Apa itu Tumor cerebellopontine angle
Tumor
cerebellopontine angle
Sudut Cerebellopontin (
CP Angle ) dihubungkan dengan jenis tumor, yang paling umum adalah acoustic
schwannoma, yang angka kejadiannya sekitar 8% dari semua tumor primer
intrakranial. Selain itu tumor yang sering juga muncul di lokasi ini adalah
meningioma. Dan tumor yang jarang adalah jenis dermoid dan epidermoid, yang
berkembang dari embrionic sisa dari sel epitelial. Tumor yang muncul didekat CP
angle dapat menunjukkan tanda seperti
tumor CP angle dan mungkin memerlukan penanganan operasi yang sama. Diantaranya
termasuk tumor parenkimal seperti exophytic pontin glioma, fourth ventricle
ependymomas, dan cerebellar hemangioblastoma. Juga tumor yang meluas dari luar
skull termasuk chordomas, chemodectomas, dan metastatic carcinomas.
Tumor yang sering
menimbulkan efek pada daerah ini adalah acoustic schwannoma. Tumor ini
membahayakan baik bagi anestetis maupun neurosurgeon. Karena, acoustic
schwannoma muncul dari bagian vestibular dari nervus VIII. Seperti pertumbuhan
neoplasma lainnya tumor ini menekan pertama pada bagian cochlear kemudian
mengikis porus acusticus kemudian berkembang menuju CP angle. Karena pembesaran
ini, tumor ini mengisi daerah antara petrous pyramid, tentorium cerebelli,
cerebellum dan brainstem. Jika massa tidak tampak secara klinik, massa ini akan
berkembang dan menekan saraf kranial bawah yaitu nervus V, VII, IX, X dan
kadang-kadang nervus XI. Tumor yang besar dapat menekan cerebellum, menyebabkan
cerebellar tonsilar herniation dan mungkin membuntu aliran CSF, sehingga
menyebabkan hidrosefalus. Secara histolohi tumor ini benign.
Gambaran Klinik Dan Preop Evaluation
Gambaran klinik dari
acoustic tumor tergantung ukuran. Tinnitus tanda awal yang sering dan vertigo
terjadi pada 75% kasus. Pasien mengeluh penurunan pendengaran secara progresif
sampai bulanan atau tahunan. Dengan pembesaran tumor menyebabkan keadaan tidak
tenang atau kehilangan keseimbangan akibat penekanan dari saraf kranial. Nervus
facialis tidak sensitif lagi karena peregangan oleh acoustic tumor dan massa
yang sudah besar sebelum fungsinya terpengaruh. Penekanan saraf trigeminal
mungkin menyebabkan mati rasa di wajah dan menurunkan reflek kornea. Mungkin
ada keterkaitan saraf kranial bawah terapi tidak sering. Penekanan cerebellar
dan tanda seperti hidrosefalus terjadi jika ada massa yang besar sekali.
Penilaian diagnostik
termasuk teknik audiologic dan radiographic. Telah banyak pemeriksaan
audiologik yang dicoba. Sekarang sering digunakan impedance audiometri dan
menimbulkan potensial brainstem. Secara radiografic, tumor acoustic yang besar
lebih mudah diidentifikasi dengan menggunakan kontras CT intravena. Tumor
intrakranial yang kecil telah dipelajari dengan menggunakan gas cisternografi
dan thin slice high-resolution CT. Sekarang penggunaan enhanced thin slice MR
telah digunakan secara luas.
Management Anestesi
Sama seperti sebelumnya, prinsip managemen dalam bidang
anestesi dengan peningkatan ICP. Keterlibatan saraf kranialis bawah dapat
mempengaruhi reflek faringeal dan laringeal. Aspirasi paru yang membahayakan
dapat terjadi. Pre operasi seorang anestesiologist harus memeriksa kemampuan
pasien dalam memproteksi airway mereka sendiri. Jika ada kelainan atau kelemahan,
ekstubasi seharusnya dilakukan jika pasien sudah sadar penuh.
Prosedur ini lama. Perhatian yang teliti terhadap suhu
tubuh tetap normotermia dan balans cairan dan elektrolit merupakan hal yang
penting.
Management Pembedahan
Seperti diskusi tentang tumor otak sebelumnya, pasien
diberi terapi steroid sebelumnya, biasanya dexamethason. Posisi sangat penting
pada tumor CP angle. Volume fosa posterior lebih kecil jika dibandingkan dengan
kompartemen supratentorial. Ada sedikit ruang untuk retraksi, sehingga jika ada
retraksi akan disebarkan ke brainstem terdekat. Akses visual, perbesaran, akan
susah untuk didapatkan.
Masih didiskusikan
posisi pembedahan yang paling baik pada pasien yang akan dibedah (lihat bab9).
Dulu digunakan posisi duduk pada pasien dengan tumor jenis ini. Kesulitan pada
posisi ini dalam hal management anestesinya. Masalah pertama dan yang paling
sering muncul adalah resiko emboli udara dan meski sedikit tapi pasti. Dengan
koagulasi yang teliti dan waxing tepi tulang selama awal operasi dapat
mengurangi resiko ini. Kewaspadaan harus tetap dilakukan selama prosedur ini.
Anestesiologis memonitor end-tidal CO2 dan mendengarkan turbulensi dengan
menggunakan prekordial doppler. Ketika udara ada, operasi harus dihentikan,
luka diirigasi dengan cairan dan dibungkus dengan busa lembab, dan secara
teliti mencari sumber kebocoran. Operasi dilanjutkan jika kebocoran sudah
diamankan. Pada kasus yang ekstrim pasien dirubah dari posisi duduknya dan
operasi diakhiri.
Masalah lain untuk
menjaga keamanan pada posisi duduk
adalah outflow vena yang membahayakan dari kompresi jugular karena
fleksi leher dan pengaruhnya dengan fungsi spinal cord. Mekanisme masalah ini
masih belum jelas. Dua etiologi yang dapat dipertimbangkan adalah adanya
penyakit spondilitis cervical spine yang menyebabkan penekanan langsung dan
perfusi yang tidak adekuat pada cord pada posisi duduk. Anatomi tulang cervical spine dapat dievaluasi preoperasi
dengan X-ray. Seharusnya diperiksa limitasi gerak leher sebelum pasien
diinduksi. Pengukuran tekanan darah yang tidak adekuat dapat dihindari dengan
meletakkan transducer arterial blood pressure pada dasar otak.
Penggunaan posisi berbaring dihindari, pada tempat yang
luas, terjadi emboli udara. Beberapa posisi digunakan. Termasuk lateral, atau
modified posisi lateral dan supine dengan kepala diarahkan kekontralateral.
Perhatian pada posisi ini termasuk kenyamanan untuk dada dan limb dalam
menghindari tekanan nekrosis dan strech injury pada pleksus brachialis atau
saraf sciatic. Limb seharusnya sedikit fleksi dan tidak digantung atau ditarik.
Semua titik-titik penekanan harus diberi alas.
Sepeti yang disebutkan
sebelumnya, relaksasi cereballar yang cukup merupakan faktor penting dalam
mencapai tujuan pembedahan. Pada waktu insisi, pasien diberikan manitol 1-2
g/kg. Beberapa operator akan memasang kateter drainase lumbal subarachnoid
untuk aspirasi LCS. Beberapa insisi kulit dapat digunakan untuk menampakkan
area suboccipital lateral untuk craniectomy. Setelah craniectomy selesai, dura
dibuka dan dilihat dan sisterna magna akan terlihat. Cisterna dibuka dan CSF di
drainase, membantu dalam relaksasi area tersebut. Reractor penahan dipasang pada bagian lateral hemisfer
cerebellar, yang kemudian dielevasikan lebih ke superior dan medial. Kebanyakan
tumor CP angle akan terlihat. Dengan mikroskop tumor di dekompresi secara
internal dan dikurangi ukurannya sampai selesai. Secepatnya, tumor yang
berbatasan dengan brainstem ditengah dan saraf kranial bawah lateral di
singkirkan. Khusus pada acoustic tumor, akan perlu usaha keras untuk
menghindari injury pada saraf facialis. Teknik monitoring dikembangkan untuk
membantu ini dijelaskan pada bab 4. Setelah tumor selesai diangkat, hemostasis
diberikan, retractor dilepas, dan luka dijahit.
Perawatan Post Operasi
Seperti tumor otak lainnya, pasien dirawat di ICU
dimana personilnya sudah terbiasa dengan
masalah neurologis. Umumnya, pasien di ekstubasi pada akhir operasi dan sudah
sadar. Dilakukan monitoring untuk mengetahui tanda-tanda kenaikan TIK, yang dapat
disebabkan perdarahan pada area yang di operasi atau karena akut hidrosefalus.
Jika memungkinkan, CT scan dapat membedakan dua kondisi tersebut. Jika fungsi
memburuk secara cepat, maka reeksplorasi dengan ventrikulotomy merupakan
langkah yang bijaksana. Setelah
1 minggu post operasi maka dapat terjadi pertumbuhan bakterial meningitis.
Diagnosa ditegakkan dengan kultur CSF. Menigitis bakterial harus dibedakan dari
mengitis aseptic, yang dapat terjadi setelah pembedahan fosa posterior. Steroid
diteruskan selama post operasi dan secara perlahan di tappering.
0 Response to "Apa itu Tumor cerebellopontine angle"
Post a Comment