Pengidentifikasian Subyek dan Obyek
Pengidentifikasian Subyek dan Obyek.Validitas kontrak tergantung pada kejelasan baik subyek maupun obyek dari perjanjian lisensi. Di Indonesia, sumber hukum tersebut dapat ditemukan dalam pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang mengatur persyaratan subyektif dan obyektif[1]. Secara tekhnis, subyek dalam perjanjian lisensi ini dapat berupa lembaga, termasuk Negara, perusahaan, dan departemen tertentu, atu perorangan. Sedangkan obyek dalam perjanjian lisensi ini adalah hasil-hasil riset yang teknologi yang dipatenkan.
Dalam upaya melindungi kepentingan bisnis lisensor, sekaligus menjamin keberhasilan alih teknologi, para pihak perlu mengidentifikasi dan menentukan mitra (penerima lisensi) yang berkualitas dan potensial. Sebelum memulai upaya serius apapun dalam negosiasi, penerima lisensi yang potensial harus menunjukkan bahwa ia memiliki kemampuan tekhnis, kemampuan financial, dan kemampuan pemasaran dalam mengembangkan penemuan ke dalam produk atau jasa dan membawanya ke pasar[2], disamping status, posisi, dan fasilitas. Secara praktis, adalah tidak mudah untuk menemukan dan mencari tahu mitra yang berkualitas dan potensial tersebut[3].
Selanjutnya, dengan mempertimbangkan kemampuan tekhnis dan keuangan kandidat dalam mengembangkan dan memasarkan teknologi[4], lisensor akan membuat penilaian yang berkaitan dengan prospek yang lebih baik dari lisensi. Seharusnya dicatat bahwa motivasi dan komitmen yang kuat dari penerima lisensi untuk mengkomersialisasikan teknologi lebih penting daripada ukuran –besar atau kecil- perusahaan penerima lisensi[5]. Sebaliknya, dari sudut kepentingan penerima lisensi, adalah penting untuk mengidentifikasi teknologi yang potensial yang akan dilisensikan.
4.5.1.2. Ruang Lingkup Pengkomersialisasian Teknologi melalui Lisensi
Ruang lingkup lisensi membentuk keluasan hak yang diberikan pada para pihak yang berkontrak – licensor dan licensee. Secara lebih spesifik, pembatasan ruang lingkup lisensi akan berdampak terhadap klusula lain dari perjanjian, termasuk royalty, peningkatan, non-competition clauses, hak untuk menentukan pengkhiran kontrak lebih awal, ganti rugi, jaminan dan perwakilan, dan lain sebagainya[6].
Ada beberapa indicator yang dapat digunakan untuk menentukan ruang lingkup lisensi paten: (1) konsep, dan keluasan hak eksklusif, (2) metode lisensi paten; dan (3) criteria dari isu atau masalah yang dapat dipatenkan. Indicator 1 and 2 akan membentuk otoritas dan kompetensi para pihak, sedangkan yang ke-3 akan menentukan ruang lingkup dari lisensi paten.
4.5.1.3. Implied Lisence dalam Perjanjian Lisensi
Dalam kontrak lisensi, ada kesepakatan yang kadang-kadang tidak dibadankan dalam bentuk kontrak, tetapi tindakan tertentu harus dilakukan karena ia melekat pada produk atau teknologi yang dilisensikan. Biasanya, pengeksploitasian barang-barang yang dipatenkan oleh pembeli atau licensor dikonstruksi ke dalam (embodied) “implied licence” kecuali inventor menentukan pembatasan khusus[7]. Tampaknya, “the implied licence” berasal dari konsep hak eksklusif pemegang paten. Tampaknya implied licence cenderung melindungi kepentingan licensor. Secara praktik, licensee kerap menentang pemuatan kewajiban demikian dalam perjanjian, atas dasar bahwa lisensor menerapkan kewajiban yang berat bagi lisensee[8].
Dalam implied licence, perjanjian kerap memasukkan kewajiban pada lisensee untuk menggunakan upayanya yang terbaik dalam melakukan sesuatu, seperti memaksimalkan penjualan dari produk yang dilisensikan[9]. Perjanjian tersebut juga dapat memuat klausula yang mensyaratkan lisensi untuk menggunakan ‘all diligence’[10] guna meningkatkan penjualan atas invensi dan menggunakan segala upaya terbaiknya ‘best endeavours’ untuk mengeksploitasinya[11].
0 Response to "Pengidentifikasian Subyek dan Obyek "
Post a Comment