Tingkat Pendidikan Sarana Meningkatkan SDM

Pendidikan merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan mutu sumberdaya manusia. Dengan pendidikan dapat ditingkatkan pengetahuan dan ketrampilan yang selanjutnya akan berdampak pada peningkatan produktivitas. 

Pendidikan dapat pula dilihat sebagai investasi sumberdaya manusia dan hasilnya akan diperoleh beberapa tahun kemudian (Tjiptoherijanto P, 1996). Walaupun saat ini ada kecenderungan bahwa sarjana lulusan perguruan tinggi lebih banyak yang menganggur daripada bekerja. Hal, ini terutama disebabkan terbatasnya lapangan pekerjaan yang tersedia, padahal penduduk yang lulus perguruan tinggi setiap tahunnya selalu bertambah. Sebagai akibatnya banyak diantara para sarjana yang bekerja pada bidang yang bukan keahliannya. Hal ini terpaksa dilakukannya dengan pertimbangan daripada menganggur. 

Secara nasional kebijakan di bidang pendidikan sebenarnya telah meningkatkan pendidikan angkatan kerja hampir di semua wilayah termasuk KTI, khususnya terlihat pada tingkat pendidikan menengah (SLTP keatas). Kualitas sarana dan prasarana pendidikan di KTI cukup meningkat, namun kebanyakan terkonsentrasi didaerah-daerah tertentu, terutama di ibukota provinsi. Sedang sekolah-sekolah kejuruan serta pelatihan-pelatihan BLK yang sesuai dengan potensi lokal dirasa masih kurang. Pencapaian pendidikan dibeberapa wilayah di KTI cukup menonjol, khususnya di Provinsi Sulawesi mengingat sudah berdirinya perguruan tinggi negeri dan beberapa perguruan tinggi swasta. Dalam perspektif geografis, ada ketimpangan fasilitas dan akses pendidikan di daerah perkotaan dan daerah pedesaan (terutama daerah terpencil), yang mengakibatkan pencapaian pen-didikan angkatan kerja diperkotaan lebih tinggi daripada pedesaan. 

Faktor-faktor yang ber-pengaruh di bidang pendidikan antara lain adalah isu keterbatasan dan pemerataan sarana dan prasarana (sekolah, peralatan, buku dan guru). Disamping itu pertumbuhan ekonomi KTI yang nol, sangat berpengaruh terhadap kecukupan tenaga pengajar dan kesejahteraan guru yang akan berpengaruh terhadap kualitas pendidikan. Kendala geografis dan faktor sosial yang ada di KTI juga berpengaruh terhadap pelaksanaan wajib belajar 9 tahun. Hal ini mengingat adanya penilaian bahwa anak tidak lebih sebagai tenaga kerja daripada sebagai investasi sumberdaya manusia di bidang pendidikan. 

Secara umum tingkat pendidikan penduduk khususnya angkatan kerja di KTI mayoritas masih didominasi oleh penduduk yang memiliki pendidikan SD kebawah, dan sekitar 38 % mempunyai pendidikan yang dikelompokkan sebagai pendidikan menengah (SMTP, SMTA dan Diploma 1 dan 2), sedangkan sisanya hanya sekitar 2% mempunyai tingkat pendidikan relatif tinggi (Akademi dan Perguruan Tinggi). Gambaran ini dapat dilihat pada tabel berikut ini: 







Rendahnya tingkat pendidikan angkatan kerja di KTI juga telah mengakibatkan rendahnya parti-sipasi penduduk dalam kegiatan pembangunan. Hal ini mengingat banyak diantara mereka yang tidak dapat memasuki pasaran kerja terutama yang memerlukan ketrampilan khusus. Oleh karena itu banyak sektor pasar kerja tertentu diisi oleh pendatang (migran) dari luar KTI. Adanya kompetisi dalam memasuki pasar kerja tersebut merupakan salah satu pemicu munculnya konflik antara pendatang (migran) dengan bukan pendatang (non migran). Konflik tersebut kadang-kadang dikaitkan pula dengan isu-isu SARA yang dapat menimbulkan kerusuhan sosial. 

Dari gambaran diatas terlihat bahwa kondisi pendidikan di KTI perlu mendapat perhatian khusus. Salah satu strategi yang dapat dikembangkan dalam rangka peningkatan bidang pendidikan di KTI adalah dengan peningkatan partisipasi sekolah terutama sekolah dasar, sekolah menengah dan pendidikan sejenis yang setara, pendirian sekolah-sekolah kejuruan yang sesuai dengan potensi sumberdaya setempat, peningkatan mutu perguruan tinggi dan peningkatan akses untuk mengikuti Pendidikan Tinggi (di dalam negeri dan di luar negeri) 


Untuk melihat kualitas sumberdaya manusia di Indonesia , dan KTI pada khususnya, dapat didekati dengan acuan utama ukuran Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Terdapat tiga komponen utama dalam menetapkan IPM, yaitu pendidikan yang dijabarkan dalam rata-rata lama sekolah dan angka melek huruf yang mempengaruhi tingkat pengetahuan; kesehatan yang ditunjukkan dengan angka kematian bayi atau rata-rata harapan hidup, dan ketenagakerjaan yang mempengaruhi akses terhadap sumberdaya manusia yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. 

Pembangunan sumberdaya manusia di Indonesia yang didasarkan pada ketiga parameter tersebut (pendidikan, kesehatan dan ketenagakerjaan), belum merata antar berbagai kawasan karena pembangunannya sangat dipengaruhi oleh kondisi geografis dan sosial budaya setempat. Hal ini terjadi pula di Kawasan Timur Indonesia (KTI) yang hingga kini sedang dilakukan langkah-langkah strategis oleh pemerintah serta masyarakatnya. Upaya ini selain untuk mengejar ketinggalan dengan kawasan lain, juga untuk meningkatkan jumlah sumberdaya manusia yang lebih berkualitas dan berefek ganda, yaitu disatu pihak memiliki daya saing tinggi menghadapi pasar global, juga mampu mengolah sumberdaya alamnya guna menciptakan kemandirian dalam meningkatkan kesejahteraannya.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Tingkat Pendidikan Sarana Meningkatkan SDM"

Post a Comment