HASIL DAN PEMBAHASAN TENTANG ASAP CAIR

Asap cair adalah suatu produk kondensat berbentuk cair dari proses pembakaran kayu yang telah mengalami aging dan filtrasi sehingga senyawa tar dan senyawa tertentu lainnya dapat dipisahkan (Psiczola, D.E. 1995). Girard (1992) mendefinisikan asap sebagai suatu sistem kompleks yang tersusun dari fase dispersi berupa cairan dan medium dispersi berupa gas. Komponen asap cair terbentuk dari hasil pirolisis kayu yang merupakan dispersi koloid dari proses pengembunan atau sublimasi bentuk gas (uap asap) menjadi bentuk cair dan pada umumnya telah mengalami pemisahan senyawa-senyata tar serta PAH (Polyciclic Aromatic Hydrocarbon). 

Asap cair diperoleh sebagai hasil kondensasi asap gas yang terjadi dalam ruang destilasi, dimana terjadi kondensasi asap gas akibat adanya sistem pendingin. Dari 1 Kg kulit kacang tanah (Arachis hypogea), diperoleh 400 ml asap cair. 



Fenol merupakan salah satu komponen yang terdapat dalam asap yang dapat menyebabkan hasil asapan bermutu tinggi. Adapun hasil analisis fenol liquid smoke kulit kacang tanah tersaji dalam tabel berikut ini. 


Pada tabel 1 diatas didapatkan hasil uji kadar fenol liquid smoke kulit kacang tanah sebesar 1,565 mg/kg. Fenol berperan dalam pembentukan aroma, bahan pengawet dan antioksidan. Bahan-bahan antioksidan yang dihasilkan dari masuknya senyawa-senyawa fenol ke dalam ikan asap menyebabkan ketahanan simpan yang lebih lama dan bebas dari ketengikan (Buckle et al, 



Daun (1975), menyatakan bahwa cita rasa spesifik produk asapan dipengaruhi oleh senyawa fenol yang terkandung dalam asap. Senyawa-senyawa fenolat tertentu seperti guaiakol, 4-metil guaiakol, 2,6-dimetoksi fenol dan siringol menentukan cita rasa dari bahan yang diasap. Guaiakol memberikan rasa asap dan siringol memberikan aroma asap. 



Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Lina (2005), banyak sedikitnya kadar fenol yang terdapat pada daging ikan asap ditentukan oleh besarnya konsentrasi liquid smoke yang digunakan dan lama waktu perendamannya. Semakin lama waktu perendaman maka akan semakin banyak kandungan fenol pada daging ikan bandeng asap. Fenol yang terdapat dalam produk ikan hasil pengasapan panas sifatnya tetap atau tidak berubah meskipun suhu selama masa penyimpanan dinaikkan ataupun diturunkan (Zaitsev et al., 1969). 



Fenol berperan sebagai bahan pengawet karena bersifat racun bagi bakteri sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Clifford et al (1980) mengatakan bahwa total kadar fenol pada permukaan ikan asap dengan pengasapan panas mencapai 40-50 mg/kg. Pada kadar 45 mg/kg fenol dapat menghambat petumbuhan Staphyloccocus aureus. Fenol sebagai desinfektan bersifat aktif terhadap sel vegetatif, virus, dan kapang sehingga ikan asap dapat awet. 



Ikan bandeng (Chanos chanos Forsk) yang digunakan sebagai bahan baku ikan asap, sebelum diolah dilakukan pengujian proksimat ikan segar terlebih dahulu. Adapun hasil pengujian proksimat tersaji dalam tabel 2 berikut ini. 



Pengetahuan mengenai komposisi kimia asap setiap jenis ikan sangat penting. Komposisi kimia dalam tubuh ikan bervariasi menurut speciesnya, bahkan antara satu individu terhadap individu yang lainnya dalam satu species mempunyai komposisi kadar air, protein, lemak, dan abu yang berbeda (Sofyan Ilyas, 1972). 

Pada penyimpanan hari ke-0 dilakukan analisis proksimat ikan bandeng asap. Jumlah sampel yang digunakan untuk pengujian proksimat ikan bandeng asap adalah sebanyak 9 sampel untuk 3 perlakuan dalam 2 kali ulangan. 

Adapun hasil pengujian kadar proksimat ikan bandeng asap dapat dilihat dalam tabel 3 dan digambarkan pada gambar 8. 

Keterangan : Nilai merupakan hasil rata-rata dua kali ulangan ± standar deviasi a. Kadar Air 

Menurut F. G. Winarno (1995) semua bahan makanan mengandung air dalam jumlah yang berbeda-beda. Kandungan air dalam bahan makanan akan menentukan kesegaran dan daya tahan selama waktu penyimpanan. Ikan bandeng asap yang diasapi dengan konsentrasi liquid smoke 2,5% mempunyai kadar air paling besar yaitu sebesar 53,02%, sedangkan ikan bandeng yang diasapi dengan konsentrasi liquid smoke 5% kadar airnya sebesar 50,60%, dan untuk konsentrasi 

7,5% sebesar 50,82. Hal ini berarti penggunaan konsentrasi liquid smoke yang berbeda tidak memberikan perbedaan nyata pada kadar air ikan asap. 

Kadar air ikan asap menurut Saleh (1992) tergantung pada lama, suhu dan cara pengasapan. Batas maksimal kadar air ikan asap menurut Standar Nasional Indonesia adalah 60%, ikan bandeng asap hasil penelitian memiliki kadar air sebesar 50-53%. Hal ini berarti produk ikan asap tersebut dapat diterima oleh konsumen. 




Gambar 8. Grafik nilai proksimat ikan bandeng asap 



Kadar air pada ikan bandeng asap akan berpengaruh pada kualitas ikan. Adapun akibat dari kadar air yang cukup besar adalah penurunan kualitas pada ikan yang diakibatkan oleh meningkatnya koloni bakteri pada produk tersebut. Agus Irawan (1997), mengemukakan bahwa dalam proses pengeringan kadar air yang masih tertinggal adalah sekitar 30-40%. Dalam kadar inilah aktivitas mikroorganisme dan enzim terhenti. 

b. Kadar Protein 

Hasil pengujian kadar protein yang telah dilakukan pada ikan bandeng asap dengan perlakuan K1P1 sebesar 36,08%, perlakuan K2P1 sebesar 33,67%, dan untuk perlakuan K3P1 sebesar 37,64%. Hasil pengujian proksimat ini sesuai dengan pendapat Singgih Wibowo (2002), bahwa kadar protein ikan Bandeng asap 27-40%. Besarnya kandungan protein ikan asap antara lain tergantung pada cara pengolahannya. 

F. G. Winarno (1995) mengemukakan bahwa dengan adanya pemanasan, protein dalam bahan makanan akan mengalami perubahan bentuk persenyawaan dengan bahan lain misalnya antara asam amino hasil perubahan protein dengan gula reduksi yang membentuk senyawa rasa dan aroma makanan. Kenaikan kadar protein pada ikan asap disebabkan oleh adanya reaksi antara protein dengan garam. 

Menurut Fronthea Swastawati (2003) protein dengan asam amino lysine melalui gugus amino merupakan sumber utama terjadinya reaksi mailard. Kehilangan lysine dan asam amino esensial lainnya selama proses pemanasan dapat terjadi, dan reaksi mailard dapat pula meningkat bersamaan dengan meningkatnya proses dekomposisi asap pada tubuh ikan. Reaksi mailard akan mengakibatkan pembentukan warna cokelat pada ikan asap. 

c. Kadar Lemak 

Analisa proksimat kadar lemak ikan bandeng asap dengan perlakuan K1P1 sebesar 4,33%, perlakuan K2P1 sebesar 5,36%, dan perlakuan K3P1 sebesar 

4,92%. Sedangkan pada penelitian Ariestiana Kartikarini (2004) dijelaskan bahwa kadar lemak ikan bandeng asap 3%. Singgih Wibowo (2002) berpendapat bahwa kadar lemak ikan bandeng asap yaitu 2,5-6,0%. Dengan demikian kadar lemak ikan bandeng asap mempunyai hubungan terbalik dengan kadar air. Sofyan Ilyas (1972) menjelaskan bahwa semakin tinggi kadar air seekor ikan maka semakin rendah kadar lemaknya, selain itu kadar lemak ikan asap juga tergantung pada umur dan ukuran ikan yang diasap. 

Menurut Buckle et al (1985) kerusakan lemak dapat disebabkan oleh mikroorganisme, selain itu juga bisa melalui hidrolisis dan oksidasi. Mikroba yang menyerang bahan pangan pada umumnya merusak lemak dengan menghasilkan cita rasa yang tidak enak. 

d. Kadar Abu 

Kadar abu ikan bandeng asap menurut Singgih Wibowo (2002) adalah 2,5- 

5,0%. Hasil penelitian kadar abu pada ikan bandeng asap dengan perlakuan K1P1 sebesar 3,73%, perlakuan K2P1 sebesar 3,25%, dan untuk perlakuan K3P1 sebesar 3,91%. Dari hasil pengujian kadar abu ikan bandeng asap mengalami kenaikan dibandingkan dengan kadar abu ikan bandeng segar. Hal ini disebabkan karena adanya pengendapan unsur-unsur mineral yang berasal dari garam dapur pada saat proses penggaraman. Menurut F. G. Winarno (1995) yang dimaksud kadar abu suatu bahan adalah jumlah atau kadar mineral dalam suatu bahan makanan. Mineral yang terdapat dalam suatu bahan meliputi dua macam garam, yaitu garam organik, contohnya : garam asam asetat, dan garam anorganik, contohnya : garam klorida atau NaCl. 


Perendaman ikan Bandeng (Chanos chanos F.) dalam larutan garam jenuh dilakukan terlebih dahulu sebelum dilakukakan perendaman dalam larutan asap cair dengan konsentrasi 5 %. Menurut Afrianto dan Liviawaty (1989), pengggaraman sebelum pengasapan ikan mempunyai banyak fungsi diantaranya membantu memudahkan pencucian dan menghilangkan lendir, membantu pengawetan, memberikan cita rasa produk yang lebih lezat, membantu pengeringan dan menyebabkan tekstur daging ikan menjadi lebih kompak. Tujuan utama proses penggaraman dan pengeringan pada proses pengolahan/pengasapan ikan adalah membunuh bakteri (Afrianto dan Liviwaty, 1989).

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "HASIL DAN PEMBAHASAN TENTANG ASAP CAIR"

Post a Comment