STANDAR BAHAN PEWARNA MAKANAN

Penggunaan pewarna dan pemanis buatan telah diatur oleh pemerintah melalui Peraturan Menteri Kesehatan RI No.239/MENKES/PER/V/1985 tentang penggunaan zat pewarna, tentang pemanis buatan dan No.722/MENKES/PER/IX/1988 tentang bahan tambahan makanan serta SNI 01-2895-1992 tentang penggunaan zat aditif.
- Rhodamine B
Pemerintah Indonesia melalui Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No.239/Menkes/Per/V/85 menetapkan 30 zat pewarna berbahaya. Rhodamine B termasuk salah satu zat pewarna yang dinyatakan sebagai zat pewarna berbahaya dan dilarang digunakan pada produk pangan (Syah et al. 2005). Namun demikian, penyalahgunaan rhodamine B sebagai zat pewarna pada makanan masih sering terjadi di lapangan dan diberitakan di beberapa media massa. Sebagai contoh, rhodamine B ditemukan pada makanan dan minuman seperti kerupuk, sambal botol dan sirup di Makassar pada saat BPOM Makassar melakukan pemeriksaan sejumlah sampel makanan dan minuman ringan (Anonimus 2006).

Rhodamine B termasuk zat yang apabila diamati dari segi fisiknya cukup mudah untuk dikenali. Bentuknya seperti kristal, biasanya berwarna hijau atau ungu kemerahan. Di samping itu rhodamine juga tidak berbau serta mudah larut dalam larutan berwarna merah terang berfluorescen. Zat pewarna ini mempunyai banyak sinonim, antara lain D and C Red no 19, Food Red 15, ADC Rhodamine B, Aizen Rhodamine dan Brilliant Pink B. Rhodamine biasa digunakan dalam industri tekstil. Pada awalnya zat ini digunakan sebagai pewarna bahan kain atau pakaian. Campuran zat pewarna tersebut akan menghasilkan warna-warna yang menarik. Bukan hanya di industri tekstil, rhodamine B juga sangat diperlukan oleh pabrik kertas.
Fungsinya sama yaitu sebagai bahan pewarna kertas sehingga dihasilkan warna-warna kertas yang menarik. Sayangnya zat yang seharusnya digunakan sebagai pewarna tekstil dan kertas tersebut digunakan pula sebagai pewarna makanan.
Penggunaan zat pewarna ini dilarang di Eropa mulai 1984 karena rhodamine B termasuk karsinogen yang kuat. Efek negatif lainnya adalah menyebabkan gangguan fungsi hati atau bahkan bisa menyebabkan timbulnya kanker hati (Syah et al. 2005). Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa zat pewarna tersebut memang berbahaya bila digunakan pada makanan. Hasil suatu penelitian menyebutkan bahwa pada uji terhadap mencit, rhodamine B menyebabkan terjadinya perubahan sel hati dari normal menjadi nekrosis dan jaringan di sekitarnya mengalami disintegrasi. Kerusakan pada jaringan hati ditandai dengan adanya piknotik (sel yang melakukan pinositosis) dan hiperkromatik dari nukleus, degenerasi lemak dan sitolisis dari sitoplasma (Anonimus 2006).

Dalam analisis yang menggunakan metode destruksi yang kemudian diikuti dengan analisis metode spektrofometri, diketahui bahwa sifat racun rhodamine B tidak hanya disebabkan oleh senyawa organik saja tetapi juga oleh kontaminasi senyawa anorganik terutama timbal dan arsen (Subandi 1999). Keberadaan kedua unsur tersebut menyebabkan rhodamine B berbahaya jika digunakan sebagai pewarna pada makanan, obat maupun kosmetik sekalipun. Hal ini didukung oleh Winarno (2004) yang menyatakan bahwa timbal memang banyak digunakan sebagai pigmen atau zat pewarna dalam industri kosmetik dan kontaminasi dalam makanan dapat terjadi salah satu diantaranya oleh zat pewarna untuk tekstil.

Penambahan zat pewarna pada makanan dilakukan untuk memberi kesan menarik bagi konsumen, menyeragamkan warna makanan, menstabilkan warna dan menutupi perubahan warna selama penyimpanan. Penambahan zat pewarna rhodamine B pada makanan terbukti mengganggu kesehatan, misalnya mempunyai efek racun, berisiko merusak organ tubuh dan berpotensi memicu kanker. Oleh karena itu rhodamine B dinyatakan sebagai pewarna berbahaya dan dilarang penggunannya. Pemerintah sendiri telah mengatur penggunaan zat pewarna dalam makanan. Namun demikian masih banyak produsen makanan, terutama pengusaha kecil, yang menggunakan zat-zat pewarna yang dilarang dan berbahaya bagi kesehatan, misalnya pewarna untuk tekstil atau cat yang pada umumnya mempunyai warna yang lebih cerah, lebih stabil dalam penyimpanan, harganya lebih murah dan produsen pangan belum menyadari bahaya dari pewarna-pewarna tersebut.

Bahan pewarna makanan terdiri dari :

- obat-obat-an,

- kosmetika, dan 

-alat-alat kesehatan dapat berupa dyes, atau pigmen, atau bentuk senyawa lain yang dapat memberi warna ketika ditambahkan pada produk makanan, obat, kosmetika, dan alat kesehatan.

FDA (Badan Pengawas Makanan dan Obat di Amerika Serikat) membedakan bahan pewarna kedalam 2 golongan :
1. Golongan bahan pewarna yang memerlukan sertifikasi
2. Golongan bahan pewarna yang dikecualikan dari sertifikasi (tidak memerlukan sertifikasi / dibebaskan dari sertifikasi).

(1). Bahan pewarna yang memerlukan sertifikasi :

a.Pewarna sintetik 

b. Bahan pewarna yang tidak bersertifikat dapat diartikan
i. belum mengajukan sertifikasi, atau
ii. pengajuan sertifikasinya belum disetujui, atau
iii. permohonan sertifikasinya ditolak oleh FDA.


Contoh :
Pewarna tidak bersertifikat : dengan nama perdagangan : Tartrazine
Pewarna yang bersertifikat : dengan nama perdagangan : FD & C Yellow 5, Lot No
Pewarna tidak bersertifikat : dengan nama perdagangan : Allura Red AC
Pewarna yang bersertifikat : dengan nama perdagangan : FD & C Red 40, Lot No
Pewarna tidak bersertifikat : dengan nama perdagangan : Indigotine
Pewarna yang bersertifikat : dengan nama perdagangan : FD & C Blue No.2, Lot No
• Bahan pewarna yang bersertifikat FD & C yang boleh digunakan untuk produk makanan : FD & C Yellow No.5, FD & C Red 40, FD & C Blue No.2
• Bahan pewarna yang tidak bersertifat FD & C tidak boleh digunakan dalam produk makanan : Tartrazine, Allura Red AC, Indigotine.


Federal Food, Drug & Cosmetic (FD & C) Act of 1938 mengatur bahwa sertifikasi bahan pewarna menjadi wajib bagi produsennya, dan wewenang pengujiannya dialihkan dari USDA ke FDA. Untuk menghindari kebingungan dalam pemakaian bahan pewarna untuk makanan dengan bahan pewarna untuk penggunaan lain, FDA menetapkan tiga kategori sertifikasi bahan pewarna.
1. FD & C : Untuk Makanan, Obat dan Kosmetika
2. D & C : Obat-obatan dan Kosmetika
3. External D & C : Obat-obatan dan Kosmetika untuk pemakaian luar.
Pada setiap Sertifikat bahan pewarna diberikan nama khusus yang terdiri dari awalan, seperti FD & C, D & C, atau Ext. D & C, nama warna, dan angka atau nomor. Kadang-kadang nama dari bahan pewarna disingkat dengan hanya terdiri dari nama warna dan angka atau nomor, seperti Yellow 6 sebagai ganti FD & C Yellow No.6

Menurut Nutrition Labeling & Education Act tahun 1990, bahan pewarna bersertifikat yang digunakan dalam makanan harus dicantumkan dalam penandaan (label) dengan menggunakan nama yang umum digunakan, ketentuan ini berlaku sejak 1 Juli 1991.

(2). Bahan tambahan pewarna dikecualikan dari sertifikasi:
Bahan pewarna yang masuk golongan ini sebagian besar diperoleh dari tanaman, hewan, atau sumber-sumber mineral. Tidak diwajibkan sertifikasi, namun tetap harus mematuhi persyaratan-persyaratan yang berlaku.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to " STANDAR BAHAN PEWARNA MAKANAN"

Post a Comment