Hukum Pajak Internasional


Negara Indonesia mengadakan treaty tax (perjanjian penghidaran pajak berganda) bukanlah semata-mata keinginan dari negara kita, namun juga karena ada asas timbal balik dan keinginan yang sama dari negara yang mengadakan perjanjian tersebut. 



Menurut PJA Adriani, hukum pajak internasional ialah keseluruhan peraturan (Pasal 23 Ayat (2) Undang-undang Dasar 1945) “Segala pajak untuk keperluan Negara berdasarkan Undang-undang” yang mengatur tata tertib hukum dan yang mengatur soal penyedotan daya beli itu di masing-masing negara. Pengertian hukum pajak internsional itu merupakan suatu pengertian yang lebih luas dari pada pengertian hukum pajak berganda dan hukum pajak nasional itu termasuk di dalam hukum pajak internasional. Hukum pajak internasional merupakan suatu kesatuan undang-undang nasional mengenai: 



a. Pengenaan pajak terhadap orang-orang luar negeri. 

b. Peraturan-peraturan nasional untuk menghindarkan pajak berganda. c. Traktat-traktat. 


 Menurut negara-negara Anglo Sakson (Amerika Serikat, Inggris, dan Jepang), hukum internasional dibagi sebagai berikut: 



1. Hukum pajak nasional mengatur hukum pajak luar negeri (National External Tax Law) 


2. Hukum pajak luar negeri (Foreign Tax Law) 


3. Hukum pajak internasional (International Tax Law) 


National external tax law merupakan bagian dari hukum pajak nasional yang memuat ketentuan-ketentuan mengenai pengenaan pajak yang mempunyai daya kerja sampai di luar batas-batas negara karena terdapat unsure-unsur asing, baik mengenai objeknya (sumber ada di luar negeri) maupun mengenai subyeknya (subyek ada di luar negeri). 

Foreign Tax Law keseluruhan perundang-undangan dan peraturan-peraturan pajak dari negara-negara yang ada diseluruh dunia. 


International Tax Law dibedakan dalam arti sempit dan arti luas. Hukum pajak internsional dalam arti sempit merupakan keseluruhan kaedah pajak yang berdasarkan hukum antar negara seperti traktat-traktat, konvensi, dan lazim diterima baik oleh negara-negara didunia, mempunyai tujuan mengatur soal perpajakan antara negara yang saling mempunyai kepentingan. 



Sedangkan hukum pajak internasional dalam arti luas. Hukum keseluruhan kaedah yang berdasarkan traktat-traktat, konvensi-konvensi, dan prinsip hukum pajak yang diterima baik oleh negara-negara di dunia, maupun kaedah-kaedah nasional yang 



mempunyai sebagai subjeknya pengenaan pajak dalam mana dapat ditunjukkan adanya unsur-unsur asing, hal mana mungkin dapat menimbulkan bentrokan hukum atara dua negara atau lebih. 


II.2 Pengertian Pajak Berganda International 


Sehubungan dengan pengertian pajak berganda (double taxation), berdasarkan Knechtle dalam bukunya yang berjudul ”Basic Problems in Internasional Fiscal Law” (1979) memberikan pembahasan secara rinci bahwa pengertian pajak berganda dibedakan menjadi dua, yaitu : 


1. Secara Luas, Pajak berganda adalah bentuk pembebanan pajak dan pungutan lainnya lebih dari satu kali, yang dapat berganda atau lebih atas suatu fakta fiskal. 

2. Secara Sempit, Pajak berganda dianggap terjadi pada semua kasus pemajakan beberapa kali terhadap suatu subjek dan atau objek pajak dalam satu administrasi pajak yang sama, yang mengesampingkan pembebanan pajak oleh pemerintah daerah. 

Selanjutnya, pajak berganda sesuai dengan negara (yurisdiksi) pemungut pajaknya, dapat dikelompokkan menjadi pajak berganda : 



1. Internal (domestic) 


2. Internasional 


Dalam kedua kelompok tersebut terdapat pajak berganda vertikal, horizontal dan diagonal (terutama dalam negara yang berbentuk federal). 


Beberapa unsur Pajak Berganda Internasional (PBI), apabila pemajakan berganda (multiple) dilakukan oleh beberapa adminitrasi pajak (berdasarkan yurisdiksi pemajakan domestik tiap negara) maka teradapat pajak berganda Internasional (international double taxation). Secara teoretis dan normatif, istilah pajak berganda internasional meliputi beberapa unsur, antara lain: 



1. Pengenaan Pajak oleh beberapa otoritas pemajakan terhadap kriteria identitas. 


2. Identitas subjek pajak (Wajib Pajak yang sama) 


3. Identitas objek pajak (objek yang sama) 

4. Identitas masa pajak 

5. Identitas (kesamaan) pajak 


Beberapa tipe Pajak Berganda Internasional ( PBI ): 


1. Faktual dan potensial 

2. Yuridis dan ekonomis 

3. Langsung dan tidak langsung 

Beberapa bentuk pajak berganda internasional: 



1. Pajak Penjualan 


Walaupun hanya ditujukan terhadap peredaran dan konsumsi domestik, terdapat kemungkinan bahwa pajak penjualan (peredaran dan pertambahan nilai) dapat menimbulkan P3B. Hal itu dapat terjadi apabila dalam prinsip pemajakan 

negara pengekspor menganut prinsip Negara asal (origin principle, pemajakan oleh negara asal barang dan jasa), sedangkan negara pengimpor menganut prinsip negara tujuan (destination principle, pemajakan oleh negara tujuan sebagai pemanfaat barang dan jasa). Namun, karena pemajakan atas transfer barang dan jasa, hampir semua Negara pemungut pajak penjualan menganut prinsip negara tujuan, maka tidak akan terjadi PBI dalam pajak tidak langsung. 

2. Pajak Penghasilan 

Dalam pemajakan ini, kita mengenal dua pendekatan kewajiban pajak, antara lain: 

a. Kewajiban pajak tidak terbatas, merupakan resultat dari pemajakan berdasarkan pertalian subjektif yang dapat berupa nasionalitas atau tempat pendirian atau tempat kedudukan. 


b. Kewajiban pajak terbatas, merupakan resultat dari pemajakan berdasarkan pertalian objektif yang dapat berupa lokasi aktivitas ekonomi dan sumber penghasilan. 

Sehubungan dengan pajak penghasilan, PBI dapat terjadi karena benturan antar klaim, yaitu: 



1. Pemajakan tak terbatas 


2. Pemajakan tak dengan terbats 


3. Pemajakan terbatas 

Benturan antar klaim pemajakan tak terbatas dapat terjadi antar negara penganut prinsip : 

a. Nasionalitas, pada umumnya terjadi terhadap orang pribadi yang berada di negara penganut tempat kelahiran dengan orang tua dari negara penganut keturunan. 



b. Nasionalitas dengan residensi, dapat terjadi baik pada wajib pajak orang pribadi maupun badan. 



c. Residensi, terjadi pada orang pribadi yang mempunyai tempat tinggal di negara penganut pemajakan berdasarkan asas domisili namun ia berada dalam waktu yang relatif substansial di negara penganut prinsip kehadiran substansial (lebih dari 183 hari). 

Benturan tersebut terjadi apabila subjek pajak yang bertempat tinggal atau bertempat kedudukan di negara penganut pemajakan global memperoleh penghasilan atau menjalankan aktivitas ekonomi juga memperoleh penghasilan dari negara penganut klaim pemajakan terbatas, maka akan timbul PBI sebagai akibat benturan klaim pemajakan terbatas. Ketentuan dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan. Dalam ketentuan pemajakannya, UU PPh menganut pertalian subjektif dan objektif. Pertalian subjektif orang pribadi ditentukan berdasarkan : 


a. Tempat tinggal (di Indonesia) 


b. Kehadiran/ keberadaan (di Indonesia lebih dari 183 hari) 

c. Niat untuk bertempat tinggal di Indonesia 


Pertalian subjektif badan ditentukan berdasarkan : 

a. Tempat pendirian 


b. Tempat kedudukan 

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to " Hukum Pajak Internasional "

Post a Comment