PENGENALAN TENTANG CEDERA KEPALA
PENGERTIAN
Cidera kepala adalah suatu
gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai
perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya
kontinuitas otak.
Cedera kepala yaitu adanya
deformitas berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan garis pada tulang
tengkorak, percepatan dan perlambatan (accelerasi – descelarasi) yang merupakan
perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan factor
dan penurunan percepatan, serta rotasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan
juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan.
Cedera kepala pada dasarnya
dikenal dua macam mekanisme trauma yang mengenai kepala yakni benturan dan
goncangan (Gernardli and Meany, 1996).
Berdasarkan GCS maka cidera
kepala dapat dibagi menjadi 3 gradasi yaitu cidera kepala derajat ringan, bila
GCS : 13 – 15, Cidera kepala derajat sedang, bila GCS : 9 – 12, Cidera kepala
berat, bila GCS kuang atau sama dengan 8. Pada penderita yang tidak dapat
dilakukan pemeriksaan misal oleh karena aphasia, maka reaksi verbal diberi
tanda “X”, atau oleh karena kedua mata edema berat sehingga tidak dapat di
nilai reaksi membuka matanya maka reaksi membuka mata diberi nilai “X”,
sedangkan jika penderita dilakukan traheostomy ataupun dilakukan intubasi maka
reaksi verbal diberi nilai “T”.
Cedera Kepala Sedang :
- GCS 9 – 12
- Saturasi oksigen > 90 %
- Tekanan darah systale > 100
mm
Mekanisme Cedera Kepala
Berdasarkan besarnya gaya dan lamanya gaya yang bekerja pada
kepala manusia maka mekanisme terjadinya cidera kepala tumpul dapat dibagi
menjadi dua:
(1) Static loading
(2) Dynamic loading
a. Impact Injury
Pada cidera kulit kepala (SCALP) meliputi Vulnus apertum,
Excoriasi, Hematom subcutan, Subgalea, Subperiosteum. Pada tulang atap kepala
meliputi Fraktur linier, Fraktur distase, Fraktur steallete, Fraktur depresi.
Fraktur basis cranii meliputi Hematom intracranial, Hematom epidural, Hematom
subdural, Hematom intraserebral, Hematom intrakranial. Kontusio serebri terdiri
dari Contra coup kontusio, Coup kontusio. Lesi difuse intrakranial, Laserasi
serebri yang meliputi Komosio serebri, Diffuse axonal injury (Umar Kasan ,
1998).
b. Lesi akselerasi – deselerasi
Gaya tidak langsung bekerja pada
kepala tetapi mengenai bagian tubuh yang lain tetapi kepala tetap ikut bergerak
akibat adanya perbedaan densitas antara tulang kepala dengan densitas yang
tinggi dan jaringan otak dengan densitas yang lebih rendah, maka jika terjadi
gaya tidak langsung maka tulang kepala akan bergerak lebih dahulu sedangkan
jaringan otak dan isinya tetap berhenti, sehingga pada saat tulang kepala
berhenti bergerak maka jaringan otak mulai bergerak dan oleh karena pada dasar
tengkorak terdapat tonjolan-tonjolan maka akan terjadi gesekan antara jaringan
otak dan tonjolan tulang kepala tersebut akibatnya terjadi lesi intrakranial
berupa Hematom subdural, Hematom intraserebral, Hematom intraventrikel, Contra
coup kontusio. Selain itu gaya
akselerasi dan deselerasi akan menyebabkan gaya terikan ataupun robekan yang menyebabkan
lesi diffuse berupa Komosio serebri, Diffuse axonal injury (Umar Kasan , 1998).
Cidera Otak Primer
Cidera otak primer adalah cidera
otak yang terjadi segera cidera kepala baik akibat impact injury maupun akibat gaya
akselerasi-deselerasi (cidera otak primer ini dapat berlanjut menjadi cidera
otak sekunder) jika cidera primer tidak mendapat penanganan yang baik, maka
cidera primer dapat menjadi cidera sekunder
(Bajamal A.H, Darmadipura : 1993).
1. Cidera
pada SCALP
Fungsi utama dari lapisan kulit
kepala dengan rambutnya adalah melindungi jaringan otak dengan cara menyerap
sebagian gaya
yang akan diteruskan melewati jaringan otak. Cidera pada scalp dapat berupa
Excoriasi, Vulnus, Hematom subcutan, Hematom subgaleal, Hematom subperiosteal.
Pada excoriasi dapat dilakukan wound toilet. Sedangkan pada vulnus apertum
harus dilihat jika vulnus tersebut sampai mengenai galea aponeurotika maka
galea harus dijahit (untuk menghindari dead space sedangkan pada subcutan
mengandung banyak pembuluh darah demikian juga rambut banyak mengandung kuman
sehingga adanya hematom dan kuman menyebabkan terjadinya infeksi). Penjahitan
pada galea memakai benang yang dapat diabsorbsi dalam jangka waktu lama (tetapi
kalau tidak ada dapat dijahit dengan benang noabsorbsable tetapi dengan simpul
terbalik untuk menghindari terjadinya “druck necrosis”), pada kasus terjadinya
excoriasi yang luas dan kotor hendaknya diberikan anti tetanus untuk mencegah
terjadinya tetanus yang akan berakibat sangat fatal. Pada kasus dengan hematom
subcutaan sampai hematom subperiosteum dapat dilakukan bebat tekan kemudian
berikan anlgesia, jika selama 2 minggu hematom tidak diabsorbsi dapat dilakukan
punksi steril. Hati-hati cidera scalp pada anak-anak/bayi karena pendarahan
begitu banyak dapat terjadi shock hipopolemik (Gennerellita ,1996).
2. Fraktur linier kalvaria
Fraktur linier pada kalvaria
dapat terjadi jika gaya langsung yang bekerja pada tulang kepala cukup besar
tetapi tidak menyebabkan tulang kepala “bending” dan terjadi fragmen fraktur
yang masuk kedalam rongga intrakranial, tetapi tidak ada terapi khusus pada
fraktur linier ini tetapi gaya yang menyebabkan terjadinya fraktur tersebut
cukup besar maka kemungkinan terjadinya hematom intrakranial cukup besar, dari
penelitian di RS Dr. Soetomo Surabaya didaptkan 88% epidural hematom disertai
dengan fraktur linier kalvaria. Jika gambar fraktur tersebut kesegala arah
disebut “Steallete fracture”, jika fraktur mengenai sutura disebut diastase
fraktur (Bajamal AH, 1999).
3. Fraktur Depresi
Secara definisi yang disebut
fraktur depresi apabila fragmen dari fraktur masuk rongga intrakranial minimal
setebal tulang fragmen tersebut, berdasarkan pernah tidaknya fragmen
berhubungan dengan udara luar maka fraktur depresi dibagi 2 yaitu fraktur
depresi tertutup dan fraktur depresi terbuka (Bajamal AH, 1999).
(1) Fraktur Depresi Tertutup
Pada fraktur depresi tertutup
biasanya tidak dilakukan tindakan operatip kecuali bila fraktur tersebut
menyebabkan gangguan neurologis, misal kejang-kejang hemiparese/plegi,
penurunan kesadaran. Tindakan yang dilakukan adalah mengangkat fragmen tulang
yang menyebabkan penekanan pada jaringan otak, setelah mengembalikan dengan
fiksasi pada tulang disebelahnya, sedangkan fraktur depresi didaerah temporal
tanpa disertai adanya gangguan neurologis tidak perlu dilakukan operasi
(Bajamal A.H ,1999).
(2) Fraktur Depresi Terbuka
Semua fraktur depresi terbuka
harus dilakukan tindakan operatif debridemant untuk mencegah terjadinya proses
infeksi (meningoencephalitis) yaitu mengangkat fragmen yang masuk, membuang
jaringan devitalized seperti jaringan nekrosis benda-benda asing, evakuasi
hematom, kemudian menjahit durameter secara “water tight”/kedap air kemudian fragmen
tulang dapat dikembalikan ataupun dibuang, fragmen tulang dikembalikan jika
Tidak melebihi “golden periode” (24 jam), durameter tidak tegang Jika fragmen
tulang berupa potongan-potongan kecil maka pengembalian tulang dapat secara
“mozaik” (Bajamal 1999).
4. Fraktur Basis Cranii
Fraktur basis cranii secara
anatomis ada perbedaan struktur didaerah basis cranii dan kalvaria yang
meliputi pada basis caranii tulangnya lebih tipis dibandingkan daerah kalvaria,
Durameter daerah basis lebih tipis dibandingkan daerah kalvaria, Durameter
daerah basis lebih melekat erat pada tulang dibandingkan daerah kalvaria.
Sehingga bila terjadi fraktur daerah basis mengakibatkan robekan durameter
klinis ditandai dengan Bloody otorrhea, Bloody rhinorrhea, Liquorrhea, Brill
Hematom, Batle’s sign, Lesi nervus cranialis yang paling sering N I, NVII
dan NVIII. Diagnose fraktur basis cranii secara klinis lebih bermakna
dibandingkan dengan diagnose secara radiologis oleh karena foto basis cranii
posisinya “hanging foto”, dimana posisi ini sangat berbahaya terutama pada
cidera kepala disertai dengan cidera vertebra cervikal ataupun pada cidera
kepala dengan gangguan kesadaran yang dapat menyebabkan apnea. Adanya gambaran
fraktur pada foto basis cranii tidak akan merubah penatalaksanaan dari fraktur
basis cranii, Pemborosan biaya perawatan karena penambahan biaya foto basis
cranii (Umar Kasan , 2000).
5. Penanganan dari fraktur basis
cranii meliputi :
(1). Cegah
peningkatan tekanan intrakranial yang mendadak, misal cegah batuk, mengejan,
makanan yang tidak menyebabkan sembelit.
(2). Jaga
kebersihan sekitar lubang hidung dan lubang telinga, jika perlu dilakukan
tampon steril (Consul ahli THT) pada bloody otorrhea/otoliquorrhea.
(3). Pada
penderita dengan tanda-tanda bloody otorrhea/otoliquorrhea penderita tidur
dengan posisi terlentang dan kepala miring keposisi yang sehat (Umar Kasan :
2000).
Komosio Serebri
Secara definisi komosio serebri
adalah gangguan fungsi otak tanpa adanya kerusakan anatomi jaringan otak akibat
adanya cidera kepala. Sedangkan secara klinis didapatkan penderita pernah atau
sedang tidak sadar selama kurang dari 15 menit, disertai sakit kepala, pusing,
mual-muntah adanya amnesi retrogrde ataupun antegrade. Pada pemeriksaan
radiologis CT scan tidak didapatkan adanya kelainan (Bajamal AH : 1993).
Kontusio Serebri
Secara definisi kontusio serebri
didefinisikan sebagai gangguan fungsi otak akibat adanya kerusakan jaringan
otak, secara klinis didapatkan penderita pernah atau sedang tidak sadar selama
lebih dari 15 menit atau didapatkan adanya kelainan neurologis akibat kerusakan
jaringan otak seperti hemiparese/plegi, aphasia disertai gejala mual-muntah,
pusing sakit kepala, amnesia retrograde/antegrade, pada pemerikasaan CT Scan
didaptkan daerah hiperdens di jaringan otak, sedangkan istilah laserasi serebri
menunjukkan bahwa terjadi robekan membran pia-arachnoid pada daerah yang
mengalami contusio serebri yang gambaran pada CT Scan disebut “Pulp brain”
(Bajamal A.H & Kasan H.U , 1993 ).

0 Response to "PENGENALAN TENTANG CEDERA KEPALA "
Post a Comment