Konflik Organisasi dan Kinerja


Konflik Organisasi dan Kinerja.Dalam sebuah organisasi khususnya organisasi besar, dalam hal pembagian kerja, sering menimbulkan konflik, antara unit kerja yang ada atau konflik antar organisasi. Timbulnya konflik ini dikarenakan adanya perbedaan tujuan antara satu pihak dengan pihak lain yang terlibat dalam konflik tersebut. 



Oleh karena itu diperlukan kerjasama dan koordinasi antar struktur dalam organisasi atau antar organisasi sehingga dapat meminimalkan terjadinya perbedaan.Ross (1993) mengemukakan ada dua sumber konflik yang terjadi dalam sebuah organisasi atau kelompok, adalah adanya unsur persaingan dan unsur kekuatan. Menurut teori struktur, konflik dipicu oleh sosial adanya persaingan antara pihak-pihak yang berkepentingan.Tindakan terhadap pihak lain dalam pemikiran teori struktur social akan menciptakan tantangan nyata untuk meningkatkan solidaritas dan respon kolektif dalam menghadapi lawan. Selanjutnya pihak-pihak tersebut melakukan konsolodasi secara sadar sehingga membentuk suatu kekuatan dalam menghadapi konflik tersebut. 



Misalnya pekerja pada perusahaan menginginkan kebutuhan hidup mereka dapat dipenuhi oleh perusahaan sedang pemilik perusahaan mempunyai kepentingan lain untuk mengembangkan perusahaan perlu memperkuat posisi persaingan. Persaingan dapat diperkuat bila perusahaan mampu menguasai pasar. Penguasaan pasar bisa ditempuh antara lain dengan menekan harga dibawah harga perusahaan lain. Penekaanan harga hanya dimungkinkan bila menekan biaya produksi, penekanan biaya produksi bisa ditempuh diantaranya dengan menekan biaya tenaga kerja, sedangkan karyawan berkeinginan memperoleh gaji yang mencukupi. Perbedaan semacam ini sering kali diantara menjadi pemicu terjadinya konflik-konflik yang terjadi dalam kehidupan perusahaan, bila tidak ditangani secara serius akan menimbulkan dampak yang sangat berarti bagi usaha pencapaian tujuan perusahaan , salah satunya adalah rendahnya kinerja karyawan secara keseluruhan akan mempengaruhi produktifitas perusahaan Anoroga (1992: 101) 



Akan tetapi tidak hanya itu saja yang ditimbulkan oleh konflik yang tidak ditangani secara tepat dan bijaksana, dapat pula berakibat langsung pada diri karyawan, karena mereka dalam keadaan suasana serba salah sehingga mengalami tekanan jiwa (stress). 



Stress adalah reaksi tubuh terhadap situasi yang tampak sulit dan membuat ketidakseimbangan dalam hidup. Dalam perilaku organisasi, dibutuhkan suatu manajemen stress untuk menghadapi tuntutan yang berlebihan. Tujuan manajemen stress untuk meningkatkan kualitas hidup menjadi lebih baik lagi dari pada sebelumnya. Manajemen stress akan menganalisa pengaruh stress pada kinerja dan kemampuan berpikir seseorang. 



STRESS DAN KINERJA 

Stress mempengaruhi kesejahteraan emosional dalam berbagai cara. Karena kepribadian individual mencakup hubungan yang kompleks di antara banyak faktor, maka reaksi terhadap stress yang berkepanjangan ditetapkan dengan memeriksa gaya hidup dan stresor klien yang terakhir, pengalaman terdahulu dengan stressor, mekanisme koping yang berhasil di masa lalu, fungsi peran, konsep diri dan ketabahan yang merupakan kombinasi dari tiga karakteristik kepribadian yang di duga menjadi media terhadap stress. Ketiga karakteristik ini adalah rasa kontrol terhadap peristiwa kehidupan, komitmen terhadap aktivitas yang berhasil, dan antisipasi dari tantangan sebagai suatu kesempatan untuk pertumbuhan (Wiebe dan Williams, 1992 ; Tarstasky, 1993). 



Dalam dunia kerja, sering timbul (muncul) berbagai masalah sehubungan dengan stres dan kondisi-kondisi yang dapat memicu terjadinya stres. Baik disadari maupun tidak, pekerjaan seseorang menimbulkan stres pada dirinya. Hal ini pasti akan tampak dalam kurun waktu yang panjang, karena memang manusia setiap harinya berkecimpung di tempat kerjanya lebih dari sepertiga kali waktunya. 



Stres kerja sering menimbulkan masalah bagi tenaga kerja, baik pada kelompok eksekutif (white collar workers) maupun kelompok pekerja biasa (blue collar workers). Stres kerja dapat mengganggu kesehatan tenaga kerja, baik fisik maupun emosional. Hal itu juga didukung oleh Sullivan dan Bhagat (1992) dalam studi mereka mengenai stres kerja (yang diukur dengan role ambiguity, role conflict, dan role overload) dan kinerja, pada umumnya ditemukan bahwa stres kerja berhubungan secara negatif dengan kinerja. Stres mempunyai posisi yang penting dalam kaitannya dengan produktivitas sumberdaya manusia, dana dan materi. Selain dipengaruhi oleh faktor-faktor yang ada dalam diri individu, stres juga dipengaruhi oleh faktor-faktor dari organisasi dan lingkungan. Tenaga kerja merupakan salah satu aset perusahaan yang paling utama, oleh karena itu perlu dibina secara baik. Stres pada karyawan sebagai salah satu akibat dari bekerja perlu dikondisikan pada posisi yang tepat agar kinerja mereka juga pada posisi yang diharapkan. 



Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Konflik Organisasi dan Kinerja "

Post a Comment