Pelaksanaan HKI di Masa Sekarang

Peraturan perundangan yang berlaku sangat banyak, tetapi melihat pelaksanaannya sekarang ini makin banyak pelanggaran-pelanggaran. Umumnya pelanggaran hak cipta didorong untuk mencari keuntungan finansial secara cepat dengan mengabaikan kepentingan para pencipta dan pemegang izin hak cipta. Hal ini bisa dibuktikan dengan semakin maraknya pembajakan-pembajakan hasil karya ciptaan seseorang. Sebagai contoh yang lebih konkret yaitu pembajakan kaset-kaset VCD. Faktor-faktor yang mempengaruhi warga masyarakat untuk melanggar HKI, yaitu : 

· Dilakukan untuk mengambil jalan pintas guna mendapatkan keun-tungan yang sebesar-besarnya dari pelanggaran tersebut. 

· Para pelanggar menganggap bahwa sanksi hukum yang dijatuhkan oleh pengadilan selama ini terlalu ringan bahkan tidak ada tindakan preventif maupun represif yang dilakukan oleh para penegak hukum. 

· Dengan melakukan pelanggaran, pajak atas produk hasil pelanggaran tersebut tidak perlu dibayar kepada pemerintah. 

· Masyarakat tidak memperhatikan apakah barang yang dibeli tersebut asli atau palsu (aspal), yang penting bagi mereka harganya murah dan terjangkau dengan kemampuan ekonomi. 

Indonesia merupakan negara yang memiliki kedaulatan hukum, namun dalam menegakkan hukum harus mendapat kontrol dan tekanan dari negara asing. Tidak mengherankan apabila penegakan hukum di negeri ini tidak dapat dilakukan secara konsisten. Salah satu contoh nyata adalah pada saat mulai diberlakukannya Undang-undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta pada tanggal 29 Juli 2003, hampir seluruh pedangang CD, VCD dan DVD bajakan tidak tampak di pinggir jalan. Namun beberapa minggu kemudian, sedikit-demi sedikit para pedagang tersebut mulai tampak menggelar kembali barang dagangannya, dan hingga sampai saan ini mereka dengan sangat leluasa dan terang-terangan berani menjual barang dagangannya di tempat keramaian. Kondisi ini semakin diperburuk dengan tindakan para aparat penegak hukum yang hanya melakukan razia terhadap para pedagang tetapi tidak terhadap sumber produk bajakan tersebut, sehingga produksi barang bajakan terus berlanjut. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah belum secara tuntas menyelesaikan masalah pembajakan, oleh karena itu masih terdapat produsen yang memproduksi barang bajakan tersebut yang belum tersentuh oleh aparat penegak hukum. Jika memang niat pemerintah adalah untuk memberantas praktek pembajakan, maka tanpa pengenaan cukai terhadap produksi rekamanpun sebenarnya hal tersebut sudah dapat dilakukan sejak belakunya UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Namun dalam kenyataannya, praktek perdagangan barang ilegal tersebut bukan semakin berkurang, malahan semakin marak diperdagangkan di kaki lima. 

Contoh-contoh lain mengenai pelanggaran HKI yaitu : 

1) Jakarta Tahun 2009 mencatat hasil kurang menggembirakan untuk urusan pembajakan software di Indonesia. Dari hasil riset yang dikeluarkan IDC terungkap bahwa aktivitas pembajakan software di Tanah Air justru kian melonjak. Dari riset itu Indonesia ditempatkan di posisi ke12 sebagai negara dengan tingkat pembajakan software terbesar di dunia. 

2) Pelanggaran yang merugikan kepentingan negara, misalnya mengumumkan ciptaan yang bertentangan dengan kebijakan pemerintah di bidang pertahanan dan keamanan. 

3) Pelanggaran yang bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan, misalnya memperbanyak dan menjual video compact disc (vcd) pomo. 

4) Melanggar perjanjian (memenuhi kewajiban tidak sesuai dengan isi kesepakatan yang telah disetujui oleh kedua belah pihak), misalnya dalam perjanjian penerbitan karya cipta disetujui untuk dicetak sebanyak 2.000 eksemplar, tetapi yang dicetak/diedarkan di pasar adalah 4.000 eksemplar. Pembayaran royalti kepada pencipta didasarkan pada perjanjian penerbitan, yaitu 2.000 eksemplar bukan 4.000 eksemplar. Ini sangat merugikan bagi pencipta 

Subscribe to receive free email updates:

Related Posts :

0 Response to " Pelaksanaan HKI di Masa Sekarang"

Post a Comment