Komplikasi Malaria Dalam Kehamilan
Komplikasi malaria dalam kehamilan
Anemia:
Malaria dapat menyebabkan atau memperburuk
anemia. Hal ini disebabkan:
- Hemolisis eritrosit yang diserang parasit
- Peningkatan kebutuhan Fe selama hamil
- Hemolisis berat dapat menyebabkan defisiensi asam folat.
Anemia yang disebabkan oleh malaria lebih sering
dan lebih berat antara usia kehamilan 16-29 minggu. Adanya defisiensi asam folat sebelumnya dapat
memperberat anemia ini.
Anemia meningkatkan kematian perinatal dan
morbiditas serta mortalitas maternal. Kelainan ini meningkatkan risiko edema
paru dan perdarahan pasca salin.
Anemia yang signifikan (Hb <7-8gr%) harus
ditangani dengan transfusi darah.
Sebaiknya diberikan packed red cells daripada whole blood untuk
mengurangi tambahan volume intravaskuler.
Transfusi yang terlalu cepat, khususnya whole blood dapat menyebabkan
edema paru.
Edema paru akut
Edema
paru akut adalah komplikasi malaria yang lebih sering terjadi pada wanita hamil
daripada wanita tidak hamil. Keadaan ini
bisa ditemukan saat pasien datang atau baru terjadi setelah beberapa hari dalam
perawatan. Kejadiannya lebih sering
pada trimester 2 dan 3.
Edema
paru akut bertambah berat karena adanya anemia sebelumnya dan adanya perubahan
hemodinamik dalam kehamilan. Kelainan
ini sangat meningkatkan risiko mortalitas.
Hipoglikemia
Keadaan ini juga anehnya merupakan komplikasi yang
cukup sering terjadi dalam kehamilan. Faktor-faktor
yang mendukung terjadinya hipoglikemia adalah
sebagai berikut:
- Meningkatnya
kebutuhan glukosa karena keadaan hiperkatabolik dan infeksi parasit
- Sebagai
respon terhadap starvasi/kelaparan
- Peningkatkan
respon pulau-pulau pankreas terhadap stimulus sekresi (misalnya guinine)
menyebabkan terjadinya hiperinsulinemia dan hipoglikemia.
Hipoglikemia pada pasien-pasien malaria tersebut
dapat tetap asimtomatik dan dapat luput terdeteksi karena gejala-gejala
hipoglikemia juga menyerupai gejala infeksi malaria, yaitu: takikardia,
berkeringat, menggigil dll. Akan tetapi
sebagian pasien dapat menunjukkan tingkah laku yang abnormal, kejang, penurunan
kesadaran, pingsan dan lain-lain yang hampir menyerupai gejala malaria
serebral. Oleh karena itu semua wanita
hamil yang terinfeksi malaria falciparum, khususnya yang mendapat terapi
quinine harus dimonitor kadar gula darahnya setiap 4-6 jam sekali. Hipoglikemia juga bisa rekuren sehingga
monitor kadar gula darah harus konstan dilakukan.
Kadang-kadang hipoglikemia dapat
berhubungan dengan laktat asidosis dan
pada keadaan seperti ini risiko mortalitas
akan sangat meningkat. Hipoglikemia maternal juga dapat menyebabkan
gawat janin tanpa ada tanda-tanda yang spesifik.
Imunosupresi
Imunosupresi dalam kehamilan menyebabkan infeksi
malaria yang terjadi menjadi lebih sering dan lebih berat. Lebih buruk lagi, infeksi malaria sendiri
dapat menekan respon imun.
Perubahan
hormonal selama kehamilan menurunkan sintesis imunoglobulin,
Penurunan fungsi sistem retikuloendotelial adalah
penyebab imunosupresi dalam kehamilan.
Hal ini menyebabkan hilangnya imunitas didapat terhadap malaria sehingga ibu hamil lebih rentan terinfeksi
malaria. Infeksi malaria yang diderita
lebih berat dengan parasitemia yang tinggi.
Pasien juga lebih sering mengalami demam paroksismal dan relaps.
Infeksi
sekunder (Infeksi saluran kencing dan pneumonia) dan pneumonia algid (syok
septikemia) juga lebih sering terjadi dalam kehamilan karena imunosupresi ini.
Risiko Terhadap Janin
Malaria
dalam kehamilan adalah masalah bagi janin.
Tingginya demam, insufisiensi plasenta, hipoglikemia, anemia dan
komplikasi-komplikasi lain dapat menimbulkan efek buruk terhadap janin. Baik malaria P. vivax dan P. falciparum
dapat menimbulkan masalah bagi janin, akan tetapi jenis infeksi P. falciparum lebih serius.(Dilaporkan
insidensinya mortalitasnya l5,7% vs
33%) Akibatnya dapat terjadi abortus
spontan, persalinan prematur, kematian janin dalam rahim, insufisiensi
plasenta, gangguan pertumbuhan janin (kronik/temporer), berat badan lahir
rendah dan gawat janin. Selain itu
penyebaran infeksi secara transplasental ke janin dapat menyebabkan malaria
kongenital.
Malaria kongenital
Malaria kongenital sangat jarang terjadi,
diperkirakan timbul pada <5% kehamilan.
Barier plasenta dan
antibodi Ig G maternal yang menembus plasenta dapat melindungi janin dari
keadaan ini. Akan tetapi pada populasi
non imun dapat terjadi malaria kongenital, khususnya pada keadaan epidemi
malaria. Kadar quinine plasma janin dan
klorokuin sekitar l/3 dari kadarnya dalam plasma ibu sehingga kadar
subterapeutik ini tidak dapat menyembuhkan infeksi pada janin. Keempat spesies plasmodium dapat menyebabkan
malaria kongenital, tetapi yang lebih sering adalah P. malariae. Neonatus dapat
menunjukan adanya demam, iritabilitas, masalah minum, hepatosplenomegali,
anemia, ikterus dll. Diagnosis dapat
ditegakkan dengan melakukan apus darah tebal dari darah umbilikus atau tusukan
di tumit, kapan saja dalam satu minggu pascanatal. Diferensial diagnosisnya adalah
inkompatibilitas Rh, infeksi CMV, Herpes, Rubella, Toksoplasmosis dan sifilis.
Pregnancy malaria dan intensitas transmisinya
Manifestasi
klinik malaria dalam kehamilan berbeda antara daerah dengan transmisi rendah
dengan transmisi tinggi karena
berbedanya tingkat imunitas. Pada daerah
endemik, imunitas yang didapat tinggi sehingga mortalitas jarang terjadi,
sering asimtomatik dan juga jarang terjadi parasitemia. Sekuestrasi plasmodium di plasenta dan
terjadi plasenta malaria, sedangkan hasil pemeriksaan plasmodium di darah tepi
seringkali negatif. Parasitemia yang
berat terjadi terutama pada trimester 2 dan 3, anemia dan gangguan integritas
plasenta meyebabkan berkurangnya hantaran nutrisi ke janin sehingga menyebabkan
berat lahir rendah, abortus, kematian janin dalam rahim, persalinan prematur
dan semakin meningkatnya morbiditas dan mortalitas pada janin. Masalah ini lebih sering terjadi pada
kehamilan pertama dan kedua karena kadar parasitemia akan menurun pada
kehamilan2 berikutnya. Strategi
penanganan malaria pada ibu hamil di area dengan transmisi tinggi adalah terapi
intermiten dan pemakaian kelambu berinsektisida.
Di
daerah dengan transmisi rendah, masalahnya sangat berbeda. Risiko malaria dalam kehamilan lebih tinggi
dan dapat menyebabkan kematian maternal serta
abortus spontan pada >60% kasus.
Berat lahir rendah dapat terjadi walaupun telah diterapi; namun malaria
yang asimtomatik jarang terjadi.
Strategi penanganannya adalah pencegahan dengan kemoprofilaksis, deteksi
dini dan pengobatan yang adekuat.
0 Response to "Komplikasi Malaria Dalam Kehamilan"
Post a Comment