Susunan Bangunan Candi Borobudur
Bangunan Candi Borobudur berbentuk limas berundak dan apabila dilihat
dari atas merupakan suatu bujur sangkar. Tidak ada ruangan dimana orang bisa
masuk, melainkan hanya bisa naik sampai terasnya. Secara keseluruhan Bangunan
Candi Borobudur terdiri dari 10 tingkat atau lantai yang masing-masing tingkat
mempunyai maksud tersendiri. Sebagai sebuah bangunan, Candi Borobudur dapat dibagi
dalam tiga bagian yang terdiri dari kaki atau bagian bawah, tubuh atau bagian
pusat, dan puncak. Pembagian manjadi tiga tersebut sesuai benar dengan tiga
lambang atau tingkat dalam suatu ajaran Budha yaitu Kamadhatu, Rupadhatu, dan
Arupadhatu yang masing-masing mempunyai pengertian.
1)
Kamadhatu
sama dengan alam bawah atau dunia hasrat atau nafsu. Dalam dunia ini
manusia terikat pada hasrat atau nafsu dan bahkan dikuasai oleh hasrat dan
kemauan atau nafsu. Dalam dunia ini digambarkan pada relief yang terdapat di
kaki candi asli diman relief tersebut menggambarkan adegan dari kitab
Karmawibangga yaitu naskah yang menggambarkan ajaran sebab akibat,serta
perbuatan yang baik dan jahat. Deretan relief ini tidak tampak seluruhnya
karena tertutup oleh dasar candi yang lebar. Hanya di sisi tenggara tampak
relief yang terbuka bagi pengunjung.
2)
Rupadhatu
Sama dengan dunia antara atau dunia rupa, bentuk, wujud. Dalam dunia ini
manusia telah meninggalkan segala hasrat atau nafsu tetapi masih terikat pada
nama dan rupa, wujud, bentuk. Bagian ini terdapat pada tingkat 1-5 yang
berbentuk bujur sangkar.
3)
Arupadhatu
Sama dengan alam atas atau dunia tanpa rupa, wujud, bentuk. Pada tingkat
ini manusia telah bebes sama sekali dan telah memutuskan untuk selama-lamanya
segala ikatan pada dunia fana. Pada tingkatan ini tidak ada rupa. Bagian ini
terdapat pada teras bundar I, II dan III beserta stupa induknya.
Uraian bangunan secara teknis dapat dirincikan sebagai berikut:
1)
lebar dasar :
123 m (lebar=panjang, karena bujur sangkar);
2)
tinggi bangunan :
35,4 m (setelah restorasi);
: 42 m (sebelum restorasi);
3)
jumlah batu (batu andesit) : 55.000 m3 (2.000.000 juta balok batu);
4)
jumlah stupa :
1 stupa induk;
:
72 stupa berterawang;
5)
stupa induk bergaris tengah : 9,9 m;
6)
tinggi stupa induk sampai
bagian bawah :
7 m;
7)
jumlah bidang telief :
1.460 bidang (±
2,3 – 3 km);
8)
jumlah patung Budha :
504 buah;
9)
tinggi patung Budha :
1,5 m.
2.2.2 Patung Budha Candi Borobudur
Candi Borobudur tidak hanya diperindah dengan relief cerita dan relief hias
saja, tetapi juga dengan patung-patung yang sangat tinggi nilainya. Namun tidak
semua patung dalam keadaan utuh, banyak patung yang tanpa kepala atau tangan
(300 buah) dan 43 hilang. Hal ini disebabkan oleh bencana alam dan tangan jahil
atau pencurian sebelum Candi Borobudur diadakan renovasi (sebelum tahun 1973).
Patung-patung tersebut menggambarkan Dhyani Budha yang terdapat pada
bagian Rupadhatu dan Arupadhatu. Patung Budha di Candi Borobudur
berjumlah 504 yang ditempatkan di relung-relung yang tersusun berjajar pada
sisi pagar langkan dan pada teras bundar (Arupadhatu).
Patung Budha di tingkat Rupadhatu di tempatkan dalam relief yang tersusun
berjajar pada sisi luar pagar langkan. Sedangkan patung-patung di tingkat
Arupadhatu di tempatkan dalam stupa-stupa berlubang di tiga susunan lingkaran
pusat. Susunan patung selengkapanya adalah.
1)
Tingkat Rupadhatu
(1)
langkan pertama :
104 patung Budha;
(2)
langkan kedua :
10 patung Budha;
(3)
langkan ketiga :
88 patung Budha;
(4)
langkan keempat :
72 patung Budha;
(5)
langkan kelima :
64 patung Budha;
jumlah seluruhnya :
432 patung Budha.
2)
Tingkat Arupadhatu
(1)
teras bundar pertama :
32 patung Budha;
(2)
teras bundar kedua :
24 patung Budha;
(3)
teras bundar ketiga :
16 patung Budha;
jumlah seluruhnya : 72 patung
Budha.
Apabila kita melihat sekilas patung Budha itu nampak serupa semuanya,
tetapi sesungguhnya ada juga perbedaan-perbedaannya. Perbedaan yang sangat
jelas adalah sikap tangan atau yang disebut Mudra yang merupakan khas untuk
setiap patung.
Sikap kedua belah tangan Budha atau Mudra dalam Bahasa Sanksekerta,
memiliki arti perlambangan yang khas. Ada
enam jenis yang bermakna sedalam-dalamnya. Namun demikian karena macam mudra
yang dimiliki oleh patung-patung yang menghadap semua arah bagian Rupadhatu
(lingkaran V) maupun di bagian Arupadhatu pada umumnya menggambarkan meksud
yang sama. Maka jumlah mudra yang pokok ada lima (Soekmono,1981).
Kelima mudra itu adalah.
1)
Bhumisparca Mudra
Mudra ini menggambarkan sikap tangan sedang menyentuh tanah. Tangan kiri
terbuka dan menengadah di pangkuan, sedangkan tangan kanan menempel pada lutut
kanan dengan jari-jarinya menunjuk ke bawah.
Sikap tangan ini melambangkan saat Sang Budha memanggil Dewi Bimi sebagai
saksi ketika ia menangkis serangan Iblis Mara. Mudra ini adalah khas bagi
Dhyani Budha Aksobhya yang bersemayam di Timur. Patung ini menghadap ke timur
langkan I sampai langkan IV. Mudra ini tanda khusus bagi Dhyani Budha Aksobhya
sebagai penguasa daerah timur.
2)
Abhaya Mudra
Mudra ini menggambarkan sikap tangan sedang menenangkan dan menyatakan
“jangan khawatir”. Tangan kiri terbukan dan menengadah di pangkuan, sedangkan
tangan kanan diangkat sedikit di atas lutut kanan dengan telapak menghadap ke
muka. Patung ini menghadap ke utara langkan I sampai langkan IV dan merupakan
tanda khusus bagi Dhyani Budha Amogasidha yang berkuasa di utara.
3)
Dhayani Mudra
Mudra ini menggambarkan sikap semadi. Kedua tangan diletakan di pangkuan,
yang kanan di atas, yang kiri dengan telapaknya menengadah dan kedua jempolnya
saling bertemu. Patung ini menghadap ke barat di langkan I sampai langkan IV
dan merupakan tanda khusus bagi Dhyani Budha Amitabha yang menjadi penguasa
daerah barat.
4)
Wara Mudra
Mudra ini menggambarkan pemberian amal. Sepintas sikap tangan ini tampak
nampak serupa dengan Bhumisparca Mudra tetapi telapak tangan yang kanan
menghadap ke atas sedangkan jari-jarinya terletak di lutut kanan. Dengan mudra
ini dapat dikenali Dhyani Budha Ratna Sambawa yang bertahta di selatan. Letak
patung ini di langkan I sampai langkan IV menghadap ke selatan.
5)
Dharmacakra Mudra
Mudra ini melambangkan gerak memutar roda dharma. Kedua tangan diangkat
sampai ke depan dada, yang kiri di bawah yang kanan. Tangan yang kiri itu
menghadap ke atas, dengan jari manisnya. Sikap tangan demikian memang serupa
benar dengan gerak memutar sebuah roda. Mudra ini menjadi ciri khas bagi Dhyani
Budha Wairocana yang daerah kekuasaannya terletak di pusat.
Khusus di Candi Borobudur, Wairocana ini juga digambarkan dengan sikap
tangan yang disebut Witarka Mudra atau sikap tangan sedang menguraikan sesuatu,
tangan kiri terbuka di atas pangkuan, dan tangan kanan sedikit terangkat di
atas lutut kanan, dengan telapak tangannya menghadap ke muka dan jari
telunjuknya menyentuh ibu jari. Patung ini terletak di relung langkan V dan di
teras Budha I, II, III.
Di samping patung Budha yang berjumlah 504 buah masih ada satu patung
Budha yang menghebohkan. Konon menurut cerita, Hartman pada tahun 1842
berkunjung ke Candi Borobudur dan menemukan sebuah patung di dalam stupa induk.
Cerita itu kemudian menyebar dari mulut ke mulut sampai akhirnya dimasukan
dalam sebuah laporan tertulis pada tahun 1953.
Namun Hartman sendiri tidak pernah menulis sesuatu laporan tentang
kegiatannya di Candi Borobudur . Oleh Van Erf
patung itu sengaja tidak dikembalikan ke tempat ia menemukannya, oleh karena
tidak ada bukti yang meyakinkan mengenai tempat asal yang sebenarnya, patung
itu kemudian diletakan di bawah pohon kenari di sebelah barat laut candi.
Patung tersebut ternyata banyak kekurangannya, raut mukanya buruk sekali,
lengan yang satu lebih pendek dari lengan yang lain, jari tangannya tidak
lengkap dan lipatan jubahnya tidak halus pahatannya. Patung itu rupanya belum
selesai pembuatannya.
Kini patung tersebut disimpan di museum Karmawibangga Candi Borobudur
setelah pemugaran Candi Borobudur yang kedua. Disamping patung Budha, dari
setiap pintu Candi Borobudur juga dijaga arca singa, secara keseluruhan arca
singa ada 32 buah.
0 Response to "Susunan Bangunan Candi Borobudur"
Post a Comment