Apa itu zat warna ?

Zat pewarna adalah : 

(1) Bahan yang digunakan untuk memberi wama atau memperbaiki wama atau barang, 

(2) Suatu wama atau pigmen yang berasal dari sayuran, hewan, mineral atau dari sumber lain, yang bila ditambahkan pada makanan, obat dan kosmetika dapat memberikan wama.

( Depkes.RI, 1985 ).

Di Indonesia, undang-undang penggunaan zat pewarna belum memasyarakat sehingga terdapat kecendrungan penyimpangan pemakaian zat pewama untuk berbagai bahan pangan oleh produsen, misalnya pemakaian zat pewarna tekstil dan Mit dipakai untuk mewamai makanan, hal tersebut jelas berbahaya bagi kesehatan, karena adanya residu logam berat pada zat pewarna tersebut, serta dapat menyebabkan karsinogenik. Timbulnya penyimpangan penggunaan zat pewarna disebabkan karena tidak adanya penjelasan dalam label yang melarang penggunaan senyawa tersebut untuk bahan pangan. Hal tersebut disebabkan bea masuk zat pewarna untuk makanan jauh lebih mahal dari zat pewarna non pangan. Hingga saat ini aturan penggunaan zat pewarna di lndonesia diatur dalam SK Menteri Kesehatan RI tanggal 22 Oktober 1973, tetapi dalam peraturan ini belum tercantum dosis penggunaannya dan juga tidak adanya sanksi bagi pelanggaran terhadap ketentuan tersebut (table I).

Zat pewarna makanan untuk makanan terbagi dalam dua kelompok, Certified color merupakan zat pewarna alami berupa ekstrak pigmen dari tumbuh-tumbuhan atau hewan dan zat pewarna mineral. Penggunaan zat warna ini bebas dari sertifikasi. 

Uncertified color atau pewarna sintetis tidak dapat digunakan sembarangan. Di negara maju, pewarna jenis ini harus melalui proses sertifikasi terlebih dahulu sebelum digunakan pada bahan makanan. Di Indonesia, peraturan peggunaan zat pewarna sintetik baru dibuat pada tanggal 22 Oktober 1973 melalui SK Menkes RI No. 11332/A/SK/73, sedangkan di Amerika Serikat aturan pemakaian pewarna sintetis sudah dikeluarkan sejak tahun 1906. Peraturan ini dikenal dengan Food and Drug Act (FDA) yang mengizinkan penggunaan tujuh macam zat pewarna sintetis, yaitu orange no. 1, erythrosin, ponceau 3R, amaranth, indigotine, napthol-yellow, dan light green.


B. Apa itu zat pewarna alami ?

Zat pewarna alami merupakan zat pewarna yang berasal dari tanaman atau buah-buahan. Secara kuantitas, dibutuhkan zat pewarna alami yang lebih banyak daripada zat pewarna sintetis untuk menghasilkan tingkat pewarnaan yang sama. Pada kondisi tersebut, dapat terjadi perubahan yang tidak terduga pada tekstur dan aroma makanan. Zat pewarna alami juga menghasilkan karakteristik warna yang lebih pudar dan kurang stabil bila dibandingkan dengan zat pewarna sintetis. Oleh karena itu zat ini tidak dapat digunakan sesering zat pewarna sintetis.

Zat warna ini telah sejak dahulu digunakan untuk pewarna makanan dan sampai sekarang umumnya penggunaannya dianggap lebih aman daripada zat warna sintetis. Selain itu penelitian toksikologi, zat warna alami masih agak sulit karena zat warna ini umumnya terdiri dari campuran dengan senyawa-senyawa alami lainnya. Misalnya, untuk zat warna alami asal tumbuhan, bentuk dan kadarnya berbeda-beda, dipengaruhi faktor jenis tumbuhan, iklim, tanah, umur dan faktor-faktor lainnya.

Pewarna identik alami adalah pigmen-pigmen yang dibuat secara sintetis yang struktur kimianya identik dengan pewarna-pewarna alami. Yang termasuk golongan ini adalah karotenoid murni antara lain canthaxanthin (merah), apo-karoten (merah-oranye), betakaroten (oranye-kuning). Semua pewarna-pewarna ini memiliki batas-batas konsentrasi maksimum penggunaan, terkecuali beta-karoten yang boleh digunakan dalam jumlah tidak terbatas. 

Dalam Winarno dan Rahayu (1994), secara garis besar berdasarkan sumbernya dikenal dua macam jenis zat pewarna yang termasuk dalam golongan tambahan makanan, yaitu : 

1. Pewarna alami yaitu zat warna yang diperoleh dari hewan dan tumbuh-tumbuhan seperti caramel, coklat dan daun suji. 

2. Pewarna buatan yang sering disebut dengan pewarna sintetik. Proses pembuatan zat warna sintetik ini biasanya melalui perlakuan pemberian asam sulfat atau asam nitrat yang seringkali terkontaminasi oleh arsen atau logam berat lain yang bersifat racun. 

Menurut Husodo (1999) terdapat kurang lebih 150 jenis pewarna alami di Indonesia yang telah diidentifikasi dan digunakan secara luas dalam berbagai industri seperti pada komoditas kerajinan (kayu, bambu, pandan) dan batik (katun, sutra, wol). Jenis pewarna alami menghasilkan warna-warna dasar, misalnya: warna merah dari Caesalpina sp., warna biru dari Indigofera tinctoria, warna jingga dari Bixa olleracea dan wana kuning dari Mimosa pudica. Masyarakat Papua secara turun-temurun telah menggunakan pewarna alami sebelum dikenal bahan pewarna sintetis untuk mewarnai perlengkapan dalam kerajinan tradisional. 

Makabori (1999) mengemukakan bahwa terdapat delapan jenis hasil hutan non kayu yang dijadikan sumber bahan pewarna alami oleh masyarakat Papua, yang pemanfaatannya tersebar di beberapa daerah yaitu: Biak, Yapen, Arfak, dan Sorong. Delapan jenis tumbuhan pewarna alami tersebut adalah Arcangelesia sp., Callophylum inophyllum, Leea zippetiana, Morinda citrifolia, Nauclea sp., Premna corymbosa, Pterocarpus indicus, dan Rhizophora mucronata. Pewarna alami bisa diperoleh dengan cara ekstraksi dari tanaman yang banyak terdapat di sekitar. Bagian tanaman yang merupakan sumber pewarna alami adalah: kayu, kulit kayu, daun, akar, bunga, biji, dan getah. Tumbuhan pewarna alami oleh masyarakat asli Papua digunakan sebagai sumber pewarna untuk mewarnai pakaian, makanan, kosmetik, magis, dan untuk barang kerajinan (Wibowo, 2003).

Pewarna makanan alami adalah sebuah zat warna alami (pigmen) yang didapat dari tumbuhan, hewan, atau sumber mineral. Kebanyakan kita yakin, kalau pewarna alami, akan lebih aman dari pada pewarna sintetis. 

Dalam daftar FDA, pewarna alami dan pewarna identik alami tergolong dalam ”uncertified color additives” karena tidak memerlukan sertifikat kemurnian kimiawi.

C. Jenis-jenis pewarna alami

(Dikutip dari buku membuat pewarna alami karya nur hidayat dan elfi anis saati terbitan Trubus Agrisarana 2006.)

1. Karoten 

Menghasilkan warna jingga sampai merah. Digunakan untuk mewarnai produk-produk minyak dan lemak seperti minyak goreng dan margarin. Dapat diperoleh dari pepaya, wortel dan lain-lain.

2. Biksin 

Memberikan warna kuning mentega sampai kuning buah persik. Biksin diperoleh dari biji pohon Bixa orellana yang terdapat di daerah tropis. Biksin sering digunakan untuk mewarnai mentega, margarin, minyak jagung, dan salad dressing.

3. Karamel, 

Berwarna cokelat gelap hasil dari pemanasan terkontrol molase, hidrolisis (pemecahan) zat pati, dekstrosa, gula pasir, laktosa, sirup malt, dan gula invert. Karamel tediri dari tiga jenis; karamel tahan asam yang digunakan untuk minuman berkarbonat (misalnya soda); karamel cair untuk roti, biskuit, dan cake; serta karamel kering. Gula kelapa yang selain berfungsi sebagai pemanis, juga memberikan warna merah kecoklatan pada minuman es kelapa ataupun es cendol.

4. Chocineal, 

Diperoleh dari hewan Coccus cacti betina yang dikeringkan (hewan ini hidup pada sejenis kaktus di kepulauan Canary dan Amerika Selatan), bisa memberikan warna merah. 

5. Karmin, 

Diperoleh dengan cara mengekstraksi asam karminat dan dilapisi alumunium. Biasa digunakan untuk melapisi bahan berprotein, berwarna merah jambu.



“Membuat Pewarna Alami”, juga disebutkan jenis pewarna alami yakni : 

1) Klorofil 

Menghasilkan warna hijau, diperoleh dari daun. Banyak digunakan untuk makanan. Saat ini bahkan mulai digunakan pada berbagai produk kesehatan. Pigmen klorofil banyak terdapat pada dedaunan (misal daun suji, pandan, katuk dan sebaginya). Daun suji dan daun pandan, daun katuk sebagai penghasil warna hijau untuk berbagai jenis kue jajanan pasar. Selain menghasilkan warna hijau yang cantik, juga memiliki harum yang khas. 

2) Antosianin

Penyebab warna merah, oranye, ungu dan biru banyak terdapat pada bunga dan buah-buahan seperti bunga Mawar, Pacar Air, Kembang Sepatu, Bunga Tasbih/Kana, Krisan, Pelargonium, Aster Cina, Dan Buah Apel,Chery, Anggur, Strawberi, juga terdapat pada buah Manggis Dan Umbi ubi jalar. Bunga telang, menghasilkan warna biru keunguan. Bunga belimbing sayur menghasilkan warna merah. Penggunaan zat pewarna alami, misalnya pigmen antosianin masih terbatas pada beberapa produk makanan, seperti produk minuman (sari buah, juice dan susu). 

3) Kurkumin

Berasal dari kunyit sebagai salah satu bumbu dapur sekaligus pemberi warna kuning pada masakan yang kita buat.

D. Masalah dari pewarna alami

Pewarna alami sebenarnya tidak bebas dari masalah. Dari segi kehalalan, pewarna jenis ini justru memiliki titik kritis yang lebih tinggi. Sebagaimana dijelaskan, pewarna natural ini tidak stabil selama penyimpanan. Untuk mempertahankan warna agar tetap cerah, maka sering digunakan bahan pelapis untuk melindunginya dari pengaruh suhu, cahaya dan kondisi lingkungan lainnya. Nah, bahan pelapis yang sering digunakan adalah gelatin, yang berasal dari hewan. Tentu saja gelatin ini perlu dilihat, apakah berasal dari hewan halal atau tidak.

Salah satu contoh pewarna alami yang digunakan dalam pengolahan pangan adalah xanthaxanthine. Bahan pewarna yang memberikan warna merah ini diekstrak dari sejenis tanaman. Untuk membuat pewarna tersebut stabil maka digunakan gelatin sebagai bahan pelapis (coating) melalui sistem mikroenkapsulasi. Pewarna ini sering digunakan pada industri daging dan ikan kaleng (ikan sardin).

Pilihan terbaik tentu saja tetap pewarna alami, karena ia adalah bahan alam yang tidak menimbulkan efek negatif pada tubuh. Namun harus diingat bahwa penggunaan bahan tambahan atau bahan penolong semisal pelapis pada pewarna tersebut harus dipilih dari bahan-bahan yang halal. Kalau harus menggunakan gelatin sebaiknya dengan gelatin yang halal. Bisa juga digunakan bahan lain, seperti maltodekstrin atau karagenan yang lebih aman dari segi kehalalan.

Jika masalah harga masih menjadi kendala, maka penggunaan bahan pewarna sintetis boleh-boleh saja. Namun harus jenis pewarna yang untuk makanan (food grade) dengan jumlah yang proporsional dan tidak berlebihan.

Kelemahan pewarna alami ini adalah warnanya yang tidak homogen dan ketersediaannya yang terbatas, sedangkan kelebihannya adalah pewarna ini aman untuk dikonsumsi.

Konsentrasi dan stabilitas pigmen rendah, keseragaman warna kurang baik, serta spectrum warna yang tidak seluas pewarna sintetis.



E. Kegunaan zat warna 

1. Untuk memberi kesan menarik bagi konsumen.

2. Menyeragamkan warna makanan dan membuat identitas produk pangan.

3. Untuk menstabilkan warna atau untuk memperbaiki variasi alami warna. Dalam hal ini penambahan warna bertujuan untuk untuk menutupi kualitas yang rendah dari suatu produk sebenarnya tidak dapat diterima apalagi bila menggunakan zat pewarna yang berbahaya.

4. Untuk menutupi perubahan warna akibat paparan cahaya, udara atau temperatur yang ekstrim akibat proses pengolahan dan selama penyimpanan.

5. Untuk menjaga rasa dan vitamin yang mungkin akan terpengaruh sinar matahari selama produk disimpan. (Syah et al. 2005)

F. Kelebihan dan Kekurangan

Kelebihan 

1. Aman dikonsumsi.

2. Warna lebih menarik.

3. Terdapat zat gizi.

4. Mudah didapat dari alam.

Kekurangan

1. Seringkali memberikan rasa dan flavor khas yang tidak diinginkan.

2. Tidak stabil pada saat proses pemasakan.

3. Konsentrasi pigmen rendah.

4. Stabilitas pigmen rendah.

5. Keseragaman warna kurang baik.

6. Spektrum warna tidak seluas seperti pada pewarna sintetis.

7. Susah dalam penggunaannya.

8. Pilihan warna sedikit atau terbatas.

9. Kurang tahan lama.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Apa itu zat warna ?"

Post a Comment