Tingkat Kesehatan Sangat Penting

Derajat kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan, perilaku kesehatan, pelayanan kesehatan dan kependudukan. Angka kematian bayi merupakan salah satu indikator untuk mengukur derajat kesehatan masyarakat. Meskipun angka kematian bayi di Indonesia menunjukkan penurunan yang sangat signifikan sebagai dampak pelaksanaan pembangunan di segala bidang, termasuk intervensi program kesehatan yang sangat intensif dilaksanakan di seluruh pelosok tanah air, namun dengan terjadinya krisis ekonomi yang dimulai pada pertengahan tahun 1997 dapat dipastikan bahwa angka kematian bayi dapat meningkat kembali sejalan dengan meningkatnya prevelensi balita kekurangan energi dan protein. Pembangunan di bidang kesehatan merupakan bagian dari investasi yang perlu diperhatikan dan keberhasilan di bidang tersebut akan memberikan andil dalam mempercepat pembangunan di kawasan timur Indonesia (KTI). 

Data Susenas, 2000 memberikan gambaran perbedaan atau perbandingan kematian antar daerah, dimana untuk KTI angka kematian kelompok umur 0-14 tahun lebih tinggi dari angka rata-rata nasional. Gambaran tentang angka kematian ini dapat dilihat pada tabel berikut. 


Kelangsungan hidup anak dapat diindikasikan dari rasio anak yang masih hidup terhadap anak lahir hidup yang dilahirkan ibu usia subur. Data Susenas, 2001 melaporkan rata-rata anak lahir hidup per wanita usia subur di KTI adalah 3,40 anak. Di pedesaan (3,50) lebih tinggi daripada di perkotaan (3,16). Dari anak lahir hidup tersebut 95% dilaporkan masih hidup atau 15% meninggal. Persentase yang meninggal dilaporkan lebih tinggi dipedesaan (16%) daripada diperkotaan (12%). Disamping itu pola kematian perkotaan lebih rendah dari pedesaan. 

Tingginya angka kematian di Kawasan Timur Indonesia ini mengingat fasilitas layanan kesehatan di KTI masih jauh tertinggal dibandingkan kawasan lainnya, demikian pula di KTI sendiri fasilitas layanan kesehatan antar region sangat memprihatinkan. Perbedaan mencolok kesulitan akses ke fasilitas layanan terlihat antar perkotaan dan pedesaan. Diantara region di KTI, kesulitan akses ke fasilitas layanan kesehatan di kepulauan NTB, NTT, Maluku dan Irja terlihat paling tinggi diikuti oleh Kalimantan dan Sulawesi . 

Melalui survai Potensi Desa (Podes) tahun 2000, BPS meng-identifikasi desa-desa yang di-nyatakan sulit memperoleh akses terhadap fasilitas layanan kesehatan. Di KTI adalah sulitnya akses ke fasilitas RS (62%), RSB (72%), dokter (50%), dan apotik (62%). Gambaran ini menunjukkan betapa terbatasnya jumlah fasilitas kesehatan yang dapat di capai di tingkat desa yang ada di KTI. 

Tingginya tingkat kesulitan untuk mendapatkan fasilitas layanan kesehatan di KTI menyebabkan banyaknya masyarakat melakukan pengobatan sendiri tanpa datang ke fasilitas kesehatan atau memanggil dokter/petugas kesehatan untuk menyembuhkan atau meringankan keluhan kesehatan. Cara pengobatan meliputi pemakaian obat modern, obat tradisional dan lainnya (misal bahan makanan suplemen/ pelengkap alami, kerokan dan pijat). Di samping sulitnya mendapatkan akses pelayanan kesehatan karena kurangnya fasilitas yang ada, juga kurang mampunya masyarakat menggunakan fasilitas layanan kesehatan di KTI ini dilatarbelakangi oleh keadaan sosial ekonomi di masyarakat. Kondisi sosial ekonomi yang ditandai banyaknya masyarakat miskin merupakan ciri ketertinggalan di KTI khususnya di daerah kepulauan lain (NTB, NTT, Maluku dan Irja). Hasil survei Podes memberikan gambaran persentase desa yang dinilai miskin dan sangat miskin seperti terlihat pada tabel dibawah. Tabel tersebut menggambarkan keterbelakangan KTI dengan persentase desa miskin atau sangat miskin yang cukup tinggi terutama di kepulauan lain (NTB/NTT/Irja).

Subscribe to receive free email updates:

Related Posts :

0 Response to "Tingkat Kesehatan Sangat Penting "

Post a Comment