Macam-2 Pajak Farmasi
Berdasarkan kelompoknya pajak ada beberapa macam dan semuanya harus dibayar oleh apotek meliputi :
1. Pajak Daerah
Pajak daerah adalah pajak yang wewenang pemungutannya berada pada pemerintah daerah baik tingkat propinsi maupun kabupaten. Pajak daerah ditentukan oleh masing-masing daerah, dan macam pajak yang harus dibayar adalah :
a. Pajak Barang Inventaris
Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah terhadap barang yang digunakan di apotek atau barang inventaris milik apotek seperti pajak televisi (sekarang sudah tidak ada) dan pajak kendaraan bermotor.
b. Pajak reklame/iklan
Pajak reklame adalah pajak yang dikenakan terhadap pemasangan papan nama apotek di luar atau di dalam lingkungan apotek. Pajak tergantung lokasi dan besar papan nama apotek. Jika nama apotek ditulis/disertakan di dalam papan nama suatu perusahaan tertentu, pajak reklame akan ditanggung oleh perusahaan tersebut.
c. Surat Keterangan Ijin Tempat Usaha.
d. Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP).
2. Pajak Pusat
Pajak pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat. Pajak pusat meliputi :
a. Pajak Tidak Langsung
Pajak tidak langsung adalah pajak yang pada akhirnya bisa dilimpahkan pada pihak lain.
1) Bea Materai, untuk kuitansi lebih dari Rp. 250.000,00 dikenakan biaya materai Rp. 3000,00.
2) Pajak Pertambahan Nilai (PPN), merupakan pajak tak langsung yang dikenakan pada setiap pembelian berapa pun jumlah rupiah yang dibelanjakan. Besarnya pajak yang harus dibayar sebesar 10% dari jumlah pembelian. Misalnya untuk setiap pembelian obat khususnya untuk PBF yang PKP (Pengusaha Kena Pajak) maka dikenai PPN sebesar 10%.
b. Pajak Langsung
Pajak langsung adalah pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak yang bersangkutan. Pajak langsung meliputi :
1) Pajak Penghasilan (PPh)
Menurut Undang-undang Perpajakan Nomor 17 tahun 2000, ada beberapa pajak yang dikenakan untuk usaha apotek.
a) PPh 21
Pasal 21 Undang-undang Perpajakan Nomor 17 tahun 2000, menyatakan bahwa pajak ini merupakan pajak pribadi (penghasilan karyawan tetap) terhadap gaji karyawan setiap tahun yang telah dikurangi penghasilan tidak kena pajak (PTKP). Pajak ini dikenakan pada karyawan tetap yang telah melebihi PTKP dan dibayarkan sebelum tanggal 15 setiap bulan. Keterlambatan pembayaran dikenai denda sebesar Rp 50.000,00 ditambah 2% dari nilai pajak yang harus dibayarkan. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yaitu :
Rp 2.880.000 untuk diri wajib pajak
Rp 1.440.000 tambahan untuk wajib pajak kawin
Rp 1.440.000 tambahan untuk setiap anggota keluarga (anak) paling banyak 3 orang.
Pengurangan yang diperbolehkan adalah biaya jabatan sebesar 5% dengan jumlah maksimal Rp. 1.296.000,00/tahun atau Rp. 108.000,00/bulan dan iuran yang terkait dengan gaji yang dibayar oleh pegawai kepada dana pension sebesar 5% maksimal Rp. 432.000,00/tahun atau Rp. 36.000,00/bulan.
b) PPh 23
Apabila apotek dimiliki suatu persero maka selain pajak diatas, dikenakan pula ketentuan PPh pasal 23 yang mengatur bahwa keuntungan bersih yang dibagikan kepada persero dikenai 15% dari saham yang dibagikan tersebut (Anonim, 2000). PPh 23 merupakan pajak yang dikenakan pada badan usaha berdasarkan pembagian deviden.
c) PPh 25
Berupa pembayaran pajak yang berupa cicilan tiap bulan sebesar 1/12 dari perhitungan pajak satu tahun sebelumnya. Pembayaran dilakukan setiap bulan sebelum tanggal 15 dan pada akhir tahun diperhitungkan dengan besar pajak yang sesungguhnya yang harus dibayar. Pajak keuntungan bersih dihitung berdasarkan undang-undang perpajakan No. 17 tahun 2000 menyatakan bahwa ketentuan yang berlaku dalam perhitungan pajak sesuai PPh 25 :
i) Untuk Badan Usaha
(1) Jika keuntungan suatu perusahaan < Rp 50 juta maka dapat dikenai pajak sebesar 10%
(2) Jika keuntungan suatu perusahaan diatas Rp 50 juta – Rp100 juta maka dapat dikenai pajak sebesar 15%.
(3) Jika keuntungan suatu perusahaan > Rp 100 juta maka dapat dikenai pajak sebesar 30%.
ii) Untuk Pajak Perseorangan :
(1) Jika keuntungan suatu perusahaan < Rp 25 juta maka dapat dikenai pajak sebesar 5%.
(2) Jika keuntungan suatu perusahaan diatas Rp 25 juta – Rp 50 juta maka dapat dikenai pajak sebesar 10%.
(3) Jika keuntungan suatu perusahaan diatas Rp 50 juta – Rp 100 juta maka dapat dikenai pajak sebesar 15%.
(4) Jika keuntungan suatu perusahaan diatas Rp 100 juta sampai Rp 200 juta maka dapat dikenai pajak sebesar 25%.
(5) Jika keuntungan suatu perusahaan diatas Rp 200 juta maka dapat dikenai pajak sebesar 35%.
d) PPh 28
Apabila pajak yang terhutang untuk satu tahun pajak ternyata lebih kecil dari jumlah kredit pajak (PPh 25) maka setelah dilakukan perhitungan, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan setelah dilakukan pemeriksaan dengan hutang pajak berikut sanksi-sanksinya.
e) PPh 29
Apabila pajak yang terhutang untuk satu tahun pajak ternyata lebih besar dari jumlah kredit pajak yang sudah dilakukan perhitungan, maka kekurangan pajak yang terhutang harus dilunasi selambat-lambatnya tanggal 25 bulan ketiga setelah tahun pajak berakhir bagi Wajib Pajak sebelum surat pemberitahuan disampaikan.
2) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Pajak Bumi dan Bangunan dikenakan setiap tahun dan besarnya tergantung dari luas tanah, luas bangunan, serta lokasi apotek yang ditempati apotek sebagai sarana usaha.
3) Pengusaha Kena Pajak (PKP)
Merupakan pajak yang dikenakan kepada badan usaha atau orang pribadi yang melakukan usaha. Pengusaha kecil dengan kemampuan sendiri dapat mengajukan permohonan untuk menjadi PKP.
0 Response to " Macam-2 Pajak Farmasi "
Post a Comment