya. Ia harus terampil dalam menyandi pesan dengan memperhitungkan bagaimana komunikan sasaran biasanya mengawasandi pesan. Komunikator harus mengirimkan pesan melalui media yang tepat dalam mencapai sasarannya. Dalam proses komunikasi ini, komunikator juga harus mampu mengantisipasi terjadinya gangguan (noise) selama proses komunikasi berlangsung.
Dalam proses komunikasi pada suatu organisasi, setiap distorsi yang diakibatkan oleh noise pasti akan menimbulkan konflik, baik konflik antarkaryawan, konflik antara atasan dan bawahan, antara kelompok dan kelompok ataupun antara seseorang dan kelompok. Tubbs dan Moss (1996) menyatakan bahwa para ahli teori cenderung menganggap konflik sebagai aspek alamiah hubungan manusia, yang tidak dengan sendirinya bersifat destruktif. Hocker dan Wilmot (dalam Tubbs dan Moss, 1996) berpendapat bahwa konflik adalah suatu proses alamiah yang melekat pada sifat semua hubungan yang penting dan dapat diatasi dengan pengelolaan konstruktif lewat komunikasi. Menurut Nitisemito (dalam Suminar, 1999), konflik perlu dipelajari karena konflik dapat terjadi pada setiap organisasi. Dengan jalan mempelajari masalah konflik, maka kita dapat mengetahui konflik yang mempunyai akibat positif dan akibat negatif. Dengan demikian kita dapat mencegah kemungkinan timbulnya konflik-konflik yang merugikan, mengarahkan konflik-konflik yang positif serta berusaha menghilangkan konflik-konflik yang dapat merugikan.
Suminar (1999) mengatakan untuk dapat mencegah konflik, maka pertama-tama kita harus mempelajari sebab-sebab timbulnya konflik. Ada banyak faktor penyebab timbulnya konflik. Salah satu penyebab timbulnya konflik menurut Suminar adalah terjadinya salah paham. Kesalahpahaman yang terjadi dalam kegiatan komunikasi di suatu organisasi mungkin sekali disebabkan oleh gangguan (noise) pada saat proses komunikasi berlangsung. Untuk lebih memahami penyebab timbulnya konflik, kita dapat memperhatikan bagan berikut.
Dari bagan di atas, konflik
(kesalahpahaman) dapat terjadi pada saat atasan menyampaikan pesan (message) yang berupa penyampaian
instruksi kerja melalui saluran tertentu (channel),
seperti memo, surat tugas, telepon ataupun secara lisan, kepada bawahan. Pada
saat bawahan menerima pesan, bisa saja kesalahpahaman terjadi, misalnya bawahan
merasa beban kerja yang diberikan atasan terlalu berlebihan atau di luar
kemampuan yang bersangkutan. Padahal bisa saja atasan memberi pekerjaan
tersebut karena percaya pada kemampuan bawahannya. Demikian juga dengan umpan
balik (feedback) yang diberikan
bawahan atas instruksi kerja yang diberikan atasan. Bila instruksi kerja yang
diberikan atasan telah sampai pada tenggat waktu (date-line) namun bawahan belum memberikan hasil kerjanya,
barangkali atasan akan beranggapan bawahan tidak menunjukkan dedikasi kerja dan
menganggap remeh instruksi yang diberikan. Padahal bisa saja bawahan belum
menyelesaikan pekerjaannya karena menemui banyak kesulitan yang tidak dia
komunikasikan kepada atasannya.
Dari ilustrasi di atas terlihat
bahwa kata kunci dalam keberhasilan hubungan manusiawi pada organisasi adalah komunikasi yang baik dan transparan.
Sebaliknya, apa yang akan terjadi
jika hubungan manusiawi tidak dilaksanakan dengan baik pada suatu perusahaan?
Di bawah ini terdapat dua buah kutipan berita dari sebuah surat kabar.
0 Response to "UNSUR -UNSUR DALAM PROSES KOMUNIKASI "
Post a Comment